#21 Stop

1.9K 219 15
                                    

Layar laptop menampilkan hal yang sama. Hasil pencarian Trevin, laman history, juga bookmarked. Dia menatap layar itu dengan malas. Sudah tak ada lagi kata kunci untuk mencari Nades. Jemarinya mengetuk-ngetuk keyboard, mencoba memasukkan kata bantu lain. Tapi, dia tak punya ide lagi. Perempuan itu terlalu pintar bersembunyi. Trevin juga tak percaya tak ada jejak Nades di dalam mesin pencari. Kalau dia penulis, pastilah ada satu dua orang yang membahasnya. Setidaknya penerbitan tempat dia bernaung! Mungkin tulisannya begitu payah.

Lelaki itu mengusap kepalanya kasar. Sebelah tangannya mengambil rokok yang dia abaikan di pinggir asbak. Menyesapnya dalam satu tarikan panjang, dia mengembalikan batangan itu ke asbak lagi. Menarik nafas panjang, Trevin menutup semua laman aktif di laptopnya. Dia bangkit dari kursi, berjalan ke dekat jendela. Dia melepas pandangan dari balik jendela kacanya. Pada awan hitam yang menggantung di ujung gedung asuransi di depannya, pada helikopter yang baru mendarat di gedung milik bank pemerintah, juga pada jalan layang yang tak sepadat biasanya siang ini.

"Trevin, jangan mati!"

Jangan mati. Jangan mati.

Tidak, aku tak akan mati sebelum menemukanmu. Kau akan kubuat merasakan betapa bodohnya aku sekarang. Apa kau sedang menghukumku karena aku menolakmu? Apa kau senang sekarang? Apa kau bisa melupakanku selama sebulan ini, Nades? Bedebah! Mana mungkin kau bisa! Sialan kau!

Tangan Trevin terkepal. Tidak tahu kenapa dia begitu kesal saat ingat Nades meninggalkannya di pesta pernikahan Ata. Ya, karena perempuan itu tak berpamitan padanya. Perempuan itu tak menganggapnya. Bukankan itu kurang ajar?

Trevin kembali menarik nafas. Dia menoleh saat pintu ruangannya diketuk.

Berdeham sekali, dia bersuara "Masuk,"

Kim tersenyum saat dia melihat Trevin. Dia berjalan ke meja dan meletakkan sebuah map.

"Anda perlu menandatangani ini, Sir."

Trevin berjalan mendekat, memutari mejanya untuk duduk di kursi. Dibukanya map dan dibacanya surat perintah dengan teliti. Ada tiket pesawat terselip di lampiran amplop. Pesawatnya sore ini. Dia akan berada di Fanning selama lima hari efektif. Mengambil pena, dia membubuhkan tanda tangannya di atas surat perintah.

"Ada lagi?"

"This will be all, Sir."

Kim lalu melepas tiket pesawat dan meletakkanya di dekat laptop Trevin. Ditutupnya map setelah Trevin selesai.

"Thank you, Kim!" tangan Trevin memasukkan tiket ke dalam agendanya.

"No problem, Sir. Enjoy your trip. Don't forget to have some fun!"

Trevin tertawa sambil mengangguk. Setelah Kim pergi, dia menutup laptop dan membereskan barang-barangnya di meja. Suara dering membuat Trevin batal memasukkan laptop ke dalam tas. Satu pesan singkat membuat Trevin melengos, lalu menghidupkan lagi laptopnya. Butuh tiga menit bagi Trevin untuk siap menerima panggilan via skype dari Ata.

"Trevin!" sapanya saat wajah Trevin terlihat.

Trevin tersenyum. "Hi, there," sapa Trevin. "How have you been? Mana Jed?" tanyanya tak mendapati Jed di dekat Ata.

"Hei, apa kabar kau?" tanya Ata. "I am good. Beyond good if you want to know."

Trevin mengusap rambutnya. "I can tell. Apa yang bagus di sana?"

"Ada banyak. Trevin, makanan mereka luar biasa. Sea food mereka!" Ata mengacungkan dua jempol. "You're gonna love it! Kau harus ke sini kapan-kapan!"

On The Way To The WeddingWhere stories live. Discover now