20

916 186 47
                                    

[ WENDY ]


"Wendy, bangun!"

Dalam hitungan detik aku mendapatkan kekuatan besar untuk bangun dari tidur panjangku. Ah, kepalaku pusing sekali. Aku mengerjapkan mata dan perlahan-lahan tersadar bahwa saat ini aku ada di kamar tidurku sendiri.

"Ya ampun, tumben sekali kamu bangun kesiangan," komentar Mama dengan suara cukup keras, tapi jauh lebih lembut daripada teriakan sebelumnya yang dipakai untuk membangunkanku.

Aku kembali membaringkan tubuh di ranjang dan menatap langit-langit kamar. Aku tidak punya tenaga untuk pergi bekerja di studio hari ini. Dan lagi, aku bermimpi aneh. Sangat aneh sampai membuatku bingung mengapa aku bisa bermimpi seperti itu.

"Mama, hari ini aku mau istirahat saja," ujarku lemah. Entah mengapa dadaku terasa sesak.

"Baiklah, tapi kamu harus tetap mandi dan sarapan. Semalam kamu langsung tidur tanpa mandi," jelas Mama membuat mataku membulat.

"Semalam... Aku pulang diantar Suga, ya?" tanyaku memastikan. Aku tidak tahu mengapa, mimpi semalam terasa sangat nyata.

Tapi Mama menggelengkan kepala, membuat pikiranku yang sebagian masih di dunia mimpi tertarik begitu saja. Benar, mana mungkin mimpi semalam itu kejadian nyata. Apa, sih, yang kupikirkan?

"Kamu boleh tidur setengah jam lagi, sampai jam sembilan," kata Mama memberiku peringatan. "Oh, ya, daritadi ponselmu berbunyi. Mungkin ada pesan penting."

Setelah itu Mama keluar dari kamar dengan pintu yang sedikit terbuka, agar udara segar dapat masuk. Pertama kali setelah sekian lama aku bangun kesiangan. Bayangkan saja, jam setengah sembilan! Benar-benar tidak disiplin.

Sambil menahan rasa sakit di kepalaku, aku meraih ponsel dan memeriksa pemberitahuan yang masuk. 2 panggilan tidak terjawab dan 3 pesan dari Irene, sahabatku. Dia sudah berusaha menghubungiku sejak jam setengah tujuh pagi untuk mengajakku bertemu.

Dengan rasa bersalah, aku membalas pesan Irene. Aku memberitahunya bahwa aku baru saja bangun dan bertanya apa Irene bersedia datang ke rumahku untuk bercerita. Dan Irene, menjawab dalam waktu kurang dari 5 menit, menyatakan kesanggupannya.

Kemarin, sahabatku Irene menerima pernyataan cinta dari Mark. Mereka sudah menjadi sepasang kekasih secara resmi dan aku benar-benar senang. Aku memang tidak hadir di Café Hometown untuk menjadi salah satu saksi pernyataan cinta, karena itu Irene akan bertemu denganku hari ini untuk menceritakan detailnya.

Manusia macam apa yang tidak bahagia saat sahabatnya bahagia?

Aku memutuskan untuk segera keluar dari kamar. Dengan sigap aku mengambil pakaian ganti dari dalam lemari. Aku tidak berencana tidur lagi sampai jam sembilan melainkan cepat-cepat mandi, sarapan, dan menyambut Irene dengan pakaian rapi.

Begitu aku keluar dari kamar, Mama segera menghangatkan sandwich ke dalam oven sebagai sarapanku. Bahkan meja makan saja sudah bersih tanpa bekas piring dan gelas yang dipakai Papa dan Kak Rachel. Aku benar-benar kesiangan.

"Kenapa kamu nggak tidur lagi?" tanya Mama sebelum aku masuk ke dalam kamar mandi.

"Irene mau datang ke sini, Ma. Nggak perlu siapkan apa-apa, nanti aku yang buat teh," jawabku sambil tersenyum.

Ingatan tentang mimpi semalam kembali menyeruak begitu aku masuk ke dalam kamar mandi. Aku bersandar pada pintu yang tertutup dan mulai mencium wangi tubuhku sendiri. Samar-samar aku bisa mencium bau alkohol. Lebih tepat disebut bau soju.

Apa benar semua itu hanya mimpi? Bagaikan sebuah puzzle, mimpiku tidak bisa disusun ulang. Ada beberapa bagian yang tidak pas. Termasuk jawaban Mama tadi pagi, bahwa semalam aku tidak diantar pulang oleh Suga.

Before the Concert ✔️Where stories live. Discover now