welcome to the madness

785 74 16
                                    

"Kau tahu pasien nomor 2327?"
Suster dengan pakian yang terlampau ketat itu membuka suara. Kembali teringat dengan topik yag telah ia rencanakan untuk didiskusikan.
.
.
.
.
.
.
.
.

'Hah...hah...tolong!...Nyalakan!!'
.
.
.
.
.
.
.
.
"Maksudmu gadis gila yang sering berteriak agar lampu selalu dinyalakan?"
Rekannya membalas. Topik yang diangkat tampaknya kurang menarik minatnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hiks...siapapun!! Nyalakan lampunya!!kumohon!!!NYALAKAN!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"tepat sekali! Kau tahu, semalam, saat aku melewati ruangannya, aku mendengar ia berbicara sendiri"
Tubuhnya ia dekatkan, suaranya ia kecilkan agar tak satu pun yang dapat mendengar, tetapi keadaan yang terlampau sunyi membatalkan usahanya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"PERGI!!!AKU TAK INGIN IKUT DENGANMU!!...SESEORANG NYALAKAN LAMPUNYAA!!!NYALAAKAAAN!!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Apa yang ia bicarakan?"
Kali ini wanita itu tampak agak tertarik. Ia menghentika aktivitasnya sementara untuk mendengar penjelasan rekannya.

"Aku juga tidak terlalu mengerti. Sepertinya sesuatu tentang menjemput. entahlah, suaranya didominasi dengan tangisan dan teriakan yang terdengar menyakitkan ditenggorokannya. Aku jadi takut"
.
.
.
.
.
.
.
.
BRUK

"T-TIDAK! MENJAUH!! MENJAUH!Hiks...Kumohon biarkan aku hidup....aku tak bersama denganmu lagi!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Heh, itu hanyalah ocehan dari orang yang telah kehilangan kewarasannya. Bagaimana mungkin kau bisa terpengaruh?"

"Eh, Kau benar juga. Ahaha, kurasa aku mulai kehilangan kewarasanku karena terlalu sering bergaul dengan orang berpenyakit jiwa"

"Yasudah, ayo pulang. Aku tidak ingin sampai terlalu larut"
Tasnya ia kancing, bersiap untuk meninggalkan rumah sakit jiwa yang telah kehilangan kesibukannya. Kakinya telah membuat satu langkah besar, ia berdiri sejajar dengan rekannya namun dalam arah yang berbeda, menunggu sangk rekan untuk berjalan berdampingan.

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk

Tubuh wanita itu menegang, suara heels dari belakang yang beradu dengan lantai keramik rumah sakit seolah olah mengancam jiwanya. Sedetik kemudian 'nutcracker'  dari Pyotr Ilyich Tchaikovsky mengisi kesunyian dengan nadanya yang misterius. Wanita itu mencoba untuk tak menghiraukan semua hal yang tak mungkin sebuah kebetulan semata,  meskipun nalurinya sebagai manusia berkata lain. Ia memaksa kakinya yang mulai terasa berat untuk kembali melangkah, namun  Gerakannya kembali terhenti ketika mendapati wajah sang rekan yang mendadak berubah pucat. Matanya terbelalak, bibir dan tubuhnya bergetar hebat. Seperti hendak mengatakan sesuatu namun tertahan di tenggorokannya. Bibirnya terus mencoba merangkai kata, namun tak sepatah pun yang berhasip keluar.

"Hei! Ayolah, kenapa diam saja, apa apaan wajah ketakutan mu itu?"

"...."

"H-hei! Jangan membuatku takut! Apa yang kau lihat!?"
Ketakutan wanita itu semakin menjadi wajah ketakutan itu terlihat serius. kinerja jantungnya tak lagi normal, aura ruangan itu terasa semakin gelap dan mencekam.

Rekannya masih membisu, bahkan kini air mata jatuh dari pelupuk matanya dan ia masih tidak mengerti apa yang terjadi. Namun ia tahu, ada sesuatu. Sesuatu yang sering diracaukan oleh para pasien yang hanya dianggap ocehan gila. Sesuatu dibelakangnya yang mengakibatkan semua keganjilan ini, berdiri disana dengan kejutan yang telah ia siapkan dibalik punggunnya. Ia merasakannya, namun tidak punya cukup keberanian untuk berbalik.

Kesunyian yang mencekam tercipta begitu saja. Mereka hanya bisa mendengar suara detak jantung mereka masing masing. Wanita yang sampai kini belum tahu jelas apa yang ada dibelakangnya diam sepenuhnya. Namun ia punya satu keyakinan, jangan pernah berbalik, atau semuanya akan berakhir.

NyctophobiaWhere stories live. Discover now