55ㅡScent

7.8K 1.7K 268
                                    

15 September 2007

"Ayah datang!" Hyesun memekik riang tatkala ia mendengar suara Ayahnya yang samar-samar, ia yang tengah berada di lantai dua langsung bergegas keluar kamar dan menuruni tangga.

Namun belum sempat ia sampai di pertengahan anak tangga, suara pekikan yang diiringi suara tangis adiknya Hyejin yang masih berumur satu tahun membuat Hyesun menghentikan langkahnya seketika.

Hyesun mengintip dari balik sisi pegangan tangga, matanya tiba-tiba berlinang saat ia melihat Ayah dan Ibunya tengah berhadapan.

Nyonya Kim tengah menggendong Hyejin kecil yang masih menangis, namun ia sepertinya tidak peduli tentang Hyejin yang menangis. Hyesun bisa melihat punggung Ibunya yang gemetar hebat, dan Ayahnya yang tengah menatap Ibunya.

Hyesun yang kala itu masih berumur tujuh tahun tentu tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi di sana, mengapa kedua orangtuanya terlihat tidak bahagia seperti biasanya.

Posisi Hyesun yang agak jauh dari keduanya membuat ia tidak bisa mendengar apapun, hanya suara tangisan Hyejin yang menggema di telinganya.

Saat ia mencoba kembali melihat keduanya, ia hampir memekik tatkala Nyonya Kim mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menampar Tuan Kim tanpa ragu.

Ia menangis. Ia menangis karena melihat Ayahnya ditampar, karena ia lebih menyukai Ayahnya dibandingkan Ibunya yang sibuk mengurus Hyejin kecil hingga melupakan dirinya yang juga membutuhkan perhatian.

Menurut Hyesun, hanya Ayahnyalah yang peduli pada dirinya. Ayah selalu membawakannya sebotol susu setiap harinya walaupun dirinya selalu pulang malam.

Setelah Nyonya Kim pergi ke kamar dan membanting pintu dengan kasar, Tuan Kim mengalihkan perhatiannya pada Hyesun yang berada di pertengahan tangga.

Hyesun kecil tengah menangis, dan ia tahu bahwa anak sulungnya itu menonton pertengkarannya barusan.

"Hyesun sayang, berhenti menangis. Ayah membawa banyak susu kesukaanmu." Kalimat tersebutlah yang diucapkan Tuan Kim saat menggendong Hyesun dan membawanya ke kamarnya.

"Mengapa Ibu menampar Ayah?" tanya Hyesun masih terisak.

"Karena Ayah sudah berbohong." Tuan Kim tersenyum miris, ia menurunkan Hyesun di atas ranjangnya.

"Mengapa Ayah berbohong?"

Tuan Kim mendesah pelan, "karena Ayah malu bila mengatakan hal sebenarnya."

"Ibu jahat, Ibu menampar Ayah!" pekik Hyesun tanpa peduli tentang tamparan tersebut adalah hukuman karena Ayahnya telah berbohong. Tangis Hyesun makin kencang, membuat Tuan Kim buru-buru membawa gadis kecil tersebut ke dekapannya.

Hyesun akhirnya berangsur-angsur berhenti menangis, ia memeluk Ayahnya semakin erat. Ia menyukai aroma Ayahnya yang sangat manis setiap kali Ayahnya pulang bekerja.

Aromanya seperti bunga yang baru saja mekar, sangat manis.

Hyesun akhirnya berangsur-angsur tertidur di dekapan Tuan Kim yang mengusapi punggungnya tanpa henti. Namun kalau tidak salah ingat, Hyesun sempat dibisikkan satu kata oleh Tuan Kim sebelum ia benar-benar jatuh tertidur.

"Maaf."

Ya, tanpa alasan dan sebab yang jelas.
Ayahnya meminta maaf pada dirinya yang kala itu masih berumur tujuh tahun dan sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi.

Fall Apart Where stories live. Discover now