Chapter [2]

3.3K 479 50
                                    

Yoongi termenung. Pada titik ini kenyataan seperti melemparnya ke masa lalu di saat segala luka yang berusaha dia sembuhkan dan tekat yang telaten dia bangun membuahkan hasil. Tatanan itu menjadi berantakan, dan dia merasa begitu asing kendati itu adalah tentang kehidupannya yang dulu.

Di Busan keluarganya yang begitu hangat tinggal. Tumbuh di rumah 1 lantai yang memiliki banyak ruangan. Di kelilingi pekarangan dimana pohon besar juga tanaman-tamanan ibunya ikut berbagi tempat tinggal. Menjadi putra pertama keluarga Jeon hingga usianya 6 tahun, Yoongi kecil mendapat 2 adik kembar bernama Jeon Somi dan Jeon Jungkook. Ibunya memiliki bisnis kedai ayam kecil, sedangkan Ayahnya memiliki pekerjaan kantor yang cukup lumayan untuk membahagiakan keluarga kecilnya.

Semuanya berjalan pada semestinya. Layaknya keluarga lain dengan kebahagian, kesedihan yang berputar seperti roda. Tentang pertengkaran yang hadir dan hilang setelah berhasil terselesaikan. Hanya saja hari itu, saat usia Yoongi genap 18 tahun, saat orangtuanya begitu bangga pada nilai ujian Yoongi, di saat bersamaan mereka juga begitu marah karena keputusan Yoongi.

"Musik?" Nada suara Jeon Kwanghe rendah, menatap putranya terkejut. Begitu melihat Yoongi mengangguk antusias, lelaki itu memejamkan mata dengan gelengan kepala yang langsung membuat Yoongi bungkam, "Mau jadi apa dengan musik, Yoongi? Bukankah dulu kita sepakat untuk masuk Hukum? Dengan nilaimu itu, dan ayah bakan telah mempersiapkan semuanya, Nak."

Ya, dulu ketika Yoongi belum begitu mengerti ketika segala keputusan samar adalah bentuk persetujuan mutlak orangtuanya walaupun orangtuanya tetap meminta persetujuannya seperti sekedar formalitas.  Dan ketika dia melihat Epic High di TV, Yoongi begitu berdebar hingga semua buku tulisnya mendadak menjadi penuh goresan lirik coba-cobanya.

Dia tidak pernah sebahagia ini hanya dengan membayangkan bisa mendengarkan lagunya akan di putar di radio atau TV, jadi begitu sang Ayah terkesan mempertanyakan bentuk kesuksesan tentang mimpinya, Yoongi menjadi begitu terluka. Selama ini dia begitu menurut. Bahkan sekecil tentang baju apa yang harus dia pakai saat dia di pilih untuk berpidato. Ayah bilang Yoongi adalah Putra pertamanya, harapan pertamanya, dalam arti lain mereka begitu berharap pada Yoongi dan mempertaruhkan semuanya untuk Yoongi.

Kala itu dia kecewa karena masa depannya di jadikan tolak ukur sebuah kemakmuran keluarganya. Dia hanya ingin menjadi anak yang akan begitu bangga ketika bercerita cita-citanya lalu mendapat dukungan begitu penuh dari mereka. Bukan seperti ini, bukan melihat ibu nya menangis juga Ayahnya yang begitu kesetanan merobek semua kertas berisi lirik-lirik garapan Yoongi setelah dia mengatakan telah di terima di sebuah Universitas untuk menekuni musik.

"Jangan jadi putraku lagi! Aku tidak memiliki anak sepertimu!"

Itu menjadi luka yang begitu mendalam ketika 18 tahunnya hidup menjadi kebanggan, lalu dalam sekejap mata hilang. Malam itu Yoongi memang ikut kesetanan karena buku liriknya di hancurkan. Untuk pertama kalinya dia menajamkan mata bahkan beradu mulut dengan orangtuanya. Berakhir dengan keputusan mutlak berdasarkan luka, Yoongi menutuskan mengemasi barang-barangnya di kamar.

"Oppa.. "

Yoongi menarik napas. Segala amarahnya seperti menguap ketika suara manis menyapa telinganya. Dia menoleh mendapati Somi dan Jungkook berdiri di depan pintu. Di sana adik cantiknya sudah menangis. Jelas mereka mendengar semua. Pertengkaran mengenai keputusan Yoongi bahkan tidak hanya sekali, si kembar mendengarnya beberapa kali, dan sekarang adalah final.

"Kemari." Panggil Yoongi. Namun di sana Somi malah semakin keras menangis, sedangkan di sisiya Jungkook hanya terdiam dengan pandangan redup.

Betelgeuse |BTS [√]Where stories live. Discover now