DLMG #34 : Struggle

745 75 31
                                    

Haiyyyaa! Gua kembali dengan part panjang haha..

Udah kelar ujian jd bebas update wkwk

-----------------------------------------

Harry POV

Kau tahu, semenjak kepergian Diana beberapa menit lalu aku hanya bisa terduduk dari kejauhan, memandangi wajahnya yang kadang bahkan setiap hari selalu masuk ke dalam mimpiku. Bukan, bukan karena aku membencinya karena tidak menemuinya tapi aku sadar, ada Zayn. Tidak mungkin aku bertemu dengan Diana, aku tidak mau ia terus-terusan terbebani dengan melihatku.

Maka di sinilah aku, meratapi kepedihan yang amat dalam. Sejujurnya, jika boleh aku mengatakan, aku akan berkata jika 'aku benci dengan takdir ini'. Susah untuk menyakini keadaan, seperti yang kau bayangkan. Tidak selamanya kau hidup bersama kebahagiaan, ada kalanya kebahagiaan akan pergi seiiring berjalannya kesedihan ke dalam hidupmu.

Apa yang kau fikirkan Harry?

Diana.

Aku bangkit dari dudukku dan mengusap wajahku dengan kedua tanganku lalu berjalan meninggalkan tempat yang sedari tadi menjadi tempat persembunyianku dari kejauhan sekaligus tempat yang membuat hatiku terasa sakit ketika melihat Zayn melingkarkan tangannya ke punggung... Sial, aku malas untuk mengingatnya.

“Harry,” Aku berbalik ketika mendengar sebuah panggilan, “Dia sudah masuk?”

Aku mengangguk seadanya lalu melanjutkan langkahku. Niall, ya sedari kemarin dia berusaha untuk menangkanku tapi semuanya terasa hambar. Maksudku, tidak ada yang bisa menenangkanku kecuali Diana.

“Mungkin jika kita mampir ke kedai kopi akan enak untuk membicarakan semuanya,” Aku kembali berbalik dan menatap mata biru laut Niall lama kemudian aku menarik pangkal hidungku. Oh ku mohon, jaga emosimu Harry.

“Maaf Niall, tapi aku ingin sendiri untuk beberapa saat ini.” ujarku dengan suara parau, kau tahu? Semalam aku menangis, menangisi perempuan tersebut yang sudah pergi, pergi bersama sahabatku. Memalukan.

“Baiklah, kau tak apa jika kutinggal?” Aku menggangguk. “Jika kau membutuhkan bantuan, hubungi saja aku.” Dan dengan itu Niall pergi meninggalkanku, awalnya tadi Niall memang mengantarkanku ke bandara dan aku rasa kembali sendiri lebih baik.

Aku memutuskan untuk pergi ke danau di mana ketika aku dan Diana berbaikan, lebih tepatnya dua hari yang lalu. Ya, siapa tahu dengan ini dapat menjernihkan perasaanku.

*

Melihat hamparan danau hijau yang begitu luas dihadapanku ini memperingatkanku akan momen di mana aku masih bisa melihat wajah kesalnya, melihat tingkah laku nya, serta aku bisa melihat ukiran senyum bahagia yang ia tujukan padaku. Ah demi Tuhan, aku merindukan perempuan itu.

Melingkarkan di punggungnya.

Sial, aku mengingatnya kembali. Aku masih benar-benar tidak mengerti. Apa maksud Zayn memperlakukan Diana layaknya ia memang mempunyai perasaan pada Diana sejak dulu, jika itu memang benar adanya. Entahlah, berarti selama ini aku bersahabat lama dengan seorang bajingan.

“Semuanya munafik.” Ucapku seraya melemparkan batu-batuan kecil ke arah danau. Sesaat aku menghela nafas panjang, tunggu... Itu bukan aku, lalu siapa?

“Termasuk keluargamu?” Aku tergelak kala suara perempuan masuk ke dalam liang telingaku, dengan gerak cepat aku menoleh. Ristia.

Ristia mengambil posisi di sampingku lalu tersenyum singkat dan mengalihkan pandangannya dariku. Untuk apa perempuan ini berada di sini? Melihat wajahnya saja membuatku muak, kau tahu bukan? Ia adalah kekasihnya Zayn? Meskipun dulu ia notabenen-nya adalah sahabatku.

Don't Let Me GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang