Tahu atau Tempe

1.7K 48 1
                                    

Semua tersedia rapi diatas meja makan. Sendok, piring dan gelas sudah tersedia. Semakin lama antrianya semakin panjang. Seluruh santri sudah tidak sabar menunggu sarapan. Juru masak di Kantin gue namanya Kang sulaiman, biasanya para santri lebih akrab memanggilnya Kang Sule. Rambutnya panjang tubuhnya kurus, hampir sama deh mukanya kayak Sule yang ada di TV. Orangnya ramah dan sering sekali di bohongin sama santri disini. Terkadang ada santri yang ngambil gorengan lima biji , tapi bilangnya cuma satu yang diambil.

Setiap hari gue harus makan tahu dan tempe. Mereka berdua adalah menu wajib gue setiap hari. Biasanya kalau di rumah, gue sering dimasakin mami ayam goreng dan sambal goreng ati. Semua ini harus gue jalani dan menerima apa yang ada. Sekali-kali gue belajar jadi orang anaknya tidak mampu. Walau Cuma tahu dan tempe tapi menu andalan tersebut bisa diolah menjadi menu yang berbeda dari yang lain. Kang sule pernah masak tahu dan tempe diolah menjadi Pipza, Hamburger,Sandwice dan makanan khas luar negeri lainya. Walaupun dimodifikasi dalam bentuk apapun, yang namanya tahu dan tempe rasanya ya tetap aja kayak gitu.

Ngomong-ngomong soal tahu dan tempe, gue punya pengalaman menarik tentang tahu dan tempe. Saat itu gue berada di Sekolah, kebetulan hari ini tidak ada jam perlajaran. Perut gue mulai keroncongan dan memaksa gue keluar untuk membeli gorengan. Kantin di Sekolah gue tempatnya berada paling pojok di samping parkiran. Kantin ini sering digunakan siswa untuk membolos ketika ada jam pelajaran. Terkadang ada juga yang merokok disana. Gue , Bahrul dan Irfan selalu bersama kemanapun gue berada pasti ada mereka berdua. Sampailah gue di Kantin Pojok Kelas. Saat itu gue lagi ngidam gorengan, tapi sayang gorenganya hanya tinggal sedikit.

"Pak de, Gorenganya kok tinggal sedikit?"

"Maaf dek, semuanya sudah diborong."

"Gak bisa gitu pak, gue udah duluan datang kesini."

"Maaf dek, udah dipesan sama cewek yang berkerudung merah tadi."

Kesabaranku sudah hampir habis, tega-teganya cewek itu memborong gorenganya semua. Gue sendiri belum tahu siapa cewek yang memborong gorengan tadi. Tapi apa boleh buat gue harus bertindak. Siapa cepat dia yang dapat.

"Whoi, kamu yang berkeredung merah, kesini!" teriak gue. Terlihat dari belakang cewek tersebut membalikkan badan, kayaknya dia sadar kalau gue telah memanggilnya. Datanglah cewek tersebut dengan teman-temanya menghampiri gue. Ternyata cewek berkerudung merah tadi sudah tidak asing lagi , kayaknya gue pernah kenal tapi gue belum tahu namanya siapa. Setelah dia mendekat tiba-tiba perasaan gue berubah total. Awalnya gue memang pingin marah , akan tetapi setelah melihat kecantikan wajahnya, kemarahanku seakan-akan luluh tak berdaya.

"Ada apa mas, manggil-manggil aku." Perasaanku semakin kacau, Bingung gue mau ngomong apa.

"Maaf mbak sebelumnya, tadi saya lapar."

"Terus apa hubunganya dengan saya." Ucap cewek tersebut dengan wajah aneh melihat tingkah gue.

"Saya tadi mau beli gorengan, eh ternyata sudah diborong sama mbaknya."

"Ya udah kalau gitu, bilang aja kalau mau minta gorengan." Hati gue mulai berbunga-bunga ketika cewek tersebut menawarkan gorengan kepada gue.

"Terimakasih banyak mbak."

"Kamu pilih tahu atau tempe?"

"Saya pilih tahu aja, sekali lagi saya minta maaf ya mbak."

Gue malu sekali ketika teman-teman cewek tersebut menertawakan saya. Mungkin mereka mengira gue anak culun. Tapi kalau gue pikir-pikir ada benarnya juga ya?, masak sama cewek aja gue takut.

"Ya udah kalau gitu, saya duluan ya."

"Tunggu dulu!, kenalkan nama saya Aan , anak baru di sekolah ini." Tangan gue mulai meluncur ke arah cewek tersebut, gue berharap dia mau bersalaman. Tapi sayang , cewek tersebut tidak mau gue ajak salaman. Gue yakin cewek ini agamanya kuat.

Bukan Santri BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang