Menggapai CintaNYA (CHAPTER 02)

59 1 0
                                    

"Bismillah... Nazla, maukah kau menikah denganku?"

"sekali lagi, maukah kau menikah denganku?"

Kalimat yang Farzan lontarkan terus mendengung dikepalanya. Beribu kali ia beristigfar agar ia tak lupa akan jati diri. Baru kali ini Nazla dilamar oleh seseorang, bahkan oleh dosennya sendiri. Ia tak ingin mempercayainya namun begitulah adanya. Memang sudah terjadi dan tak bisa dipungkiri bahwa Farzan mengajaknya untuk menikah.

Ice cream stoberinyapun dibiarkan meleleh hingga menjadi cairan karena ia terus memikirkan lamaran tersebut dan terabaikan.

Haruskah ia ceritakan pengalaman pertamanya ini pada sang Ibu? Apakah sang Ibu mengijinkan ia menikah dengan Farzan yang berstatus sebagai dosen? Lalu bagaimana dengan kuliah Nazla? Haruskah ia berpindah universitas?

"Ya Allah..."

"Bu..." panggilnya lewat telepon. Setelah Farzan pulang dari sekitar rumah Nazla ia langsung menghubungi sang bidadari tak bersayapnya itu lewat sambungan telepon. Ia ingin meminta keyakinan saja bahwa keputusannya adalah benar.

"ada apa Farzan? Tak biasanya kamu telepon Ibu duluan." Sang Ibu peka akan perasaan anaknya yang memerlukan bantuan darinya.

"baru saja Farzan mengajak seseorang untuk menikah."

"Subhannallah.. benarkah? Kamu tak mempermaikan Ibu kan Farzan?"

"benar bu.."

Ia merasakannya bahwa sang Ibu begitu terharu dan lega atas infromasi yang membahagiakan bagi Ibunya ini.

"tapi Farzan belum Ta'aruf secara baik-baik bu. Dia adalah mahasiswa di universitas Farzan mengajar. Namanya Nazla."

"mengapa kau memilih seorang mahasiswa?"

"ceritanya panjang bu.. Farzan hanya ingin minta restu dari Ibu, semoga keputusan Farzan benar."

"akan ada saatnya Farzan mengajak Ibu untuk kerumahnya. Doakan saja biar lancar."

"tentu saja anakku."

"kalau begitu Farzan undur pamit. Maaf mengganggu waktu luang Ibu. Wassalamualaykum." Pamit Farzan dengan hormat.

"Waalaikumsalam.."

Sambunganpun terputus. Telapak tangannya yang menggenggam erat hape diturunkan kemudian disimpan pada saku celananya yang berbahan katun itu. Dadanya naik turun dengan tenang kemudian kembali rileks. Berinteraksi dengan Ibu membuat Farzan merasa lega. Kini ia merasa yakin dengan keputusannya. Walau hanya beberapa persen namun ia hanya bisa berserah diri pada sang Maha Cinta agar urusannya bisa terlaksanakan. Tentu untuk melamar Nazla secara baik-baik dihadapan kedua orangtuanya. Ia butuh persiapan.

"Astagfirullah aladziimm..." ucapnya dalam hati. Baru saja ia meninggalkan rumahnya tidak lebih dari satu jam, sebagian isi lemarinya kini terlihat kosong. Dikemanakan semua gamis dan kerudungnya? Apa jangan-jangan Ibu membakarnya lagi?

'Ya Allah.. kuatkanlah hati hambamu ini, dan ampunilah orang tuaku'

Ia hanya berdiri-membatu. Marah pada sang Ibupun ia enggan. Sudah capek untuk rIbut bersama seseorang yang ia amat cintai.

Kini, hanya ini satu-satunya gamis dan kerudung yang Nazla miliki. Beruntung ia mengenakan gamis ketika berlari dari rumah. Waktu sudah menjelang magrib, dengan langkah pelan ia masuk kedalam kamar mandi.

'haruskah aku pergi dari rumah ini? Bahkan aku takut jika aku menanggalkan gamisku ini, Ibu merampasnya dan membakarnya sampai habis.'

Dengan percaya diri, Nazla berangkat kuliah dengan tampilan memakai celana Training dan kaos lengan panjang yang sudah belel. Itu lebih baik daripada ia harus mengenakan celana Jeans ketat yang masih saja tertinggal dilemarinya. Ia mencoba beristiqomah dengan tujuannya yang sedang mencari ilmu itu. Tak apa jika banyak orang yang menyinyir dengan penampilannya yang disamakan dengan gembel jalanan. Yang terpenting ia bisa menjaga auratnya dari kaum-kaum jelalatan.

Menggapai CintaNYAWhere stories live. Discover now