Lembar Kelima

1.4K 142 24
                                    


Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang keluarga, semuanya nampak diam dan terlarut dalam pikiran masing – masing, semuanya memikirkan satu orang yang sama.

 "Apa Jika udah mulai capek?" Sandi buka suara, dia mengingat keluhan Jika yang mengatakan kalau dirinya sudah lelah dengan semuanya. 

"Apa maksud kamu Sandi?"

"Kasihan Jika, dia bertahan untuk kita tapi dia juga rindu kedua orang tuanya," semuanya menghela nafas panjang.

 "Kondisi psikisnya menurun akhir – akhir ini, apa sebenarnya Jika tidak pernah menerima kepergian kedua orang tuanya?" hening untuk sesaat setelah Rio mengatakan hal menyedihkan itu.

"Aku rasa bukan, melupakan dan merelakan adalah hal yang berbeda, mungkin Jika udah relain kedua orang tuanya, tapi dia belum lupa dengan kejadian itu,"

"Kakek.. nenek," suara lemah itu membuat mereka menoleh dan mendapati Jika berdiri di ujung tangga.

 "Jika sayang, kamu kenapa keluar dari kamar?" mereka tergopoh menghampiri Jika, Indra merangkul tubuh cucunya , mengusap surai hitamnya lembut. 

"Jika kangen Ayah sama Bunda," suara parau itu membuat semua orang tercekat. 

"Ini udah sore banget sayang, hampir malam besok aja yaa," Jika menggeleng dia benar – benar merindukan kedua orang tuanya. Rio mendekat menghadap keponakanya dan tersenyum sedih saat melihat tatapan hampa dari manik kembar Jika. 

"Yaudah kita antar yaa, Jika mau sama siapa?"

"Terserah,"

"Om gendong yaa," Jika menggeleng, "Tapi kamu masih lemes sayang,"

"Jika mau jalan," mereka menghela nafas panjang kemudian mengangguk memilih menurut saja apa yang di inginkan Jika.




JIKA


Jika duduk Diantara makam kedua orang tuanya, dia terdiam untuk sesaat memilih untuk memandangi Nisan yang menggoreskan nama kedua orang tuanya. Suasana hening untuk sesaat, hingga kemudian terdengar isakan kecil dari Jika, Indra dan Heru akan mendekat kalau tidak ditahan oleh Rio, mereka memilih menatap Jika dari kejauhan agar tidak mengganggu momen kebersamaan mereka. 

"Ayah.. Bunda Jika kangen sama kalian, kenapa kalian ninggalin Jika? Kenapa nggak ajak Jika? Selama ini Jika udah jadi anak yang kuat, Jika nerima kalau kalian udah nggak bisa Jika sentuh, tapi Jika nggak bisa lupa sama hari itu, Jika nggak bisa lupa, kejadian itu selalu hadir di mimpi Jika, lihat bagaimana wajah ayah dan bunda khawatirin Jika maafin Jika yang udah buat kalian khawatir maafin Jika yang selalu buat kalian khawatir, maafin Jika," 

Jika terisak hebat, rasa penyesalan mendadak mampir di benak Jika saat mengingat kembali kejadian paling mengerikan dalam hidupnya. 

"Argh‼‼ kenapa kalian harus pergi!" Jika menjerit histeris, remaja itu terisak hebat sama seperti saat dia sadar dan mengingat kedua orang tuanya. 

"Kenapa?" pertanyaan itu terdengar lirih, namun desau angin berhasil sampai ke gendang telingan dua keluarga yang sempat berseteru itu. Jika mungkin menerima, Jika mungkin merelakan namun Jika juga manusia yang terkadang naif , Jika masih muda untuk mengalami hari – hari yang berat, dia masih muda untuk mengerti betul tentang dunia. Bagaimanapun Jika juga seorang remaja yang terkadang memiliki titik labil dan titik jenuh, Jika menunjukkan sisi rapuhnya yang dia harap seseorang datang merengkuhnya. Rio merengkuh Jika erat, membisikkan kata penenang di telinga keponakannya, berulang kali mengusap puncak kepala Jika lembut, Jika semakin terisak di pelukan Rio. 

JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang