Chapter 18

21 7 7
                                    

(Tragedi)

Di hari minggu yang cerah aku, Rena-senpai, Minami-senpai, Utao-senpai dan Ryuuji sedang menunggu kedatangan Airi di sebuah taman yang sepi untuk berkemah di dataran bawah kaki gunung milik pribadi dari keluarga Rena-senpai.

Di dalam situasi menunggu, hatiku merasa tidak enak pada yang lain karena Ryuuji memasang wajah cemberut semenjak kami tiba di taman ini. Ryuuji sedang marah padaku karena aku memaksanya untuk ikut berkemah hari ini.

Sebenarnya aku sudah tahu bahwa Ryuuji akan menolak sebelumnya. Aku yakin jika apa pun kegiatan dengan ketidak hadiran Kagami akan ditolak olehnya. Dan pada saat Ryuuji menolak ajakanku kemarin, emosiku memuncak.

Kemarahanku saat membentak Ryuuji sebenarnya juga beralasan. Aku tidak ingin Ryuuji terus bergantung pada seseorang. Aku tahu dampak buruknya karena terus bergantung pada seseorang. Aku ingin dia bisa berteman dengan siapa saja. Saat kegiatan sekolahnya kemarin, Aku mendapatkan laporan dari guru di sekolahnya bahwa Ryuuji kembali sulit untuk berinteraksi dengan teman-teman lainnya. Mungkin saat itu rasa khawatir dan amarahku muncul, hingga keluarlah perkataan dengan nada tinggi dan kami bertengkar untuk pertama kalinya semanjak orangtua kami meninggal.

"Sakura-chan, apa temanmu masih lama?"

Minami-senpai mulai menanyakan kedatangan Airi. Kami sudah menunggunya lebih dari 15 menit. Aku yakin mereka mulai cemas karena terus menunggu.

"Dia bilang akan datang tidak lama lagi."

"Begitu, yah. Aku khawatir ada sesuatu yang menimpanya."

Aku juga demikian. Saat aku mengajaknya kemarin, Airi bilang akan meminta ijin dulu pada orangtuanya. Aku khawatir jika mereka juga terlibat pertengakaran seperti aku dan Ryuuji kemarin.

"Aku akan..."

"Mungkin itu temanmu!"

Rena-senpai memotong ucapanku setelah melihat dua mobil sedan berwarna hitam datang ke arah kami. Di tempat ini hanya ada kami. Dan taman ini juga masih milik pribadi dari keluarga Rena-senpai. Jadi aku yakin kedatangan mobil itu untuk menemui kami.

"Apa kau sudah memberitahu bahwa kami akan berterima kasih padanya?"

Aku yakin bahwa Rena-senpai sudah memberitahu pada Utao-senpai dan Minami-senpai tentang ajakan nonton film di bioskop melalui pesan itu. Dan Minami-senpai tidak terlihat canggung atau merasa tidak enak hati saat menanyakan hal tersebut padaku.

"Belum. Kemarin aku lupa untuk memberitahunya."

"Baguslah. Kami berencana memberikan sedikit kejutan untuk temanmu itu nanti."

"Hem."

Sejujurnya aku juga masih belum berterima kasih padanya.

"Airi..."

Wajah gembira kami untuk menyambut kedatangan Airi turun dari mobil berubah menjadi rasa takut saat lima pria berbadan besar mendatangi kami dengan berwajah dingin.

"Apa yang kalian lakukan!"

Ucapan keras dari Utao-senpai tidak didengar oleh pria-pria berbadan besar itu dan langsung membekam dari masing-masing mulut kami dengan sebuah sapu tangan. Aku mencium bau menyengat dari sapu tangan itu dan membuat badanku melemah hingga akhirnya aku tak sadarkan diri.

(I)

"Sakura-chan, Sakura-chan..."

Suara itu terus terdengar hingga aku terbangun.

Saat aku membuka mata, aku melihat Utao-senpai, Minami-senpai, Rena-senpai sedang duduk dengan wajah cemas di dalam kurungan besi seperti dalam penjara. Hanya saja jeruji itu lebih kecil dan tembok dari ruangan yang berada di bagian luar ini seperti gubuk kecil dengan dinding sebuah papan.

Anata no Egao (Senyumanmu)Where stories live. Discover now