7. When The Eyes Catch You

211 14 0
                                    

Holla ... ada yang nungguin mereka? Happy reading :-D

***

Jakarta, Indonesia

Seorang perempuan berkupluk merah maroon memandang keluar jendela taksi yang membawanya menuju rumah yang hampir tujuh tahun lalu ditinggalkan. Ia memutar-mutar cincin emas yang setengah bagian melingkarnya berwarna putih dengan hiasan. Sejak take off tadi, pikirannya tidak tertata.

"Berhenti depan gerbang saja, Pak!" pinta perempuan itu ketika matanya menangkap gerbang tinggi bercat hitam yang sangat familiar baginya.

Sepatu boot putihnya menapak ragu pada kavling untuk beberapa saat. Athena membuang napas kasar untuk mengusir kegundahannya. Bagaimanapun juga, dirinya harus menghadapi apa pun yang akan terjadi. Siap ataupun belum siap.

Seorang laki-laki yang memakai kaos hitam polos dan celana olahraga terlihat berlari kecil lewat trotoar dari lawan arah Athena. Di depannya ada seorang anak berusia tiga tahunan berlarian dan sesekali tertawa nyaring. Mereka baru saja pulang dari lari sore di taman komplek.

"Karel, tunggu Daddy!" teriaknya dengan pura-pura kesal.

Yang dipanggil pun berhenti lari, lalu menoleh ke belakang. Ditatapnya sejenak wajah laki-laki itu, lalu dirinya kembali berlarian.

"Iish, itu anak!" Aldrian mengacak rambutnya dengan tangan sebelah kiri di pinggang. Ketika baru satu langkah untuk lari, matanya menangkap sosok yang selama ini selalu dirindukannya. Sosok yang selalu membayanginya. Sosok yang tidak dapat pergi dari hati maupun pikirannya. Sosok yang ... ingin dimilikinya sebagai masa depan.

Kedua kakinya refleks tidak dapat menerima sinyal berupa perintah dari otak untuk bergerak. Kedua kakinya membeku di tempat. Bahkan, sekujur tubuhnya ikut membeku. "Athena," gumamnya lirih.

Sepasang netra beriris marble itu menajamkan penglihatannnya sesaat. Hanya untuk memastikan bahwa sosok yang dilihatnya adalah dia. Setelah yakin, ia dengan nekat berteriak memanggil. "Athena?"

Perempuan yang berdiri sekitar sepuluh meter itu pun tengah memandang Aldrian sejak mendengar teriakannya pada Karel tadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa perasaan Athena benar-benar kacau. Belum satu menit menginjakkan kaki di rumah—bahkan, belum masuk halaman rumah—, dirinya sudah dipertemukan Tuhan detik ini. Sepertinya, Tuhan enggan menunda pertemuan tidak sengaja mereka berdua.

Padahal, Athena belum siap bertemu dengan laki-laki yang saat ini tengah memandangnya dengan sorot mendamba dan senyum menawannya. Jika saja keadaan ini normal seperti dulu, ia pasti tidak akan segan-segan mengomeli Aldrian untuk tidak tebar senyum. Dirinya tidak akan pernah lupa bagaimana sikap ramahnya Aldrian pada orang. Bahkan, pada orang yang belum dikenalnya.

Hanya melihat dari jarak sepuluh meter seperti ini saja, Aldrian mampu membuat jantung perempuan itu menggila. Sementara itu, tangannya kebas oleh keringat dingin yang tiba-tiba muncul. Ia berusaha menatap dan memasang wajah sedatar mungkin ke arah laki-laki itu.

Aldrian sudah akan menggerakkan kakinya untuk mendekati Athena, tetapi urung ketika melihat sosok laki-laki yang baru saja menutup bagasi dan memegang satu koper hitam besar berjalan mendekati Athena. Di sampingnya, Pak Supir baru saja meletakkan koper hitam berukuran kecil.

"Hei, ayo masuk! Kenapa bengong saja?" Hasiel menepuk pundak Athena.

Athena sedikit kaget, tetapi Hasiel tidak melihatnya. "Oh, aku menunggumu," sahutnya sambil mendongak dan tersenyum.

"Terima kasih banyak, Pak. Hati-hati di jalan!" pesan Hasiel.

Pak Supir itu pun mengangguk sambil tersenyum sebelum membuka pintu kemudi.

Struggle YouWhere stories live. Discover now