.
.
.
.
.
Semilir angin yang menembus kusen menerbangkan rambut yang bergoyang mengikuti irama benda persegi panjang yang melaju dari jalanan Raj Path. Aroma asap kendaraan yang pengap namun teralihkah oleh jajaran pertokoan dan gedung pencakar langit yang membusung kokoh menarik penuh kekaguman dalam setiap penglihatan.
Ruhanika dan Nandini, dua sosok dari sekian banyak murid dalam bis pariwisata membunuh kebosanan dengan saling bercerita. Perjalanan dari Shimla yang membutuhkan waktu setidaknya delapan jam membuat lidah mereka kelu juga kaku dengan duduk pada kursi bis dengan daya tampung tiga orang setiap baris di bagian sisi kanan.
Jemari kecil Ruhanika gatal menyentuhkan pada kaca jendela mengukir sebuah pola bintang dengan ukuran tidak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa, "sampai kapan kita akan akan di sini?"
Itu bukan kali pertama gadis kecil itu mengeluh melalui pertanyaan yang sama, Nandini yang duduk di sebelahnya terlihat lebih tenang meski masih terlihat raut kebosanan dari wajahnya yang oriental, "sebentar lagi, kau dengar bukan bila jalan ini akan membawa kita sampai tidak kurang dari satu jam?"
"Itu sama saja masih lama," kerucutan di bibir Ruhanika terlihat jelas dari pantulan kaca jendela.
Roshni Puri tersenyum lembut, tangannya sibuk dengan sebuah bando Nandini yang sedikit rusak karena pegangannya hampir keluar dari kain bergambar teddy bear kesukaan gadis tersebut. Ia perlu sedikit memperbaiki dengan mengoleskan sedikit lem yang menjadi salah satu barang wajib yang mengisi tas tangan berwarna biru muda.
Pekerjaannya sebagai guru sekolah dasar yang membuatnya bersikap antisipasi menyiapkan benda-benda kecil namun di perlukan untuk memperbaiki setidaknya barang bawaan muridnya yang tidak jauh dari bahan plastik juga kain. Itu mainan anak-anak, namun cukup mampu membuat mereka terhibur juga cukup mampu membuat mereka terlihat imut di penghujung masa sekolah dasar.
Sebuah goncangan mendadak yang di yakini saat sopir bis menginjak rem hampir membuat Nandini terantuk punggung kursi di depannya. "Kau baik-baik saja?" Roshni mengelus dahi Nandini dengan cukup lembut, pekerjaannya telah selesai hingga membuat fokusnya dapat beralih pada sisi kanannya di mana dua muridnya duduk bersamanya.
"Uh, hampir saja kepalaku benjol."
"Itu tidak akan terjadi," guru berambut panjang tersebut tergelak. Masih memegang bahu Nandini dengan sedikit melirik pada Ruhanika yang terlihat menyandarkan tubuh kecilnya dengan bersandar pada kursi mencari kenyamanan. "Selama aku di sini, aku akan membuat kalian merasa aman. Itu yang ku janjikan pada orang tua kalian sebelum berangkat kemarin sore. Ku lihat sepertinya kau mengantuk."
"Aku tidak keberatan bila aku harus tidur lagi. Sepertinya akan lebih lama dari perkiraan."
"Aku mengerti itu. Kota besar memiliki kendaraan yang jauh dari yang kita duga. Saat macet akan bisa terjadi kapan saja. Tidurlah, teman-temanmu juga sepertinya lebih ingin tertidur saat ini."
"Kau tahu Bu guru?" mata itu terlihat ingin sekali di mengerti. Mengundang keingin tahuan dari lawan bicaranya. "Kemarin aku bermimpi tentang dirimu."
"Benarkah?" pembenaran yang cukup unik saat dengan nada suara yang cukup antusias akan membuat anak kecil merasa senang di perhatikan.
Deheman keluar oleh Nandini dengan anggukan kepala yang membuat poninya ikut bergerak. "Aku bermimpi saat kau duduk di depan api suci dengan seorang pria berbaju putih."
"Kenapa harus berbaju putih? Kenapa tidak berkuda putih?" Lengkingan protes dari Ruhanika menyela keduanya. Membuat Nandini berbalik dan mulai dengan penjelasan bak anak usia menjelang remaja.
"Itu mimpiku, bukan mimpimu."
"Tapi tetap saja, akan lebih manis dengan seorang berkuda putih yang akan menemani bu guru."
ВЫ ЧИТАЕТЕ
Remember Me √ | Terbit
Любовные романыMasa lalu kelam yang pernah di alami Faisal Thakur membuatnya tumbuh menjadi orang dengan tingkat keoverprotektifan yang begitu tinggi. Terutama saat ia memerlakukan Roshni Puri, sahabatnya yang begitu polos dan lugu---berbanding terbalik dengannya...
