Ages Between Us

53K 3.5K 267
                                    

What if I told you

One day you will meet a girl

Who is unlike anyone else you've known.

She will know all the right things to say, what makes you laugh, what turns you on, what drives you wild and best of all, you will do for her exactly what she does for you.

When will I meet her?

Well, let's put it this way, she doesn't even exist yet.

-Lang Lev-

***

"Kenapa sih lo?"

Mike sama sekali nggak mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, tapi ngejawab, "Kenapa apanya?"

"Dari tadi lo"—menirukan embus napas beratnya berkali-kali—"Nggak ada masalah sama kerjaan, kan?"

"Bokap gue," pendeknya.

Kami sedang mengerjakan tumpukan planning dan agenda quarter pertama tahun depan di ruang kerjanya, terutama soal pameran Iin-Sandi, si kembar yang beberapa tahun belakangan membawa harum nama Indonesia di beberapa penilaian seni rupa dunia, tapi sepanjang celotehku perihal proyek fix dan proyek bayangan (artinya hampir fix) galeri yang kami rintis berdua, dia hanya diam mendengarkan, tapi pikirannya kayak nggak ada di sini sama sekali.

Kalau Michael sudah mengeluh tentang ayahnya, soalnya tak lain dan tak bukan adalah masalah jodoh.

"Ignore aja, sih," saranku. "Lo bukan anak kecil lagi—"

"Justru karena menurutnya gue bukan anak kecil lagi, udah saatnya gue settle down dan punya keluarga. Kayak gampang aja dia ngomong."

"Ya udah, paling enggak lo pacaran, kek, biar bokap seneng," tukasku sambil lalu, menganggap topik bahasan itu sama sekali nggak penting buat ngotot dipikirin sewaktu pekerjaan menumpuk seperti ini. Udah akhir tahun, sebentar lagi aku harus cabut ke reuni angkatan jurusanku yang konon juga bakal dihadiri oleh Om Samudra, saudara papa yang kini menetap di Kanada mengurus Renaissance Gallery.

"Nggak ah, gue nggak suka pacaran hanya karena desakan orang tua. Kalau gue mudaan sih nggak apa-apa. Udah umur dua tujuh, masa iya gue masih ngegandeng orang buat main-main aja," katanya sambil memegang pulpen, tapi bukan buat ngebantu aku ngerekap, malah diketuk-ketukin ke meja. "I am waiting for the right person."

"The right person itu bukan buat ditunggu, tapi dicari."

"Look who's talking!" sambarnya dengan nada menghina.

"I am searching," aku membela diri. "Cuma ya sama, belum nemu. Hmmmh ... gue juga udah males nyoba-nyoba, kenapa ya hati gue nggak pernah nyantol sekalipun sama seseorang? I was wondering ... apa karena gue nggak tahu sejatinya gue pengin menjalin hubungan serius sama cowok model gimana, ya?"

Mike tersenyum miring. "Kayaknya semua juga udah lo coba."

"Belum, sih," gumamku. "Semua cowok yang jalan sama gue ambisius, kekanakan, tipikal pria-pria dalam kejayaan masa muda. Gue pengin cowok yang bisa ngemong, lebih banyak mendengarkan karena sudah tahu jauh lebih banyak dari gue, udah mengalami lika-liku kehidupan hingga membuatnya bijak dalam berpikir dan bersikap. Bukan cowok-cowok mudah tersinggung dan hanya ingin menaklukkan perempuan aja."

"But seriously, Lita ...." Mike meletakkan pulpennya kembali dan menatapku dalam-dalam. "Have you ever been in love?"

Itu pertanyaan sederhana yang gampang sekali dijawab.

The Age Between Us (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang