BAB 5. MEMORI YANG TERTINGGAL

4 0 0
                                    

1.

Aku melihat secercah cahaya menyeruak masuk dari sebuah celah. Cahaya itu begitu menyakitkan mataku, membuatku memicingkan mata. Aku masih bisa melihat pendar cahaya, walau mataku tertutup. Tapi, aku tak bisa merasakan tubuhku, walau aku tahu tubuhku ada disini. Aku harus menggerakkan sesuatu, apakah itu jari tanganku, atau jari kakiku.

Ah, tampaknya aku berhasil menggerakan jariku. Sekarang aku harus membuka mataku, aku harus melihat apa yang terjadi di luar sana. Setiap aku membuka sedikit mataku, cahaya yang menyakitkan itu membuatku menutup kembali mataku. Tapi, aku tidak menyerah, aku mencoba berulang-ulang agar terbiasa. Makin lama, tampak samar-samar sebuah pemandangan. Aku mencoba menutup dan membuka mataku berulang kali, dan gambar itu makin jelas.

Sekarang, aku bisa melihat jelas pemandangan disekitarku. Aku sekarang tertidur di sebuah ranjang, dan aku berada di ruangan yang serba putih. Aku lihat di atasku, terdapat kantong infus tergantung. Dan aku merasakan sesuatu mengganjal hidungku. Sesuatu seperti pipa plastik masuk ke hidungku.

Tampaknya ini bukan surga.. aku tahu sekarang aku ada di mana.

Aku lihat tanganku tertancap jarum infus, dan tubuhku tertutup selimut tebal. Di samping kananku, aku melihat seseorang sedang tertidur. Dia tertidur sambil duduk dengan kepala tertelungkup di ranjangku. Aku juga melihat ada satu orang lagi yang tertidur di tempat duduk tamu di sebelah kanan ranjangku. Tapi, aku seperti mengenali orang itu. Akupun melihat dengan seksama.

"Ayah?" suaraku masih lemah.

Kalau begitu, orang yang tidur didekatku adalah.

"Ibu?"

Ibu langsung terbangun dan melihat kearahku. Tampaknya suaraku terdengar cukup keras, hingga membangunkan ibu. Ibu langsung menghambur ke arahku.

"Kaitou....Kaitou!...Kau sudah sadar, Nak," kata ibu dengan sedikit menangis.

Dan tampaknya ayah juga terbangun mendengar suara ibu. Ayahpun langsung berdiri dan menghampiri diriku.

"Kaitou... ahaha.. Akhirnya Kau sadar, Nak." Ayah terlihat terharu.

"Ayah... Ibu...." hanya itu yang bisa aku katakan.

"Kamu jangan banyak bicara Kaitou. Kamu baru saja bangun," pinta ibuku merasa khawatir.

Akupun kembali terdiam. Ketika aku terbaring, semua ingatanku kembali dalam sekejap. Dan dalam sekejap itu pula, aku teringat Yukino. Aku juga teringat Haruna, paman Akimichi dan bibi. Akupun teringat janji yang pernah aku ucapkan. Kemudian, tanpa sadar aku mulai berbicara.

"Ayah.. Ibu... Bagaimana dengan Yukino-san? Paman, Bibi... Haruna...."

Mendengar hal itu, ayah dan ibu saling menatap. Tampak ekspresi sedih, namun senyum juga menghiasi wajah mereka. Kemudian ayah membelai rambutku.

"Sudah, jangan khawatir Kaitou... Kau telah berjuang sangat keras. Sekarang saatnya Kau istirahat," kata ayah.

"Kami berdua bangga kepadamu, Nak....Jadi tak usah khawatir, dan beristirahatlah...," kata ibu menambahi.

Aku kembali terdiam, sambil menatap langit-langit kamar. Ayah dan ibu tampak melapor ke dokter lewat interkom, kemungkinan untuk cek up diriku yang sudah sadar. Aku sekarang seperti merasakan deja-vu peristiwa di masa lalu. Tapi, bedanya sekarang aku tidak merasa menyesali apa yang terjadi padaku. Saat ini di dalam hatiku, aku begitu ingin bertemu keluarga Akimichi, dan teman-temanku sang tiga serangkai. Bagaimana kabar keluarga Akimichi setelah jenasahYukino ditemukan? Bagaimana keadaan Hitoshi, Eijirou, dan Reiko setelah kejadian kemarin?

Kaitou - KAMIKAKUSHI - A girl as cold as snowحيث تعيش القصص. اكتشف الآن