[4]

1.1K 238 24
                                    


"Tidak mungkin ketinggalan di meja, 'kan!?" Wonwoo mengumpat atas kecerobohannya sendiri saat tak kunjung menemukan buku harian kecilnya walau ia sudah membongkar semua isi tasnya.

"Jooe, sialan! Dia menyuruhku untuk buru-buru dan membuatku meninggalkan buku harianku, aish."

Ya, dia menyalahkan perempuan berkuncir kuda yang tebar pesona itu. Katakanlah Wonwoo membencinya sekarang. Lelaki berkacamata itu khawatir kalau seseorang menemukan buku itu dan membaca keseluruhan isinya.

Oke, tak masalah jika yang mereka baca ialah kejadian memalukan Wonwoo saat tak sengaja meruntuhkan barisan sereal di minimarket. Atau tentang seorang pria asing yang menyangka dirinya adalah penjaga di toko buku langganannya saking ia sering datang ke sana.

Tapi, ia akan amat sangat malu jika yang dibaca adalah bagian dimana ia selalu menulis tentang Mr. Kim. Tentang pesona guru kesayangannya itu yang memikat, tentang kebaikan Mr. Kim pada murid-muridnya, tentang Mr. Kim yang sedang meminum kopi kaleng yang dibelinya di vending machine sekolah, atau tentang Mr. Kim yang tampak cocok jika mengenakan kemeja putih favoritnya.

Sial, sial, sial. Bahkan aku menulis namaku di bagian depan buku. Mati saja kau, Jeon Wonwoo!

Wonwoo meracau dan berguling tak karuan di atas kasurnya. Sampai ia lelah dan terlentang menghadap langit-langit kamarnya yang remang. Karena ia sadar bahwa sebenarnya dia yang menyukai orang yang nyaris sempurna seperti Mr. Kim adalah sebuah kesalahan. Mendapatkan Mr. Kim di antara para perempuan yang berbaris membuat dirinya bukanlah apa-apa untuk dipandang oleh guru Bahasa Inggrisnya itu. Tampak semua yang ia dambakan hanyalah angan yang lalu.

Wonwoo mungkin sudah gila, sejak Mr. Kim mulai mengajar kelasnya awal semester ini. Membuatnya selalu menjadi yang teratas dalam mengerjakan tugas Bahasa Inggris, semata-mata untuk menarik perhatian sang guru.

Lagi-lagi Wonwoo menggeliat tak karuan di atas kasurnya sembari mengacak-acak rambut.

"Bodoh! Argh!"

"Wonwoo, apa yang kau lakukan? ayo makan malam!"

"Ba- baik, Bu!"


;;;


Wonwoo berjalan lesu sejak keluar dari rumahnya tadi. Bukan karena hari ini ia tidak akan bertemu Mr. Kim di kelasnya, namun karena ia masih memikirkan nasib buku hariannya--juga nasib dirinya yang siap diperolok massal jika memang seseorang dengan jahilnya menemukan dan membuka privasi yang mati-matian ia jaga itu.

Yang ia lakukan sejak turun dari bis dan berjalan menuju gedung sekolah hanyalah bertekut wajah dan menendang kerikil yang ada di sekitarnya. Mood-nya sedang mengembara jauh, sampai ia tidak sadar kalau dirinya sudah sampai di kelas.

Perlahan, ia mengangkat wajahnya, menelaah isi kelas dan mendapati sudah banyak siswa yang datang. Tapi, tampak tidak ada yang aneh--misalnya mengintimidasi Wonwoo karena berani-beraninya menyukai Mr. Kim mereka, atau mengoloknya karena ia seorang laki-laki yang suka menulis buku harian. Semuanya tampak seperti biasanya. Mereka bersenda gurau dengan teman mereka yang lain, atau sibuk mengerjakan pekerjaan rumah mereka yang sengaja tak mereka kerjakan di rumah.

Wonwoo menghela napas lega. Mungkin ketakutannya tentang orang yang menemukan dan membaca buku hariannya sebenarnya memang tidak terjadi. Misalnya penjaga sekolah hanya mendapati barang yang tertinggal di kelas dan menaruhnya di laci meja pemiliknya. Biasanya begitu.

Dan benar saja, Wonwoo mendapati buku harian tercintanya saat ia merogoh laci meja. Ia bersyukur karena walaupun penjaga sekolah mengetahui isinya, setidaknya mereka tidak mengenal Wonwoo. Dirinya hanya bisa tersenyum lega dan mengelus dada.

Ia pun membuka isi bukunya, memastikan tidak ada masalah pada buku hariannya. Namun, yang ia saat membuka halaman pertama bukunya ialah sebuah surat kecil dengan amplop berwarna biru muda cerah dan ada namanya tertulis di bagian pojok bawah kanan surat itu.

Napas Wonwoo tercekat saat mencerna apa yang baru saja ia temukan di halaman buku hariannya. Ia segera mengambil lembar surat itu dengan panik. Tidak mungkin.

Wonwoo mengatur napasnya agar tetap stabil dan mengontrol dirinya agar tidak menuai perhatian.

Dengan hati-hati ia mulai membuka amplop tersebut dan mengeluarkan secarik kertas yang dilipat dua dengan begitu rapi dan simetris.

Hati Wonwoo masih belum siap untuk membaca isi dari surat itu. Ia masih tidak yakin pada kemungkinan yang sedari tadi menyangkut di pikirannya.

Setelah kembali menetralisir kondisi hatinya, ia pun mulai membuka lipatan kertas itu dan membaca apa yang ada di sana.

Sebuah tulisan tangan yang sangat ia kenal, yang selalu ia lihat di kelas di setiap hari Rabu dan Jum'at.

Bibir Wonwoo terkatup rapat, hatinya memanas dan matanya berbinar-binar seolah masih tak percaya dengan isi surat tersebut. Dan, sekali lagi ditekankan, bahwa tidak ada alasan bagi Wonwoo untuk bodoh dalam Bahasa Inggris.

"Here, you found this letter, Jeon Wonwoo. Sorry for reading this diary's book without permission, because you left it on your desk.

As a teacher, I feel so guilty for read the privacy of my student. But, I feel more guilty for not realizing about how you feel towards me for all this time. Once again, I'm sorry, Jeon Wonwoo student.

But, I'm lucky and glad enough to know that you are secretly paying attention to me. In this such a cute way, not as your teacher.

I can't stop smiling while reading this book, because this is too sweet and pure. You wrote a lot about me and about yourself too, which makes me feel that I'm really truly being loved by someone.

Sorry if I suddenly surprised you with this letter. But, with this its mean, I granted your wish, right? ㅋㅋㅋ

Last but not least, can you meet me in my office desk after the class of first periode? I'd like to tell you something.

-Mr. Kim Mingyu"


a/n:
kalian harus tau, perasaan aku waktu ngetik ini tuh gemes sendiri yaampun. big tengs kepada totebag-ku yang begitu menginspirasi ; w ;

love letter ;;meanie ✔Where stories live. Discover now