DUA PULUH DUA

25.8K 1.1K 304
                                    

Kamar itu dipenuhi balon warna-warni dan ada bunga-bunga mawar di lantai yang membentuk tulisan HAPPY BIRTHDAY, MY WIFE. Savarina menutup mulutnya! Tidak, tidak mungkin... Suaminya... menyiapkan ini semua? Suaminya mengingat ulang tahunnya??

Dan ia malah pergi bersama Rio!

Padahal hanya berapa kali setahun suaminya pulang di bawah jam sembilan? Savarina menghitung.. hanya dua. Kemarin dan kemarinnya lagi! Ya Tuhan! Pantas saja suaminya marah besar. Suaminya sudah menunggunya, dan ia malah kelayapan!

Bau mawar yang menyergap hidungnya membuatnya pusing. Ia segera ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya di kloset. Terus, terus, dan terus! Dia merasa kepalanya pusing. Ia pasti kekurangan cairan dan semua ini karena kesalahannya yang ceroboh. Dengan terhuyung-huyung ia ke kamar dan dengan sisa-sisa tenaganya dia memanggil Mbok, namun ia yakin Mbok takkan datang karena siapa pun tidak bisa mendengar suaranya. Bahkan dirinya pun tak sanggup.

Didekatinya telepon. Ia berusaha menghubungi Ernaldi namun tak tersambung. Ya Tuhan. Penglihatannya sudah tidak jelas, tapi dengan sayup ia bisa melihat salah satu CD Billy Joel di dekatnya.

Rio.

Entah apa yang merasukinya, ia menelepon temannya. "Rio...." Bisiknya lemah. "Rio... Tolong.... Aku sakit sekali..."

"Ri... Ri ini kamu? Kamu di mana?"

"Jalan Kembangan nomor delapan, Rio."

"Ri... Ri... Apa?" Rio tidak mendengar Savarina lagi.

Karena Savarina sudah terjatuh dan tak sadarkan diri.

*

"Bu Savarina sudah ditangani dokter! Sebaiknya Bapak tinggalkan rumah ini atau kami benar-benar akan melakukan tindakan yang akan Bapak sesali!" Salah satu sekuriti terus mendorong Rio untuk menjauhi pintu pagar. Begitu mendengar laporan Rio bahwa Savarina dalam keadaan bahaya, sekuriti yang bertugas segera mengecek ke dalam dan memanggil dokter ke rumah. Karena sesuai pesan Ernaldi, kalau tidak ada alasan mendesak, jangan sampai Ibu meninggalkan rumah. Dengan perintahnya Ernaldi bertanggung jawab dengan memberikan kontak siapa-siapa saja yang perlu dihubungi bila hal yang tak diinginkan terjadi. Salah satunya, kontak dokter yang sudah dipercayainya.

"Bagaimana bisa kalian tidak membawanya ke rumah sakit? Dia tidak terdengar baik!" tanya Rio tidak habis pikir. "Saya akan membawanya ke rumah sakit. Kalau perlu saya..." Tidak sempat mengeluarkan jurus-jurus silatnya, Rio sudah terjungkang ke belakang karena sekuriti yang lain memukulnya. "Sebaiknya Anda pergi!"

"You guys are unbelievable!" Dihapusnya darah yang mengalir dari hidungnya. Rio sempat berusaha mendekati sekuriti namun niatnya dibatalkannya ketika ada mobil Mercedes Benz melintas di depannya. Mobil itu masuk ke rumah, dan tak lama seseorang menghampirinya.

Ernaldi.

Ernaldi menariknya masuk ke dalam garasi rumah dan menghajarnya di sana. Tidak heran Ernaldi memenangi perkelahian itu. Tubuh Rio hanya setengah badan Ernaldi. Tubuhnya yang kurus kering tidak akan sepadan dengan tubuh atletis Ernaldi. Ia berakhir mengenaskan di lantai dengan darah yang bercucuran di wajahnya.

"Kalau saya masih lihat kamu dekat istri saya lagi, saya tidak segan-segan melakukan apa yang harus saya lakukan!" Ernaldi masih menyempatkan menendang Rio yang sudah terkapar. Setelah memberi perhitungan pada Rio, ia masuk ke dalam dan mencari istrinya.

Istrinya yang tak sadarkan diri di tempat tidur mereka.

Dokter yang memeriksa menjelaskan bahwa Savarina kekurangan nutrisi. Dokter akan mengirimkan obat dan vitamin sesegera mungkin. Selain itu dokter juga mengingatkan Ernaldi untuk memastikan Savarina mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi.

Ia mengantarkan dokter itu sampai ke pintu depan. Setelah mengucapkan terima kasih, ia mengecek garasi. Dilihatnya salah satu pembantunya mengepel. "Di mana pria itu?" tanyanya.

"Sudah dibawa pergi, Pak."

"Tolong suruh semua orang ke sini."

Ernaldi tidak suka ketidakpatuhan. Apalagi setelah ia membayar mahal untuk itu. Ketika semua sekuriti dan pembantu berdiri di depannya, mereka semua menunduk. Rasa takut dapat dirasakan Ernaldi. Rasa yang sangat disukainya.

"Apakah kalian sudah bangga dengan apa yang kalian kerjakan hari ini?" tanya Ernaldi tajam. Dilihatnya satu per satu orang meringis. "Ya, tentu saja... TIDAK! SAYA PERINTAHKAN KALIAN UNTUK MENGAWASI ISTRI SAYA SEKALIGUS MENJAGANYA. KALIAN BENAR-BENAR TIDAK BISA DIANDALKAN! APA SAYA PERLU MELEMPAR KALIAN DARI SINI?"

Tidak ada yang berani menjawab.

"Kalau terjadi sesuatu pada istri saya," desis Ernaldi bengis. ".... kalian siap-siap pergi dari sini." Ernaldi melonggarkan kerah kemejanya. Napasnya sesak sekali menghadapi ini. "Sekarang kalian boleh bubar. Dan Mbok, siapkan makanan. Mulai besok tidak perlu ada tukang masak. Mbok saja yang masak."

"Baik, Pak."

Ernaldi bergegas kembali ke kamar dan mendapati istrinya sudah sadarkan diri. Ia tersenyum lega kemudian duduk di tepi tempat tidur.

"Savarina, kamu membuat saya takut."

"Maaf saya tidak bisa menepati janji saya. Saya ceroboh."

"Sssh," bisik suaminya. Suaminya menggenggam salah satu tangannya. "Jangan pikirkan apa-apa lagi. Sekarang kamu harus makan."

"Ernaldi."

"Ya."

"Kenapa tidak bilang kamu menyiapkan semua balon dan bunga ini?" tanya Savarina sendu.

Ernaldi membawa tangan istrinya ke bibirnya. Dikecupnya cukup lama. "Tadinya saya ingin berdamai denganmu. Lagi-lagi, saya tidak merayakan ulang tahunmu tahun ini."

"Tidak apa-apa. Terima kasih walkman-nya, ya."

"Kalau kamu suka mendengarkan musik, saya bisa beli yang lebih bagus. Kamu sudah tahu iPod kan? Nah, gunakanlah itu dari mulai sekarang."

Savarina menggeleng. "Tidak. Bukan musiknya yang ingin saya dengarkan, hanya saja saya suka mengoleksinya. Trims, ya."

"Sama-sama."

Suara ponsel Ernaldi berbunyi. Ayahnya meneleponnya. Ernaldi mematikan ponselnya. Ia tidak butuh tekanan saat ini. Tapi rupanya ayahnya bersikeras untuk bicara padanya ketika telepon rumah berbunyi. "Pasti kantor lagi," dustanya sambil mengangkat bahu. "Istirahat dulu, ya. Saya ke ruang kerja. Sebentar... saja."

Jangan Lukai Hatiku Lagi (COMPLETED)Where stories live. Discover now