chapter 1 : Hidup Itu Ribet Titik!

98 5 7
                                    

Hidup itu ribet titik!

Bangku taman siang itu nampak sepi. Hanya dua pria frustasi yang terlihat disana.
"kau pernah coba hitung berapa banyak bintang di angkasa?" Zaki bersedekap sambil menggenggam segulung kertas ditangan kirinya. Pandanganya seolah yakin menatap masa depan. Kaki tangguhnya ia gunakan untuk menopang badannya yang proporsional itu.
Pria yang duduk dibelakangnya bingung dengan pertanyaan seorang ambisius dihadapannya. Ia menghampiri, lalu memukulkan setumpuk skripsi yang tak kunjung di ACC ke kepala sahabatnya itu.
"Aduh!" teriak Zaki.
"Omonganmu sok tinggi, skripsi aja gak kelar-kelar," Wildan merangkul temannya, lalu berjalan meninggalkan bangku taman tersebut.
"Ya gue bingung aja gitu. Apa yang kurang sama nih skripsi? Apa mungkin bapak Tio punya masalah pribadi ya ke gue?"
"Coba aja lo tanya langsung ke Pak Tio," ucap Wildan, Zaki menatap sinis. "Ya tadi kan lo yang bilang kalo Pak Tio punya masalah pribadi sama lo. Ya coba aja lo tanya mungkin dengan begitu skripsi lo bakal lancar."
"Alah pokoknya hidup ini ribet titik! Coba aja kalo gue punya pacar, pasti gue gak bakalan sesedih ini."
"Heh!" Wildan menjitak kepala Zaki. "Gak ada hubunganya kali sama pacar."
Allahu akbar Allahu akbar, suara muadzin berkumandang. Zaki dan Wildan segera untuk menuju ke Masjid sekarang.
"Sholat sholat sholat.." Zaki berlagak mengingatkan.
"Ini nih, ngajak sholat pas lagi ada maunya doang. Kalo lagi seneng lupa sama Allah. Kalo lagi sedih bilangnya ya Allah kenapa hidup ini gak adil buat aku"cibir Wildan. Zaki tak menjawab cibiran itu. Zaki marah, tapi ia pun menyadari hal itu. Zaki pun berjalan sendiri.

o0o0o

Zaki ditemani dengan setumpuk buku yang tebalnya sudah seperti lipatan baju yang sudah tiga hari belum terlipat. Sudah 3 bulan ini ia bergelut dengan buku-buku tebal yang mungkin selama ini belum pernah ia baca.
"Bersahabatlah" Zaki mendengus pasrah. Buku Teori Ekonomi menjadi santapan pertamanya.
Zaki membacanya dengan penuh hikmat. Namun belum habis lima lembar yang ia baca, raut wajahnya sudah menunjukan bahwa ia sangat bosan. Nampaknya keadaan semacam ini tak bisa terus ia hindari. Zaki ke dapur mencari sesuatu disana.
"Ketemu" Zaki meringis. Ia mengambil sebungkus kopi dan menyeduhnya sampai ia kembali lagi dengan tugasnya itu. Sial! Nampaknya belajar sangat menguras energi. Zaki kembali bergegas ke dapur. Kulkas menjadi tujuan utamanya. Seumur hidup Zaki belum pernah merasakan yang namanya masak. Tapi kali ini dia harus masak. Karena waktu sudah larut malam, Zaki tak enak hati untuk membangunkan bibi yang sudah tertidur. Apa boleh buat.
Ia mengambil sebutir telur dan sebungkus mie. Dengan resep yang ia dapat dari mbah google terciptalah mie rebus ala chef Zaki. Zaki menjadi percaya diri sekarang. 'Jadi chef enak juga kali ya'batin nya.
Mie yang tak berfaedah itu akhirnya rampung, walaupun sedikit bagian bawahnya keras karena gosong. Tekstur mienya juga bagus seperti karet yang direndam bensin selama dua malam. Tampilannya pun menarik dengan toping irisan tomat dan tunggu kenapa ia menambahkan chery? Hsss! Anak ini benar-benar. Kali ini Zaki benar-benar siap dengan tugasnya.
o0o0o

Bergelut dengan penulisan skripsinya ini sampai-sampai harus merelakan hampir seperempat waktu bermainnya. Mau tidak mau ini harus ia lakukan. Semakin cepet ia menyelesaikan skripsinya semakin cepat juga bebanya ini berakhir.
Bosan? Jelas. Bayangkan Zaki yang jarang sekali membaca buku, karena tugas ini ia harus membuka belasan bahkan puluhan buku yang tebalnya pun bukan main-main. Sudh pasti ini membuat nya setengah mau gila karenanya.
Tidak ada hal lain yang membosankan selain membaca. Bagi Zaki tidak masalah ia harus menunggu seseorang dalam waktu yang cukup lama dibanding harus membaca buku meskipun dalam waktu dua menit saja.
Yang lebih nyesek nya lagi, selalu ia dapatkan hasil yang sama saat ia menghadap pak Tio.
"Tolong perbaiki lagi" pak Tio menyodorkan kembali tugas akhir dari Zaki. Zaki melongo.
"Masih salah pak?" tanya Zaki lesu.
"yaa, kamu lihat sendiri sajalah gimana" jawab pak Tio seenaknya. Zaki keluar meninggalkan ruangan pak Tio.
"Dasar dosen kiler, seenaknya saja nyoret-nyoret tulisan orang, gak tau apa orang buatnya susah payah, ada aja yang salah, mending kalo diomongi salahnya gimana lah ini kamu lihat saja sendiri . Huh! Kalo bukan dosen aja udah gue tampol deh tuh orang" Zaki mengomel sendiri. Hampir saja pak Tio yang tak sengaja melewatinya mendengarkan celotehannya. Tak terbayang apa jadinya kalo sampai pak Tio mendengarnya tadi. Mungkin pada saat itu juga Zaki langsung di DO dari kampus itu.
"Heh! masih belum di ACC juga?
"Sabar, hidup itu butuh perjuangan. Nikmati saja setiap prosesnya" Wildan yang tak sengaja bertemu Wildan di depan ruaangan pak Tio menasehatinya. Dari raut wajah Zaki saja sudah bisa tertebak apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.
"Ngomong apa sih?
"Skripsi gue di ACC bro...!
"Sory ya. Gua duluan wisudanya. Haha......!" anak itu benar-benar. Setelah beberapa detik yang lalu hampir kena sembur pak Tio dan sekarang tega membohongi sahabat nya sendiri. Zaki melompat kegirangan dan meninggalkan Wildan.
"Zak..hei Zak. Gak bisa gitu dong masuk bareng keluar juga harus bareng. Hei!" Wildan menyusulnya.
Zaki tertawa lepas dikantin. Ia berhasil menipu sahabatnya. Hampir saja Wildan jantungan karena tingkahnya. Wildan mengutuki sahabat nya itu habis-habisan.
"Gue gak ngerti lagi deh apa maunya bapak itu" Zaki memukul meja cukup keras. Pandangan semua orang di kantin tersebut tertuju kepada Zaki sekarang. Zaki celingukan. Wildan kaget, wajahnya horor menatap Zaki.
"Selalu aja ada yang salah. Nggak pernah bener! Ini lah itulah. Main seenaknya aje die nyoret-nyoret kertas gue. Yang lebih bikin gue frustasi lagi, tuh bapak gak ngomong salahnya gimana. Sumpah! Gak ngerti lagi gue" Zaki meluapkan kekesalanya.
Bagi Zaki hanya ada satu dari seratus orang di dunia ini yang seperti pak Tio. Dosen kiler, yang gak pernah basa-basi kalo soal mengajar, dan seenaknya saja memberikan tugas dan nilai. Setiap satu langkahnya saja masuk ke kelas Zaki akan langsung tahu kalimat apa yang akan dibicarakanya.
"Tugas minggu kemarin silahkan keluarkan, bapak mau lihat!" sekejap saja baginya untuk mengoreksi tugas-tugas dari dua puluh empat siswanya dikelas tersebut lalu berganti lagi ketugas berikutnya. Begitu seterusnya. Betapa hal ini tidak membuat Zaki muak. Dan sekarang dia harus sering berhadapan empat mata dengan dosen ini. Astaga! Zaki seperti kehilangan akal sekarang. Setiap pandangan yang dihasilkan dari dosen ini berhasil membuat siapa saja yang memandangnya langsung pasrah terdiam dan tak berani berbuat apa-apa lagi. Sabda-sabda yang keluar dari mulutnya seolah tak terbantahkan oleh siapapun.
"Monster tua!" begitu Zaki menjulukinya.

o0o0o

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang