Chapter 12 | Teritori

16.8K 2.8K 150
                                    

"Home is the nicest word there is." - Laura Ingalls Wilder


             

Setelah menjauhi bundaran tadi udara mulai membaik. Bau mengerikan itu tak begitu parah. Pemandangan di sini masih sama, sisa gedung di kiri kanan dan mobil bertebaran di jalan.

       Setengah jam kemudian, mereka masih berjalan di tengah keheningan kota mati, mengenakan masker bandana. Berjalan tenang tanpa gangguan.

       Hingga tiba-tiba... terdengar siulan, satu kali, berasal dari dalam sisa gedung di kiri jalan. Mereka pun reflek menyiagakan senapan ke sekeliling.

       "Diam di situ!" kata suara laki-laki. "Apa mau kalian?!"

       Seketika muncul pasukan yang mengurung mereka. Kali ini bukan droid, tapi manusia. Dua masing-masing keluar dari sisa gedung di kedua sisi jalan, memagari mereka. Dua tiba-tiba sudah menjaga di belakang. Semua memakai penutup hidung, menodongkan senapan.

       Dari pemindaian Diara, mereka terlihat dan terdengar seperti remaja. Mungkin seumuran dengannya. Yang membuat ia termenung adalah mereka semua manusia. Berjumlah enam orang.

       Itu jumlah terbanyak yang ia lihat enam bulan terakhir. 

       "Jangan tembak!" Revan menurunkan bandana. "Kami manusia! Mencari—"

       Tung! Tembakan datang dari samping, meledak di dekat sepatu botnya. Dia pun mundur selangkah dan mengangkat kedua tangan, termasuk senapannya.

       "Hanya alien yang bermain dengan robot." Laki-laki berjaket kulit itu berdiri di atas setumpuk puing setinggi tiga meter, di kiri jalan. "Dan kami tidak mengobrol dengan alien."

       Dia membidik Rigel lalu menembak berkali-kali. Membuat robot itu terdorong mundur, menghalangi untaian kabel di leher dengan satu lengannya.

       "Hentikan!" teriak Prama, tanpa berpikir ia menghalangi Rigel. "Dia bukan robot! Eh, iya dia robot tapi bukan yang memburu orang!"

       "Oh iya? Apapun jebakan kalian, tak akan mengelabui kami!"

       Sekejap kemudian peluru menghujani mereka, terutama Rigel. Mereka pun berbalik, kabur sambil merunduk. Dug! Revan dan Prama menubruk dua penjaga di belakang sampai tumbang. Timah panas meledak-ledak mengikuti langkah mereka. Sementara Rigel yang tetap fokus lari meski peluru memantul di punggungnya.

       "Ke sana!" Diara menunjuk belokan ke kiri.

       Mereka berempat pun menukik masuk ke jalan raya satu arah. Rigel di paling belakang, menghalangi Prama dan Diara dari peluru. Sementara Revan berlari mundur di sebelah Rigel, menembaki dua orang yang mengejar.

       "Kenapa manusia tak seramah yang kuingat?!" teriak Prama.

       "Mereka kira kita hasil eksperimen," balas Revan sambil menembak. "Atau jebakan."

       "Itu gila. Kita cuma bersama satu droid!" Diara menjerit karena peluru melesat di samping kepalanya. "Kau kenal orang-orang tadi?"

       "Tidak, aku tak mengenal suara mereka."

       Dar! Tembakan datang dari kiri. Tepatnya dari atas sisa gedung, berupa puing setinggi tiga meter lebih yang memanjang di sisi jalan. Dua laki-laki berlari di atas sana, melompat-lompat lincah melewati tumpukan puing.

       Nampak mudah berpindah dari gedung ke gedung. Melompati celah lebar dan mendarat di atas kedua kaki lalu kembali berlari. Bruk! Mereka menubruk sebongkah dinding sampai rontok menjadi puing. Tanpa kesakitan, mereka tetap berlari sambil menembak. 

After The ThirdWhere stories live. Discover now