BAB XIV

98 13 5
                                    

Kehilanganmu, sekejap mengubahku menjadi hati tandus yang hanya ditumbuhi kaktus berduri.

🍃🍃🍃

"Kamu serius mau berangkat hari ini, Di?" tanya Anjani. Ia tengah menemani Diandra di kamarnya, menyiapkan baju dan barang-barang lain yang akan ia bawa serta.

"Iya," jawab Diandra singkat. Ia memutuskan untuk kuliah di luar kota. Jauh dari keluarganya. Jauh dari Malang, kota yang memberinya banyak kenangan. Hanya dengan cara itu ia bisa menghindari Galung. Sekaligus menyembuhkan luka hatinya. Luka yang ia torehkan sendiri.

"Tapi, kok, mendadak banget, sih?"

“Tidak juga. Aku sudah mendaftar ke universitas itu sebelumnya. Mama, Papa dan Kak Miko sudah tahu."

"Berarti hanya aku yang belum tahu? Kamu jahat, Di," ujar Anjani sewot.

"Anjani, aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja semuanya memang terlalu cepat. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik padamu, Njan. Tolong mengertilah," pinta Diandra.

Namun, Anjani terlanjur marah dan keluar dari kamarnya dengan wajah ditekuk. Biasanya Diandra akan mengejarnya dan berusaha untuk meminta maaf. Membuat Anjani tidak marah lagi. Kali ini, Diandra membiarkannya. Ia tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang.

Anjani dan Galung. Keduanya seolah saling berhubungan dan akan menariknya dalam masalah yang lebih besar jika ia tidak segera menyingkir.

"Di, sudah siap belum?" tanya Miko dari luar kamar Diandra.

"Iya, Kak. Sebentar lagi," jawab Diandra. Ia memasukkan baju terakhir ke dalam tas dan bergegas keluar. Namun, akhirnya kembali masuk karena menyadari jika ponselnya tertinggal.

Diandra meraih ponselnya yang tergeletak di meja belajar, namun pandangannya menangkap benda yang mengusik perhatian.

Tumpukan buku seri Little House karya Laura Ingalls. Buku-buku milik Galung yang belum sempat ia kembalikan. Tak perlu waktu lama untuk berpikir. Diandra ingin melupakan Galung, menghapus semua tentang pemuda itu. Maka tidak ada gunanya lagi menyimpan buku-buku itu.

"Di, sudah belum?" Miko yang tidak sabar akhirnya menyusul masuk dan mendapati adiknya itu sedang memandangi tumpukan buku di hadapannya. Bukannya segera bersiap-siap seperti yang ia katakan. "Ngapain? Ayo buruan, tinggal lima belas menit lagi. Takut kena macet juga, nih," ujarnya.

Diandra menoleh dan memandang Miko dengan sendu kemudian ia mengambil tumpukan buku-buku Laura Ingalls dan memberikannya.

"Tolong lakukan sesuatu untukku dengan buku-buku ini, ya, Kak," pinta Diandra.

Miko tak begitu mengerti. Namun, ketika dilihatnya kesedihan yang terpancar dari wajah Diandra, ia hanya bisa mengangguk mengiyakan.

***

Buku-buku Laura Ingalls muncul ketika Galung membuka bungkusan paket yang tertuju untuknya. Tidak ada nama pengirim, hanya sebuah pesan yang ditulis tangan. Tanpa mencari tahu, ia sudah tahu siapa pemilik tulisan tersebut.

Terima kasih untuk semuanya.

Hanya itu. Hanya sepenggal kalimat tak berarti yang bisa ia dapatkan dari Diandra. Nyeri di hatinya kembali terasa. Namun, Galung berusaha acuh dengan rasa sakit itu. Karena ia tahu jika semuanya hanya berarti satu hal.

Harapannya bersama Diandra telah musnah.

***

Part ini asli pendek banget.
Semoga tetep bisa dinikmati ya.
Karena part-part setelah ini kemungkinan akan lebih panjang.

Boleh banget yang mau meninggalkan jejak.

Salam Baca 😉
SukiGaHana
10022018

Angin Padang Rumput (Sudah Terbit)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz