Bab 2. 04

1K 177 26
                                    

Kemarin ketika mereka datang ke rumah Ajeng, rumah itu kosong. Hampir dua jam Brian dan Reisya menunggu di sana, namun tanda-tanda kepulangan dari sang pemilik rumah tak juga ada. Alhasil pasangan kakak-beradik itu memutuskan untuk menunda niat mereka. dengan harapan, semoga Ajeng masih bisa bertahan dan tidak drop tiba-tiba. Karena itu akan sangat berbahaya.

Hari ini mereka datang lagi kerumah Ajeng, berharap semoga ada seseorang yang bisa mereka temui hari ini, dan niat mereka untuk memberitahu tentang kondisi Ajeng sebenarnya terlaksana.

Anehnya Brian tak pernah merasa seantusias ini sebelumnya. Keinginan Brian untuk segera memberitahu orang tua Ajeng tentang kondisi anak mereka, sama besarnya dengan keinginannya untuk segera bertemu gadis itu. Salahkan Kakaknya yang semalam suntuk menceritakan seperti apa sosok Ajeng padanya. Tanpa membiarkannya melihat foto gadis itu. Brian itu termasuk dalam golongan manusia yang memiliki tingkat keingin tahuan yang tinggi. Bukan kepo, hanya terlalu penasaran.

"Ajeng itu ibarat hujan. Mungkin banyak orang yang tidak menginginkan kehadirannya, tapi sebenarnya, orang-orang itu membutuhkannya lebih dari pada yang mereka tahu."

Dan kata-kata yang diucapkan Kakaknya sebelum Brian memejamkan matanya tadi malam, sukses membuatnya membayangkan seperti apa gadis itu hingga tidak tidur sampai waktu menunjukan pukul dua pagi.

Pintu berwarna putih gading itu Reisya ketuk empat kali. Masih belum ada tanda pintu itu dibuka dari dalam, Reisya mengetuknya sekali lagi. Hingga percobaan yang ke empat barulah pintu itu terbuka. Gadis cantik dengan mata sehitam arang itu menatap mereka penasaran, di hari minggu pagi seperti ini, siapa dua orang tamu yang datang ke rumahnya?

"Maaf, cari siapa?" ucap Angel menanyakan.

"Begini. Bisa saya bertemu Ayah dan Ibu kamu?" dari yang Reisya tahu, gadis di depannya ini adalah Kakak dari Ajeng.

"Oh, mau ketemu Mama Papa. Silahkan masuk kalo begitu."

Setelah mempersilahkan tamu hari minggu itu masuk ke dalam rumah, dan memintanya untuk menunggu di ruang tamu. Angel naik ke lantai atas, memberitahu kedua orang tuanya jika mereka kedatangan tamu tak dikenal. Tak lama berselang, sepasang suami istri berjalan menuruni tangga melingkar di samping ruang tamu, di belakang mereka Angel mengikuti.

"Selamat pagi, maaf kami datang pagi-pagi di hari minggu begini." Brian yang bicara. Ia dan Reisya berdiri dari duduknya.

"Ah iya, tidak masalah. Tapi maaf, anda berdua ini siapa, dan ada keperluan apa datang kerumah kami?" Mario sebagai kepala keluarga yang menanyakan maksud kedatangan kedua orang tak dikenal itu.

"Nama saya Brian, dan ini kakak saya, Reisya. Kami datang kemari karena ada yang harus kami sampai kan..." sejenak Brian menatap Reisya di sampingnya. Kakak perempuannya itu tampak menegang di tempatnya. "Ini tentang Ajeng, putri bungsu Om dan
Tante."

***

Ajeng menelan tiga obat warna-warni dengan sekali teguk, dia menghela nafasnya berat ketika obat itu berhasil masuk ke dalam perutnya. Ajeng bisa merasakan tubuhnya yang berat, pandangannya juga mulai mengabur. Bangun pagi hari di tempat penuh udara segar tidak membuat tubuhnya terasa lebih baik. Entah kenapa. Padahal dia meminum obatnya.

Setelah memasukkan botol obatnya kedalam tas ransel, Ajeng dengan segera menggendong tasnya lalu keluar dari tenda yang sudah kosong. Meskipun rasanya hari ini ia hanya ingin berbaring seharian, nyatanya kegiatan camping hari ini tidak ingin Ajeng lewatkan. Menjelajah hutan, mengenal ragam satwa dan flora. Terdengar lebih menyenangkan dari pada hanya berbaring di dalam sleeping bag.

|| BOOK THREE : Yudjeng || Pasien No.25 (Complete)Where stories live. Discover now