Chapter 4

3.3K 301 172
                                    

Pandangan Phana sama sekali tidak berpaling dari Wayo yang hanya diam sejak ia membuktikan bahwa dirinya memanglah orang yang pemuda itu tunggu.

Ia tidak tahu apa yang ada dikepala remaja mungil dihadapannya. Namun ada satu hal yang mengganggu Phana saat ini, mungkinkah penyebab terdiamnya Wayo karena penampilannya yang buruk? Atau yang lebih mengerikan, Wayo menyesal sudah bertemu dengannya yang mungkin saja tidak sesuai dengan kriteria 'pria idaman' pemuda itu. Jika boleh jujur, Phana merasa rasa percaya dirinya mendadak lenyap entah kemana.

"Yo khap?" suara berat Phana memanggil ragu. Mengambil alih fokus yang bersangkutan untuk memandang ke arahnya. "Apa aku sangat bau khap?" tanyanya was-was.

Wayo nyaris tergelak atas penuturan lelaki terlalu tampan tersebut. Bagaimana dia bisa bertanya begitu hanya karena keterdiamannya. Ia diam lantaran mengagumi dan terpesona akan ketampanan Phana, bukan karena dirinya mencium bau seperti yang lelaki tinggi itu tanyakan. Meskipun begitu ia paham alasan Phana menanyakan hal itu padanya. Pria tinggi itu pasti merasa penampilannya sangat buruk, padahal Wayo sendiri tidak menganggapnya demikian.

"Mai chai khap. Menurutku keringat P' tidak bau." sahutnya jujur. Ingin sekali Wayo menambahkan 'Justru bau keringat P' sangat sexy' pada akhir kalimat. Akan tetapi urung lantaran tak ingin dianggap terlalu agresif oleh si tampan.

Phana terkejut. "Sungguh?" tanyanya memastikan. Mendapat anggukan dalam dari yang lebih muda membuatnya menarik masing-masing sudut bibirnya. Membentuk senyum tampan yang khas. "Hm... Soal tadi, apa kamu sudah lama menungguku?" ujarnya mengulang pertanyaan yang sebelumnya.

Wayo menggeleng singkat. "Plao.. Aku baru saja sampai saat P' datang."

Phana mengangguk beberapa kali. Bersamaan dengan itu, seorang waiter datang menghampiri meja keduanya dengan buku menu ditangan.

"Permisi, Than khap.." si waiter meletakkan buku menu yang berada ditangannya pada permukaan meja. "Ingin memesan apa khap?"

Wayo mengambil buku menu dihadapannya. Membolak-balik sebentar sebelum menyebutkan pesanannya pada sang pelayan. "Daging babi bumbu bawang dan air putih dingin khap."

Waiter tersebut mengangguk. Menulis pesanan si pemuda mungil lalu beralih pada pemuda satunya.

"Sup daging dengan tahu dan air putih dingin khap." usai mengatakan pesanannya Phana langsung mengembalikan buku menu pada sang waiter.

"Chai khap. Harap tunggu sebentar Than khap."

Seperginya pelayan laki-laki tadi, Phana kembali melayangkan pandangan pada Wayo yang kebetulan juga tengah menatapnya. Ia bingung bagaimana cara menjelaskan perihal Ibunya pada anak itu. Mungkinkah Wayo siap untuk menikah? Phana berani bertaruh, jika dalam minggu ini ia membawa Wayo ke rumahnya, Ibunya akan langsung mengatakan tanggal pernikahan yang kemungkinan sudah diatur oleh sang Ibu.

Eh, tunggu, ia berpikir demikian seakan-akan Ibunya sudah pasti merestui.

Sungguh, Phana lupa jika Wayo adalah laki-laki. Sama sepertinya.

Bukannya menyuruh untuk segera meresmikan, Ibunya malah mengusir Wayo lalu mencarikan wanita tak dikenal untuk dijadikan istrinya. Itu bisa saja terjadi 'kan?

Berbeda dengan Phana yang tengah bergelut dengan pemikiran mengenai sang Ibu, Wayo justru sibuk mengagumi setiap inchi wajah rupawan pria didepannya. Dilihat dari segi manapun, pria itu terlalu sempurna untuk menjadi suaminya nanti.

Bayangkan saja, ia yang bertubuh pendek dan bertampang biasa-biasa saja bersanding dengan pria setampan Phana. Pasti akan terlihat sangat sangat kontras.

"Maaf menunggu lama Than khap.." suara si waiter berhasil memecah keheningan yang terjalin diantara Phana dan Wayo. Keduanya mengangguk sebagai balasan. Meletakkan pesanan yang dibawanya di atas meja, kemudian pamit undur diri setelahnya.

Mail Order BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang