BAB 7: Selalu Ada Untukmu

5.5K 656 19
                                    

DEI

Suara terompet sudah terdengar di jalan raya depan Madeira Bakeri. Nanti malam merupakan malam pergantian tahun. Esok, tanggal satu telah menanti. Orang-orang membuat daftar renungan di tahun sebelumnya, dan membuat daftar keinginan untuk satu tahun mendatang. New year eve, selalu membawa kemeriahan sendiri.

Tahun lalu, ketika malam pergantian tahun, aku meliburkan karyawan. Saat itu, pegawaiku hanya Sonya dan Barito. Mereka menghabiskan waktu bersama pasangan masing-masing. Tahun ini, mereka memilih berada di Madeira Bakeri memanggang kue dan berencana membuka Madeira Bakeri hingga pergantian tahun.

"Selo sibuk, Mbak Dei, dia tak bisa ke Surabaya." Sonya berkata. "Lebih baik aku menghabiskan waktu di Madeira daripada melamun sendirian di rumah." Selo adalah calon suami Sonya.

"Sonya benar," sahut Barito. "Tahun ini hampa. Percuma kalaupun Madeira libur. Toh, aku juga tidak ada rencana."

"Kalau Reta kenapa?" tanyaku. Reta yang tengah menata cupcake di tengah ruangan menoleh. "Kau tak ingin berlibur hari ini?"

Reta tersenyum rikuh. Sejenak, aku melihat dia melirik ke arah Barito, lantas berkata, "Saya sudah terlanjur di sini. Libur juga sudah terlambat."

"Kau tak keluar dengan pacarmu, Re?" tanya Barito. Tangan Reta mengambang. Ia membetulkan letak rambutnya.

"Saya belum punya pacar, Mas Bari." Ia menjawab sembari menyunggingkan senyum.

"Ah, jangan bercanda." Barito yang tadinya berada di meja kasir menghampiri Reta. Gadis itu terkejut. "Gadis semanis kamu belum punya kekasih?"

"Y-ya." Reta menjawab dengan pipi bersemu merah.

"Bari, jangan ganggu dia," ucapku. "Baiklah, kita akan membuka Madeira sampai tengah malam."

"Mbak Dei sendiri, tidak ada acara dengan, Mas Nick?" Reta bertanya dari tengah ruangan. Mendengar pertanyaan itu membuatku salah tingkah. Pegawaiku sering melihat Nick datang ke Madeira Bakeri untuk menjemputku. Mereka hanya tahu nama dan wajah tak lebih dari itu. Aku pun tak pernah bercerita lebih lanjut.

"Dia sedang sibuk." Pernyataanku ini tak sepenuhnya berbohong. Dia memang sedang sibuk bersama seseorang. "Lagi pula, kami sudah terlalu tua untuk merayakan hal semacam ini."

Ketika malam tiba, pengunjung Madeira Bakeri cukup banyak. Bahkan, kue yang kami siapkan hampir terjual semua. Etalase hanya menyisakan remah-remah roti dan baki-baki kosong. Kini, Madeira hanya berisi permen berbagai warna, roti kering, dan beberapa potong brownis. Mungkin, penyebabnya adalah di depan Madeira Bakeri cukup ramai, jalan sesak dan bising.

Kami memutuskan untuk menutup Madeira Bakeri. Padahal, aku berencana akan menutupnya ketika tengah malam. Jam sepuluh malam, kami berempat pergi ke apartemenku membuat mi rebus dan mengabiskan bermacam-macam kudapan.

"Bagaimana kabar kekasihmu, Bari?" tanya Sonya. Barito mendesah panjang dan meminum colanya.

"Mantan kekasih, Sonya. Kau harus ingat itu," sahut Barito berpura-pura kesal. "Kau bisa menimbulkan fitnah kalau tidak mengatakan dengan benar."

Sonya tertawa, aku dan Reta tersenyum. "Maaf. Maaf. Biar kuralat." Dia berdeham. "Bagaimana kabar mantan kekasihmu? Apa kalian masih berkomunikasi?"

Barito menarik sudut bibirnya, "Kami masih saling komunikasi. Tapi, sejak sebulan yang lalu sudah tidak lagi." Barito membasahi bibirnya, meraih kacang dari atas piring. "Jangan tanya kenapa. Tentu karena dia sudah mempunyai kekasih."

"Ah, kau menyedihkan sekali!" seru Sonya. Barito melempari perempuan itu dengan kulit kacang.

Ketika Sonya dan Barito tengah sibuk dengan saling melempar kata, Lim mengirim sebuah pesan.

MADEIRA [Sudah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang