Lembar Ketiga

1.7K 143 29
                                    


Baru kali ini Nathan merasa semangat menginjakkan kakinya di sekolah, hari ini ayahnya memaksa mengantarnya ke sekolah dan itu menambah semangat Nathan, saat sang ayah berkata kalau nanti ibu kandungnya yang akan menjemput. Membuatnya merasa bahwa perpisahan itu tidak pernah terjadi. Nathan sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Jika dan mengucapkan terima kasih kepada Jika. Dan benar saja, Jika sedang duduk sendirian di kursi di depan kelas mereka. 

"Ka," panggilnya pelan, membuat Jika yang tadi sibuk dengan kertas warna – warni di tangannya menoleh dan memberikan senyuman lebar kepadanya. 

"Ekh elo Nath, sini duduk," Nathan mengangguk, mengambil tempat di samping Jika. 

"Udah sembuh lo??" tanya Jika sembari memasukkan lipatan kertas itu di sebuah toples. Nathan yang mendapat pertanyaan itu mengangguk pelan. 

"Sejujurnya gue gak pernah sakit yang benar – benar sakit," Jika terkekeh. 

"Gue tahu, lo cuma kangen sama nyokap lo, dan ngelihat lo bersinar kaya gini, gue yakin lo udah ketemu nyokap lo," Nathan tersenyum menanggapi itu, kemudian menghela nafas panjang menatap wajah Jika yang selalu terlihat pucat itu. 

"Ka, makasih buat semuanya," Jika yang mendengar itu menoleh, menatap Nathan dengan dahi berkerut. 

"Emang gue ngapain??" Nathan menghela nafas panjang. 

"Makasih udah ajarin gue cara nerima semuanya, dan bener kata lo, kalau gue akan bahagia, gue bahagia Ka, gue bahagia.." Jika tersenyum, menepuk pundak Nathan sembari memamerkan senyuman manisnya. 

"Semua orang berhak bahagia," Nathan mengangguk kemudian menatap lama wajah Jika, anak laki – laki yang saat ini memilih memakai jaket abu – abu itu menatap Nathan bingung. 

"Ka, maafin gue kalau pertemuan pertama kita gak begitu menyenangkan, tapi lo mau kan jadi temen gue??" Jika terkekeh, namun kemudian tertawa terpingkal, menepuk pundak Nathan berulang kali. 

"Lo lucu Nath, gak perlu lo minta, gue udah anggep lo temen gue, makanya gue peduli sama lo," Nathan tersenyum malu dan itu membuat Jika tersenyum simpul. 

"Mulailah bersosialisasi dan berteman baik dengan semua orang," Nathan mengangguk. Dia akan belajar semua itu. Dia akan belajar bagaimana menjadi teman yang baik dengan Jika. Alvin dan Rifki yang melihat itu dari kejauhan tersenyum tipis. 

"Rif, lo ingat gak pertemuan pertama kita sama Jika, kita bahkan jauh lebih jahat dari Nathan," Rifki mengangguk. Tentu saja dia mengingatnya. 

"Gue inget, bahkan kita berdua hampir di tendang dari sekolah ini sama kakeknya, tapi sekarang kita bertiga sahabatan, jadi gak memungkiri kalau Nathan akan menjadi pelengkap kita," Alvin mengangguk. 

"Tapi gue kok ngerasa kalau Jika.."

"Gue gak suka bahas itu, inget kata Jika, nikmati aja hari ini, kita hampiri mereka??" Alvin mengangguk menerima rangkulan Rifki menuju tempat dimana Jika dan Nathan sedang mengobrol ringan. 

"Ingat Rif, jangan dikagetin," Rifki yang diingatkan seperti itu mendengus sebal. 

"Gue tahu," mereka berdua kompak terkekeh dan kedatangan mereka disambut senyuman lebar Jika. Mulai hari itu mereka berdua sama – sama berusaha untuk tidak mengungkit soal pergi dan mati. Karena mereka percaya bahwa apapun yang digariskan Tuhan untuk Jika adalah yang terbaik. Dan menikmati kebersamaan mereka hari ini adalah pilihan yang terbaik.




JIKA

JIKAWhere stories live. Discover now