Menjaga Hati

2 0 0
                                    


Kesabaran sejatinya selalu Allah swt. tempa setiap detik, setiap saat selama hayat masih dikandung badan. Bukan pekerjaan mudah. Pun bukan sesuatu yang tak mungkin dilakukan oleh manusia, khususnya kaum Muslim.

Memang, Allah swt. telah anugerahi manusia tiga potensi, potensi kebutuhan hidup (hajat udwiyyah), potensi naluri (gharizhah), dan akal untuk berpikir membedakan yang haq dengan bathil. Ketiga potensi ini sejatinya berjalan beriringan. Juga menjadi suatu keharusan untuk dipenuhi. Pemenuhan ini yang akan menentukan derajat seorang Muslim di hadapan Rabb-nya. Allah swt. Sang Pecipta (Al-Khaliq) sekaligus Pengatur (Al-Mudabbir) dalam kehidupan ini.

Apakah manusia mau taat atau maksiat?

Apakah akal yang fungsinya membedakan haq  dan  bathil sudah digunakan dengan optimal?

Ini juga berpengaruh terhadap pemenuhan dari kebutuhan jasmani dan naluri. Apakah keduanya sudah dipenuhi sesuai dengan aturan Allah swt. ataukah belum, atau justru menistakan. Untuk kebutuhan jasmani sudah Allah swt. tegaskan bahwasanya umat Muslim haruslah memenuhi asupan dengan cara halal dan zat yang toyyib. Juga berbagai pemenuhan jasmani lainnya yang dijelaskan di as-Sunnah. Sedangkan, untuk pemenuhan naluri, maka sejatinya dia akan kentara tersebab adanya rangsangan dari luar dirinya. Kadang harus dipenuhi. Namun juga bisa untuk tidak dipenuhi, yang ini akan berefek kegalauan sesaat. 

Naluri ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu naluri mempertahankan diri (baqa'), naluri melanjutkan keturunan ataupun berkasih sayang (nau'), dan naluri beragama (tadayyun). Ketiganya butuh dipenuhi dengan pemenuhan yang benar dan tepat. Jika tidak, pastilah akan menimbulkan kerusakan. Sebagaimana dengan naluri baqa', jika pemenuhannya tidak sesuai dengan rambu-rambu Allah swt. pasti akan menimbulkan petaka bagi empunya. Misal, rasa marah. Tatkala marah ini tidak disalurkan dengan benar bisa jadi akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sebut saja marah dengan teman karena melakukan tindakan yang merugikan diri kita. Jika kita mengedepankan marah dan tidak berpikir terlebih dahulu pasti akan menimbulkan sesuatu keburukan. Padahal tabayyun lebih beradab daripada marah tanpa kejelasan. Padahal bahasa ahsan lebih mudah diterima daripada cacian. 

Lagi-lagi, karena kurang sabar akan menghancurkan kepercayaan bahkan hubungan yang sudah dibangun. Alih-alih mendapat kejelasan justru akan membawa pada penyesalan. 

Menjaga hati agar selalu terjaga dan terpaut dengan Allah swt. bukan hal yang mudah. Terlebih di tengah kondisi yang saat ini begitu jauh dari rambu-rambu Allah swt. Dimana ketika menjadi sosok yang taat, terikat dengan rambu-rambu Allah swt. diberi label-label yang justru semakin menjauhkan kaum Muslim itu dari rambu-rambu tersebut. Jadilah islamophobia merasuk ke dalam jiwa-jiwa kaum Muslim. Walhasil, membuat kaum Muslim mencukupkan diri mengambil sebagian aspek terkecil dari rambu-rambu Allah swt. seperti cukup dengan menjaga sholat, sudah berpuasa, dan membayar zakat. Padahal rambu-rambu Allah swt. tak sebatas pada aspek ritual semata, namun ada yang lain seperti perintah untuk tidak mendekati zina, tidak riba, dan yang lainnya. 

Karenanya, bagi diri sendiri tak cukup hanya beristighfar. Namun juga harus menempa diri dengan mencari orang lain maupun sekelompok yang senantiasa mengingatkan dan mengajak pada kebaikan. Agar senantiasa terjaga dan tak mudah untuk dipalingkan kepada hal-hal yang akan merugikan diri sendiri. 

UntoldWhere stories live. Discover now