Bagian 2

4.6K 199 5
                                    

Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah dikampus baruku. Rasanya senang bisa berangkat dan pulang bersama Vito. Sesuatu yang aku inginkan selama ini. Aku mahasiswa baru jurusan Manajemen. Sebenarnya seharusnya aku sedang deg-degan akan mengikuti UAN. Tapi karena sebuah keberuntungan, saat kelas dua aku mengikuti kelas akselerasi. Dan ternyata tanpa diduga aku bisa lulus setahun lebih cepat. Padahal waktu itu kupikir aku tidak begitu pintar, tapi mungkin saat itu memang aku sedang beruntung.

Vito jauh lebih beruntung dariku. Dia mengikuti kelas akselerasi di SMP dan SMA. Dia pintar, cerdas, genius dan baik hati. Pokoknya tipe cowok yang ideal, sayangnya dia itu saudara kembarku. Bahkan aku berjanji pada diriku akan membalas semua orang yang menyakiti Vito nanti. Sekarang dia sudah jadi mahasiswa tingkat lima jurusan Hukum. Keren kan.

Aku memang senang bisa satu kampus dengan Vito, berangkat dan pulang bersama setiap hari. Namun kalau ingat dengan seseorang yang sedang menungguku sekarang, rasanya malas sekali berangkat kuliah.

Zen sekarang sedang menungguku diruang tamu. Dan parahnya lagi dia bilang akan mengantar jemputku tiap hari. Dia bilang karena kebetulan kita searah jadi sekalian berangkat bersama. Padahal searah dari mana, jelas-jelas rumah Zen lebih dekat kekampus dan kalau kerumahku harus memutar balik dan menempuh waktu setengah jam lebih lama. Dia pikir aku bodoh dan tidak tahu soal itu.

Zen juga mengambil jurusan yang sama denganku. Bedanya dia adalah mahasiswa tingkat akhir. Karena dia adalah anak tunggal, dia adalah satu-satunya calon pewaris tahta keluarganya, maksudnya pewaris perusahaan milik ayahnya yang bergerak dibidang properti dan perhotelan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir Zen itu lumayan Perfect. Sudah kaya, pewaris tunggal, pintar, ganteng dan keren. Tapi tetap saja kalau dia itu sangat menyebalkan dan selalu saja menggangguku.

“Hari ini kamu sangat cantik Via.” ucap Zen saat aku menemuinya diruang tamu .

Cantik? Zen rada katarak kali yah. Jelas-jelas aku terlihat seperti orang kurang waras gara-gara memakai seragam aneh untuk Ospek hari ini. Kemeja lengan panjang warna putih dan rok  hitam . Kaos kaki warna hitam untuk kaki kiri dan biru untuk kaki kanan dan juga tas yang terbuat dari kantong gandum yang aku sendiri heran bagaimana Vito bisa menemukannya di jaman sekarang ini. Dan yang paling parah adalah rambutku yang harus dikepang kecil-kecil dan harus berjumlah sesuai umur.

“Tapi boleh berpendapat nggak?”

“Silahkan utarakan pendapatmu pada senior yang seenaknya membuat peraturan memalukan ini. Memangnya dia pikir ini jaman penjajahan apa.” Sergahku ketus.

“Sepertinya di jaman penjajahan belum ada Ospek Vi.” Vito menambahi. Aku langsung memelototkan mataku pada Vito. Zen tertawa geli melihatku.

“Tapi seperti inipun Via tetep cantik kok, aku suka.” Zen tersenyum manis.

Alisku berkerut, ingin sekali ku tonjok wajahnya yang sok imut itu. Gampang banget ngomong “Aku suka.” Memangnya dia pikir kalau dia berkat seperti itu bisa membuatku menyukainya. Zen benar-benar sukses bikin bad mood pagi-pagi.

“Via mau ikut aku atau  bersama Zen?” Tanya Vito hati-hati.

“Bisa gila kalau bareng orang sinting ini.” jawabku ketus “Ayo berangkat, sudah siang nih.” Aku mendorong Vito keluar.

“Kamu tidak serius kan?” Zen mengikutiku.

Aku menatap Zen “Bercanda.” lalu aku membuang muka “Ya seriuslah.” gerutuku.

“Kenapa tidak berangkat bersama saja, Vito mau kan?” Zen menatap Vito penuh harap.

Vito melihatku dan aku langsung memelototkan mataku padanya.

RewriteWhere stories live. Discover now