Jared

16 1 0
                                    

Leo menggosok matanya gusar. Pagi yang cocok bagi Leo untuk melayangkan umpatan.

Sebetapa tidak? Istrinya semalam mabuk dan membuat gaduh kamar mereka. Dan kini, pagi ini, apa yang Leo dapati adalah pecahan beling disana-sini.

"Vinna?" Leo berseru agak keras.

Sang empunya nama tidak segera menyahut. Leo beranjak dari tempat tidur dan perlahan menapakkan kakinya di lantai, waspada kalau-kalau belingnya menusuk.

Ponsel istrinya tergeletak rapi di meja di samping jam weker. Leo memperhatikan benda pipih itu bergetar berulang kali. Leo menghembuskan napas keras-keras, kemudian mengangkat benda itu dan menyapa malas.

"Leo?" seru suara di seberang sana.

"Ini siapa?' Leo balas bertanya.

Terdengan suara decak kesal. "Cynthia. Jam berapa sekarang?"

Leo menyapukan pandangannya dengan sedikit menyipit. Matanya belum fokus sepenuhnya. Jam delapan lewat sepuluh menit.

"Aku ada di pusat kota. Aku akan segera sampai ke rumah kalian dalam waktu beberapa menit. Pastikan kalian sudah bersiap dan wangi."

Leo merasa si wanita Cynthia ini terlalu banyak bicara. Leo memutar matanya jengah tepat saat Cynthia menutup sambungan teleponnya.

Pagi yang kelam. Tidak ada matahari. Tidak ada angin berhembus.

Leo menolehkan kepalanya ke arah jendela dengan balutan gorden tipis warna krem, kado pernikahan dari sang mertua. Nampak dari tempatnya duduk sebuah pelataran yang penuh daun. Leo baru ingat bahwa minggu kedua dalam setiap bulan ada saat dimana taman rumahnya harus dibersihkan. Tapi Leo mengabaikannya bulan ini. Terlalu banyak pekerjaan yang membuatnya sibuk.

Mendadak leher Leo meremang. Cuaca akhir-akhir ini memang selalu buruk. Perkiraan cuaca menyatakan bahwa suhunya turun hingga 2 derajat celcius. Leo tidak lagi peduli mengingat penghangat di rumahnya selalu berfungsi dengan baik.

Iya, selalu berfungsi. Tapi tetap saja, ia merasa ganjil.

Leo menunduk.

"Sayang?"

Sebuah suara sukses membuat Leo terkejut. Ia sentakkan kepalanya menghadap ke arah suara itu.

Vinna tengah berdiri disana berbalut handuk mandi. "Ada telepon dari Tia?" tanyanya.

"Ya. Dia bilang akan kesini."

Vinna mengangguk mengerti dan duduk manis di depan meja rias.

"Cepat kau juga bersiap sebelum kita dihampiri tamu."

Leo menatap kedua kakinya yang nampak keriput karena dingin. Sejujurnya ia enggan mandi, cuacanya terlalu tidak mendukung.

Tapi ingatannya memutar soal istrinya yang bercerita mengenai pekerjaan dan teman. Juga mengenai Jared yang membuka lowongan baru untuk staf di kantornya. Kalau Tia memang berbakat, Leo pikir Jared tidak akan keberatan.

Leo beranjak menuju kamar mandi.

Lima menit dalam keheningan. Leo dan Vinna hanya tinggal berdua, maka wajarlah kalau rumah mereka sepi. Entah itu di lantai bawah atau atas.

Vinna bergegas menyelesaikan berdandan saat terdengar suara klakson mobil. Cepat-cepat ia berlari ke bawah dan menyambut siapa saja yang datang itu.

Tia tersenyum kaku saat ia memijakkan kakinya di lantai rumah Vinna. Tia memang agak canggung dan tidak enak, padahal biasanya dia selalu santai saja menghadapi situasi apapun itu.

Vinna menyiapkan teh hangat untuk mereka bertiga. Leo baru turun dari kamar saat Tia sudah menyesap minumannya untuk yang ke tiga kalinya.

"Jadi?" ucap Vinna membuka keheningan.

Tia dan Leo saling berpandangan. Kemudian, Tia menyadari tujuan ia datang berkunjung dan berdeham.

"Sudah ada."

Tidak sopan, Leo angkat bicara saat Tia mulai membuka mulutnya untuk bicara.

"Ada lowongan kerja di tempatku. Jared, itu nama bos ku. Jika kau punya potensi, bakat, dan apa-apa saja yang dibutuhkan dalam dunia kerja kami. Aku yakin 90% Jared akan menerimamu."

Tia mengerutkan kening. "10% nya kemana?"

"10% nya tergantung pada kondisi emosional Jared."

Tia menunduk. Diam-diam ia menggigit bibir.

"Bagaimana cara meyakinkan Jared?" Tia bertanya dengan masih menunduk.

Leo menggeleng. "Tidak ada. Dia itu tipe orang yang tidak mau dibantah. Kurasa tidak ada. Semuanya tergantung pada mood Jared."

Tia mengangguk-anggukkan kepalanya seakan dia memahami sesuatu. Pada dasarnya, Tia hanya merasa tidak puas pada apapun itu yang Leo ucapkan hari ini.

Tidak mendukung. Semuanya sedang dalam kondisi yang cukup buruk. Baik bagi Vinna, Leo, ataupun Tia. Cuaca hari ini sangat kelam.

Mereka bertiga mengobrol santai. Tak nampak akan mengakhirinya dalam waktu dekat. Walau kesantaian yang mengelilingi mereka itu sesungguhnya hanya sebatas sebuah atmosfer kaku.

Sejujurnya, Tia hanya tidak ingin beranjak dulu. Perasaannya tidak enak. Seperti ada sesuatu yang menantinya.

-----------------------------------------------------
Waaah, coba tebak sudah berapa lama author nggak nongol. Hihihi~
Author sibuk parah, cerita ini jadinya harus pending alias slow update.

Meski begitu, jangan lupa untuk meninggalkan vote dan comment ya~

Regard,

NiinA~

Jangan Berisik [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang