20b

39K 3.4K 106
                                    

"Ada apa, Mom?" Rick yang baru saja datang bersama istri dan putri kecilnya yang baru berusia dua tahun, menatap Amy heran.

Mommynya terlihat sangat cemas. Padahal tadi pagi saat ia mengundang Rick dan keluarganya untuk makan malam di rumah orang tuanya, Mommynya terdengar sangat antusias.

"Dariel." Amy menjelaskan.

"Ada apa dengan bocah satu itu? Apa dia terlibat masalah lagi." Ya, tidak jarang Dariel berbuat ulah seperti balap motor dan tawuran.

Kadang Rick heran jika ada yang bilang Dariel itu sangat dewasa. Dewasa dari mananya? Adiknya itu sangat labil dan senang melakukan hal-hal berbahaya. Karena itu Rick suka sekali menyebutnya bocah.

"Mommy tidak tahu dia di mana." Tidak mau membuat cucunya heran dengan tingkahnya, Amy beralih pada istri Rick. "Lutfi, kau bawa Yessy ke dalam. Mungkin dia sudah lapar. Sepertinya kami harus mencari Dariel."

"Baiklah, Mom. Hati-hati di jalan." Lutfi segera menggendong Yessy lalu membawanya ke dalam rumah.

"Kita mau cari Dariel ke mana?" tanya Rick bingung karena mendadak Mommynya memutuskan untuk mencari Dariel. "Memangnya Dariel kenapa, Mom?"

"Tadi pagi Mommy menyita motornya dan menyuruh sopir yang mengantar." Amy menjelaskan seraya masuk ke mobil Rick yang diparkir di halaman rumah diikuti Rick. "Ternyata dia kabur dari sekolah dan sampai sekarang belum memberi kabar." Amy menjelaskan dengan nada panik.

Sebenarnya Amy yakin Dariel pergi ke studionya menemui Aira. Harusnya dia tidak khawatir. Tapi entah mengapa perasaannya gelisah.

"Sudah coba hubungi ponselnya?" tanya Rick sambil melajukan mobil.

"Sudah, tapi tidak diangkat."

"Lalu kita harus ke mana?"

"Ke studionya. Dia pasti ada di sana."

Rick terlihat bingung. "Bukankah Dariel sudah biasa menginap di studionya? Memangnya ada masalah apa? Sampai Mom juga menyita motornya."

"Dariel menjalin hubungan dengan wanita yang lebih tua. Mommy tidak setuju."

Rick mendesah. Dia bisa menebak apa alasan Mommynya melarang Dariel. Pasti karena kisah asmara yang kandas antara Mommynya dan Papa Rick. "Mom, tidak semua hubungan dengan wanita yang lebih tua akan berakhir seperti yang pernah Mom alami."

"Jangan mulai menceramahi Mommy, Rick. Mommy hanya melakukan apa yang menurut Mommy terbaik bagi Dariel."

Sekali lagi Rick mendesah tapi memilih tidak membantah.

"Semoga Dariel baik-baik saja. Perasaan Mom sangat tidak tenang." Amy mengatupkan kedua tangan di depan dada. Pandangannya menyapu jalanan yang sudah gelap dengan gelisah.

"Dia hanya patah hati, Mom. Mungkin dia akan menghancurkan barang-barang untuk melampiaskan sakit hatinya." Rick berkata demikian dari pengalaman teman-temannya. Dia sendiri belum pernah merasakan patah hati—dan semoga tidak akan pernah. Sebelumnya tidak ada wanita yang benar-benar disukai Rick sehingga saat mereka berpisah, tidak ada sakit yang membekas. Hanya istrinya yang begitu ia cintai dan sejauh ini hubungan mereka sangat harmonis.

"Apa itu mungkin?" tanya Amy makin khawatir. "Bagaimana kalau Dariel melukai dirinya sendiri?"

"Mungkin dia melakukannya. Tapi Rick yakin dia tidak akan bunuh diri. Orang yang sudah pernah melewati kematian pasti akan sangat menghargai kehidupan keduanya." Rick berkata pasti. Ya, Dariel pasti melukai dirinya sendiri. Bukan sengaja, hanya untuk melampiaskan kemarahan. Bagaimanapun adiknya itu masih bocah yang labil.

"Astaga." Amy memijit keningnya. "Kenapa Aira pergi sekarang? Padahal dia bilang akan pergi beberapa hari lagi."

"Dan jika dia tidak segera pergi, Mom akan mengeluh kenapa dia tidak pergi sekarang." Rick mengatakannya dengan nada santai. Tapi terselip sindiran dalam kalimatnya. Dia tahu benar watak Amy. Jika Amy sudah merasa sesuatu benar, maka dia ingin hal itu segera terwujud. Tapi setelah terwujud dan tidak sesuai harapan, dia akan mengeluh mengapa hal itu terjadi sekarang.

In His Arm (TAMAT)Where stories live. Discover now