Sakit Tak Berujung

319 33 8
                                    

Di mana kamu? Apakah kau rindu?
Sungguh susah buat lupa
Hati tak bisa berdusta

-Mahalini  feat Nuca-

•••

Akan selalu ada hal yang dirindukan meski itu adalah sesuatu yang stengah mati ia usahakan untuk dilupakan. Tidak peduli itu sesakit apa, ada bagian di dalamnya yang bernama kenangan. Meski menciptakan luka, namun ada hal yang paling mudah ditemukan dalam apungan ingatan.

Setelah membiarkan O2 masuk ke dalam paru-paru dan mengeluarkan dengan kasar, ia menutup kotak kecil dalam genggaman berisi rentetan kertas foto yang tadi ia terima. Kumpulan foto antara Arga dan Bella yang berhasil menggores luka lebih dalam lagi. Fakta yang lebih menyakitkan adalah bahwa ternyata mereka sudah sering pergi berdua bersama. Selama ini Rufina memang menutup telinga tentang mereka berdua karena ia tahu rasanya akan sesakit ini.

Ia berjalan ke arah laci belajar dan mengambil satu-satunya foto yang ia punya bersama lelaki yang sudah berhasil menyakiti hatinya dengan sangat dalam. Mereka berdua sama-sama tersenyum di sana, saat acara Hari Kartini beberapa bulan lalu. Berbanding terbalik dengan bagaimana dirinya sekarang menitikkan air mata tanpa senyum.

Kedatangan paket misterius membuat dirinya semakin hancur. Sekarang ia sendiri di kamar. Sarah juga sudah pamit pulang. Tadinya sepupunya menawarkan diri untuk bermalam di rumahnya, tetapi ia menolak dan mengatakan dirinya baik-baik saja. Ya, baik-baik saja yang tidak.

Ia memasukkan kembali foto tersebut ke laci. Hanya itu yang bisa ia simpan sebagai kenangan. Kenangan yang meski menyakitkan, tetapi sudah mampu membuatnya bahagia. Ponselnya sejak tadi berdenting tanpa henti. Dirinya menatap pesan demi pesan dari notifikasi layar sekaligus beberapa panggilan tidak terjawab yang ia abaikan.

Langit malam yang ia pandang lewat jendela kamar tidak menunjukkan adanya satu bintang sekali pun yang menghiasi. Sama seperti hatinya, yang saat ini begitu gelap hingga ia sendiri tidak tahu di mana cahaya yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk keluar dari kegelapan yang tercipta.

***

Dentingan ponsel mampu membuat senyumnya merekah hebat. Ia harap itu adalah balasan dari gadis yang sangat ia rindukan. Namun, senyumnya mengikis dan berubah menjadi kerutan kala membaca notifikasi yang terpampang pada layar ponsel.

Sarah Azora
Gue depan rumah lo

Ia segera bangkit dari tempat tidur dan menuju gerbang. Secepat yang ia bisa akhirnya ia sampai di depan gerbang dan membukanya. Lewat sinar lampu jalan ia dapat melihat seorang perempuan yang bersender di mobil. Kakinya segera mendekati gadis yang sejak tadi menatapnya tajam.

Belum sempat buka suara, Sarah menamparnya. Menciptakan rasa panas yang menjalar di pipi. Ia memegang pipinya dan menatap Sarah marah sekaligus bingung.

"Lo apa-apaan sih, Sar?" tanyanya tidak terima.

"Lo yang apa-apaan!" hardik perempuan tersebut tidak kalah ketus.

Arga menutup mata untuk meredam amarah yang membuncah di dalam dada. "Maksud lo apaan?"

"Gue berusaha setengah mati buat bikin Rufina senyum, ya, Ga," jawabnya, "tapi dengan mudahnya lo hancurin dia sehancur-hancurnya."

RufinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang