15. Crushed in The Sadness

159 12 5
                                    

"Lalu ... kenapa Karel memanggilnya Daddy?" Athena penasaran.

Aldrian menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Dulu ketika Karel belajar bicara, itu adalah kata pertama yang diucapkannya."

Perempuan di sampingnya pun berpikir keras. Terlihat dari dahinya yang mengerut. "Aku belum mengerti."

"Karel mengatakan Dad ketika Aldrian sedang mengajaknya bicara. Om Hans datang, lalu Aldrian memanggilnya. Yaah, tidak disangka ternyata Karel mengikuti ucapannya itu," terang Rosaline.

Penjelasan Rosaline tidak membuat Athena menghela napas lega, tetapi justru sebaliknya. Kenapa baru sekarang ia mendapatkan penjelasan? Di saat dirinya berusaha melepaskan Aldrian dan menerima Hasiel. Kabar tersebut justru membuatnya seperti ditimpa beban berton-ton.

"Ooh, begitu," uvapnya dengan nada datar. Ia memutar cincin di jari manisnya diam-diam—bimbang.

Rosaline meneliti raut wajah Athena. "Kenapa? Kamu terlihat tidak senang."

"Huh?" Kedua alis Athena naik. Ia terlihat bingung harus memasang wajah seperti apa.

"Haah, sudahlah, Line!" Aldrian mengibaskan tangannya ke udara. Kemudian, menegakkan punggungnya. "Sepertinya, Atha lelah. Ayo, aku antar pulang!"

Dua pasang kaki itu menapak trotoar dengan pelan. Tidak ada suara selain desisan angin malam dan jangkrik. Wajah keduanya yang dingin karena udara malam pun menatap lurus ke depan tanpa ekspresi.

"Terima kasih telah mengantarku," ujar Athena ketika mereka tiba di depan pintu gerbang yang masih tertutup.

Aldrian menatap Athena dengan tatapan tidak terbaca. Ia diam beberapa saat, lalu menyahut. "Tha, kamu sudah tahu kenyataannya. Jadi, jangan coba-coba lagi untuk menghindariku. Aku tidak suka itu."

"Eh, itu ...." Athena menggantungkan kalimatnya, karena tidak tahu harus mengatakan apa.

Aldrian mengeluarkan tangan kanannya dari saku celana pendek army untuk meraih tangan kiri Athena. Diamatinya benda berkilau yang melingkar di jari manis.

Athena sedikit kaget dengan apa yang dilakukan Aldrian. Matanya mengikuti arah pandang laki-laki itu.

"Tapi, apa benar kalian sudah terikat?" tanya Aldrian lebih pada diri sendiri.

Dari nada suaranya, Athena dapat menangkap gelombang kekecewaan Aldrian. Ia mendongak untuk melihat raut wajah Aldrian. Tatapan mereka pun bertemu dan terkunci beberapa saat.

"Al?" cicitnya.

Kemudian, Aldrian merubahraut wajahnya seperti tanpa beban. Dilepasnya tangan itu, lalu beralih mengusap kepala Athena. Ia tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa, Tha. Aku bisa mengerti."

Melihat perubahan sikap Aldrian yang seperti ini, sontak membuat jantung Athena berdesir. Ia merasa kecewa dan cemas. Apakah Aldrian semudah ini menerimanya? Jika iya, dirinya ingin egois. Menghilangkan cincin itu dan menghapus kenyataan tentang laki-laki yang memberinya benda tersebut.

Sebuah alasan yang ternyata salah dan janji adalah dua hal yang membuat Athena membiarkan cincin itu melingkar di jari manisnya. Cincin yang membuatnya merasa jahat terhadap Hasiel. Cincin yang tidak dapat diterima oleh hatinya. Oh, ataukah belum?

"Al ...." Ia menatap nanar Aldrian.

Athena takut satu hal. Di mana Aldrian menyerah untuk memperjuangkan perasaannya untuk Athena. Memperjuangkan perasaan yang seharusnya dapat ia terima dengan luapan kebahagiaan.

Struggle YouWhere stories live. Discover now