1 [Derryansyah Pradipta]

72.4K 3K 242
                                    






Sebuah mobil mewah hitam mengkilat yang dikendarai Derry beranjak meninggalkan area parkir SMAN 111 Jakarta. Karena sepinya area parkiran serta lengangnya jalan menuju ke gerbang depan, mobil itu pun berjalan tanpa hambatan. Si pengendara pun tampak santai di balik kemudi dengan musik yang diputar keras, namun tetap terdengar senyap dari luar. Diliriknya jam hitam tanpa angka yang melingkar di tangan kirinya, dan dari sudut yang terbentuk antara jarum-jarumnya saja Derry tahu betul bahwa waktu saat itu menunjukkan pukul satu siang. Tepat sesuai rencana!

Mendadak, mobil itu berhenti hanya satu senti dari gerbang sekolah yang tertutup rapat. Perlahan kaca jendela pengemudi terbuka, dan terlihatlah wajah Derry yang sudah tidak asing lagi bagi satpam yang tengah berjaga di posnya, satu meter di samping tempat pemberhentian sementara mobil mewah Derry.

"Lho, Mas Derry mau ke mana?" tanya satpam itu, walaupun sebenarnya ia sama sekali tak peduli dan juga tak ingin tahu. "Tanggung lho, Mas, satu jam lagi..." komentarnya, seakan melihat Derry yang hendak pulang sebelum waktunya itu bukan lagi hal baru baginya.

"Buka aja gerbangnya buruan..." perintah Derry bersamaan dengan dikeluarkannya dompet yang bersarang di saku celana abu-abunya.

"Tapi, Mas..."

"Udah deh, Pak! Bapak tuh sama saya kayak sama siapa aja," potong Derry, terlihat sedikit muak atas waktunya yang terbuang sia-sia untuk berurusan dengan hambatan yang satu ini. Cowok itu lantas melambaikan tangannya pada satpam berseragam lengkap itu. "Sini deh, Pak! Sini, sisni..."

Sambil cengar-cengir, satpam bertubuh tegap dengan raut wajah yang ramah itu menghampiri mobil Derry. Buru-buru Derry menyerahkan dua lembar uang lima puluh ribuan padanya melalui celah kaca jendela mobil yang terbuka, dan dia pun kembali memasukkan dompet itu kembali ke saku celananya.

"Beres kan?" tandas Derry. "Sekarang buka gerbangnya, buruan!"

"Oke, Mas! Oke," sahut satpam itu, lalu segera menghampiri pintu gerbang dan membuka gemboknya sehingga mobil hitam Derry akhirnya dapat keluar dari sekolah itu satu jam sebelum bel pulang sekolah dibunyikan.

Kini mobil itu melaju gila-gilaan di ruas jalan ibu kota. Salip sana salip sini, tikung sana tikung sini, tanpa peduli akan kendaraan lain yang juga berhak atas jalan yang dikuasai Derry seenak jidatnya. Musik diputar pol-polan, pedal gas diinjak kuat-kuat, sementara Derry sendiri tampak benar-benar menikmati detik demi detik momen kebebasannya ini.

Lima belas menit menyusuri jalan utama, mobil itu kini tampak berbelok ke kiri dan memasuki kompleks perumahan yang sudah cukup tua namun tetap tampak terawat bertuliskan Golden Harmony Regency di gerbang masuknya. Mobil itu kembali berbelok pada gang ke empat dari jalan utama kompleks perumahan itu, dan berhenti di bawah pohon rindang yang tumbuh di depan rumah bernomor 41.

Derry yakin ini lokasi yang tepat. Rumah yang ditujunya kini berada di seberang jalan, dengan pagar besi rendah dan halaman dari paving block yang tidak terlalu luas. Masih diiringi musik di mobilnya yang kini mengalunkan lagu Coldplay, Derry memperhatikan bangunan yang ternyata cukup besar itu baik-baik.

Bangunan dua lantai dengan dinding dicat sewarna cangkang telur yang sederhana namun terlihat nyaman itu dipermanis oleh jendela bergaya khas kolonial Belanda dengan bingkai kayunya yang dicat hitam selaras dengan pintu serta gerbang besi rendah yang terpasang di bagian depan rumah itu.

Di halamannya, sebuah Avanza putih terparkir anggun menghadap ring basket yang terletak di sisi kanan rumah itu. Di belakangnya, tiga pohon kayu putih ditanam sejajar sebagai peneduh area itu. Daunnya yang ringan tampak tak pernah berhenti bergoyang tertiup angin, yang membuat kesan nyaman untuk dihuni semakin tergambar jelas dari rumah bernomor 42 itu.

Crazy Seniority 2 [Completed]Where stories live. Discover now