undangan

81 1 2
                                    

"Dan yang jadi Wakil Ketua Osis adalah............................. Revan." Kata Pak Ridwan dengan kencang dibagian kata Revan.

Revan terbelalak. Begitu juga Rifky. Rifky begitu kecewa karena yang jadi wakil adalah Revan. Padahal ia ingin sekali menjadi wakil. Tapi, ya mau gimana lagi.

Revan masih tak percaya ketika disuruh Pak Ridwan untuk menyampaikan sepatah kata. Ia masih tak percaya jika menjadi Wakil Ketua Osis, apalagi sang ketuanya adalah Louis. Ia sungguh tak percaya jika nantinya bisa dekat dengan Louis. Ia masih tak percaya.

Dan ketika, Revan sudah berada di depan mic, ia masih bingung hendak berkata apa. Hingga sebuah dehaman dari Rifky menyadarkannya.

"Terima kasih. Saya akan berjanji menjadi Wakil Ketua Osis yang baik." Kata Revan yang masih belum sadar sepenuhnya.

Sementara di tempat lain, Louis masih belum memasuki rumahnya. Ia mematung di depan pintu. Air mata masih terus saja menemani. Sepuluh menit kemudian, ia baru membuka pintu rumahnya.

"Pa. ada apa?" Suara Louis parau.

"Kamu nangis lagi? Ngapain sih kamu nangisin orang yang udah ninggalin kita? Kenapa, Louis? Nggak perlu kamu nangis kayak gini."

"Pa.... dia masih tetap menjadi orang paling berharga bagi Louis."

"Terserah kamu." Kata Papa Louis yang bernama Millian.

"Ada apa Pa?" Tanya Louis lagi.

Papa Louis tak menjawab, ia malah memberikan sebuah undangan kepada Louis. Louis menerima undangan tersebut dengan tangan yang gemetar. Sati air mata berhasil lolos. Ia kemudian membacanya dengan isak tangis. Undangan dari orang yang paling berharga baginya.papa Louis memperhatikannya dengan diam. Hatinya jauh lebih hancur dari hati Louis. Ingin sekali Papa Louis berteriak sekencang mungkin untuk melampiaskan emosinya. Undangan tersebut terlalu menyulut emosinya. Setelah selesai membaca setiap sudut undangan tersebut, Louis jatuh terduduk. Isakannya semakin keras. Papa Louis pun berjongkok dan mengatakan sesuatu kepadanya.

"Jika nggak kuat, nggak usah dipaksa buat dateng."

Louis masih terdiam. Setelah lama terduduk, ia pun bangkit dan berlari menuju kamarnya. Ia lansung merebahkan tubuhnya di kasur. Sepuluh detik kemudian, ia baru teringat bahwa ia masih harus kembali ke sekolah. Ia pun mengambil handphonenya, kemudian menelfon Yura. 3 menit kemudian baru diangkat oleh Yura.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 01, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Louis and RevanWhere stories live. Discover now