19ㅡTell

12.8K 2.5K 159
                                    

Aku sibuk mengatur napasku. Setelah ia menyeretku pergi dan masuk ke dalam mobilnya, aku merasa bahwa aku akan mendapatkan masalah besar.

"Mengapa kau berani datang ke sini?" Ia akhirnya membuka pembicaraan setelah agak lama kami berdua saling berdiam diri.

"Aku menemani Hara," jawabku jujur.

"Bagaimana bisa kau memakai pakaian seperti ini? Kau ingin diterkam atau bagaimana?" Jimin mengusap rambut oranyenya sembari menatapku dengan pandangan yang sulit untuk dijelaskan.

"Bukan urusanmu." Aku mendelik sebal ke arahnya.

"Urusan mainanku juga menjadi urusanku, kuharap kau ingat itu."

"Aku tak pernah mengingat hal konyol semacam itu, Jim."

Ia menatapku dingin dan menusuk sebelum akhirnya berkata, "kau harus jauhi si Jepang, mengerti?"

Aku mengernyit heran, mengapa ia tiba-tiba membahas Hara?

"Tidak akan pernah! Hara adalah temanku," ucapku tanpa ragu dan malah dibalas dengan tawa meremehkannya.

"Bila ia temanmu, maka ia tidak mungkin melakukannya dengan Taehyung, bukan? Kau tidak tahu apa-apa!" Nada bicara Jimin tiba-tiba meninggi, aku merasa bahwa Jimin benar-benar lelaki yang penuh dengan kejutan.

"Kau juga tidak tahu apa-apa tentangku, Park Jimin!" sahutku tak mau kalah, sedangkan ia tiba-tiba terdiam sesaat ketika aku memanggilnya dengan nama lengkap, mungkin ia merasa bahwa aku sangat pemberani dengan membentaknya seperti itu.

Tapi jauh di lubuk hatiku, aku ingin rasanya merutuki mulutku yang terus mengatakan hal-hal seperti itu. Kuharap Jimin tidak melemparku atau membantingku ke tanah.

"Aku tahu." Ia menghela napas berat sebelum melanjutkan, "aku tahu bahwa kau menyukai seorang Kim Taehyung."

"Tidak, aku tidak menyukainya."

"Oh, Geurae?" (Benarkah)

Aku mengangguk walaupun sebenarnya ada sedikit kegelisahan di dalam sana, Jimin menatapku dengan ekspresi wajahnya yang datar.

"Kau mencintainya tanpa tahu lelaki seperti apa dia itu, kau berpikir seolah kau tahu segalanya tentangnya padahal kau sama sekali tidak tahu masa lalunya." Jimin mendesah pelan seolah penat dengan reaksiku.

"Apa kau dan Taehyung sedekat itu? Hingga kau berpikir bahwa kau tahu segala-galanya tentang Taehyung?" pada akhirnya aku menanyakan hal ini, hal yang membuat aku terus-menerus penasaran tentang mengapa ia bertingkah seolah ia tahu segala-galanya tentang Kim Taehyung.

"Ya, kami sangat dekat."

"Sedekat apa?"

"Kau tahu? Orang-orang bilang bahwa kami ini hampir bisa dikatakan saudara."

Napasku tercekat ketika mendengar jawaban dari Jimin, ini terlalu sulit untuk di percaya. Ia dan Taehyung sedekat itukah? Saudara? Oh, tidak mungkin. Aku ingat fakta bahwa Taehyung dan Jimin saling menatap penuh kebencian ketika Taehyung memukul Jimin di UKS setelah Jimin berniat melakukan hal gila padaku.

Jimin bahkan mengatakan bahwa ia bisa merebut mainan Taehyung kapan pun ia mau dan Taehyung harus tahu diri.

Aku menggeleng ketika pikiranku sibuk mencari jawabannya sendiri. Ya, ini salah. Bagaimana mungkin Jimin dan Taehyung dulunya bagaikan saudara? Saat ini bahkan mereka bisa saja saling membunuh satu sama lain tanpa ragu.

"Kau tak mempercayaiku?" Jimin mengetuk-ngetuk jarinya pada stir mobil dan kemudian menatapku. Aku menelan salivaku berat, lalu menggeleng dan tertawa renyah.

"Kau tidak punya bukti untukㅡ"

Kata-kataku terhenti ketika melihat tindakan Jimin yang meraih handphonenya dan menunjukkan sesuatu di sana, sebuah Foto. Fotonya dengan Taehyung yang sepertinya sudah lama diambil, kira-kira berapa tahun yang lalu?

"Tiga tahun yang lalu, kami bahkan satu pemikiran dan sejalan." Ia menjawab apa yang tengah aku pikirkan.

Semuanya kemudian tampak bagai kepingan-kepingan puzzle yang membuatku harus menyusun satu demi satu kepingan agar menjadi sempurna.

Aku memang tidak mengerti pola pikir Taehyung dan Jimin, dan sekarang aku tahu jawabannya. Ini tentu saja karena mereka memiliki pola pikir yang sama. Abnormal.

"Lantas apa hubungannya denganku? Mengapa kalian membuatku terseret pada kehidupan kalian?" Suaraku serak, aku rasanya menahan diri sedari tadi. Dan sialnya, Jimin malah tertawa sebagai balasan kedua pertanyaan serius dariku, maksudku aku benar-benar serius ketika menanyakan hal itu.

Kalian bayangkan saja, kehidupan normal yang baik-baik saja menjadi menyimpang jauh hanya karena dua lelaki gila yang terus ikut campur pada kehidupan kalian.

Hal ini jelas menyebalkan.

"Aku awalnya tidak tertarik sama sekali padamu, namun ketika mendengar rumor bahwa kau diperlakukan berbeda oleh Taehyung membuatku penasaran." Ia menatapku sendu, lalu kembali berujar dengan nada serius, "aku ingin menyelamatkanmu."

Dia bilang apa? Menyelamatkanku? Menyelamatkanku dari siapa? Ia bahkan sepertinya jauh lebih berbahaya dari seorang Kim Taehyung yang notabenenya adalah brengsek.

"Tidak, Jim. Berhenti mengatakan hal-hal yang tidak aku mengerti, kau membuat rumit pikiranku."

Ia meraih tanganku dan mengenggamnya erat.

"Kalau begitu, mari kuperjelas."

Kutatap kedua matanya dan beralih pada surai oranyenya sebelum akhirnya aku mendengar kalimat selanjutnya darinya yang berhasil membuat bulu kudukku meremang seketika.

"Taehyung tidak benar-benar menyukaimu, ia brengsek lebih dari yang kau kira."

Belum sempat aku menanyakan apa maksud dari perkataan Jimin, ia sudah lebih dahulu kembali memperjelas kalimatnya barusan.

"Taehyung hanya terobsesi padamu, Hyesun." []

Fall Apart Where stories live. Discover now