Chapter 20 | Berkobar

12.6K 2.6K 109
                                    

"The most powerful weapon on earth is the human soul on fire." -  Ferdinand Foch


"Revan, ayo!" kata Val berlinang air mata. "Pasukan droid menuju kemari. Kita harus pergi!"

Sementara Prama duduk bersandar ke dinding, terengah dan tak mengerti yang terjadi. Dia bahkan tak acuh pada derungan droid yang mendekati gedung. Dia hanya melamuni dinding di hadapannya.

"Prama!" teriak Neo di HT, tapi ia seakan tak mendengar. "Prama!"

Dia pun mengejang, ia menekan tombol HT tapi fokusnya masih hilang. "Ya? A... apa?"

"Kenapa masih di sana?! Cepat keluar, droid mendekat!"

Meski masih setengah sadar, Prama bangkit berdiri. Menghampiri Revan dan Val yang masih duduk melamuni api. Dia menarik keduanya sampai berdiri.

"Kita harus pergi," katanya datar. "Ne.. Neo bilang—"

Bam! Terdengar dentuman saat kubah di atas rubuh menciptakan lubang besar di atap. Puing berjatuhan dilahap kolam api. Nampak beberapa droid meluncur masuk, menembakkan laser.

Revan langsung menghalangi Val dan Prama dari laser. Garis-garis biru panas itu memantul dari tubuhnya. Namun ia tak mampu selamanya begitu. Dia melirik jendela raksasa di kanan ruangan yang bolong sedikit. Untuk ke sana mereka harus melompati dua meter celah kolam api.

Keringat mengalir di sisi wajahnya. "Lompat! Keluar dari sana!"

"Aku... tak yakin bisa," balas Val lemas.

Tanpa ragu Prama mengangkat Val ke punggung, gadis itu pun merangkulnya erat. "Pegangan! Berdoa!"

Dia mundur beberapa langkah lalu berlari. Sambil menjerit, ia melompat tinggi melewati celah kolam api, merasakan udara memanas di bawahnya. Dia menyilang tangan di depan dan prang! menembus jendela sampai pecah berhamburan.

Keduanya jatuh dari lantai dua gedung dan berdebum di aspal berkerikil. Val sampai jatuh terguling dari punggung Prama. Badan sakit semua, tapi Prama memaksa berdiri sambil meringis. Dia pun membantu Val berdiri dan merangkulnya.

Wush! Revan lompat melewati jendela dan mendarat berlutut di aspal. Tetap gagah walau mata tergenang.

Dia menoleh ke belakang. Melihat api melahap seluruh lantai satu, perlahan memakan lantai di atasnya. Lima droid berterbangan keluar dari jendela dan mendarat di depan mereka bertiga, siap menembak spidroid.

"Val, berlindunglah," kata Prama. "Aku tak mau kau pingsan."

Revan berdiri tegap, mengepalkan tangan dan menatap tajam kelima makhluk besi itu. "Dua lawan lima?"

Wush! Seseorang melompat dari gedung di belakang, mendarat berdebum di sebelah Revan. Mata sipitnya menajam. "Lima lawan tiga." Krak! dia mengokang senapan.

"Kenapa kau di sini?" tanya Revan.

"Gading yang membawa Levi ke Benteng. Aku harus selesaikan latihan ini." Dia melihat sekitar. "Mana Diara?"

Revan maupun Prama tak menjawab.

Duel dimulai. Mereka dan kelima droid itu menuju satu sama lain. Droid meluncur dan mereka bertiga berlari. Revan tetap cepat meski ditembaki laser, sementara Prama menghindar dengan lincah dan Neo melempari droid dengan bongkahan puing yang ia temukan.

Sementara Val duduk di aspal, bersandar lemas ke dinding. Menyaksikan ketiga temannya beradu dengan droid. Revan meninju-ninju tubuh besi itu, Prama menerjang dengan tubuhnya dan Neo melempari dengan puing besar.

Dia berusaha bangkit tapi jatuh lagi. "Tidak."

Prama menendang dada droid sampai kakinya nyeri. Dug! Revan menyikut kepalanya hingga sebelah matanya pecah. Tanpa ragu ia menarik untaian kabel dari mata droid dan memutusnya.

"Makan ini!" Neo menusuk batang besi ke mulut droid, sekuat tenaga sampai menembus kepala dan droidnya kejang koslet.

Tung! Prama menjerit saat wajahnya ditinju lengan besi, darah pun muncrat dari hidungnya. Dia jatuh terkulai, diinjak kaki besi. Dia menahan kaki kokoh itu, tapi krak! Terdengar retakan di dadanya diiringi nyeri luar biasa, dia pun semakin menjerit.

"Awas!" Revan lompat menghalangi Neo dan dadanya tertembak laser dari dekat. Dia pun terpental, jatuh menimpa setumpuk batang besi.

Wush! Droid meluncur, menarik punggung baju Neo dan melemparnya hingga menubruk dinding gedung. Dia pun jatuh tengkurap di aspal, tak sempat bangun saat droid menembakkan spidroid dari tangan. Dengan cepat laba-laba hitam mengurung tubuhnya.

"Tidak!" teriak Neo, menggelepar. "Pergi!"

Sementara droid mendekat ke Revan yang telentang lemas. Mengacungkan tembakan laser ke arah kepalanya. Dia pun pasrah melihat laser memanas di dalam mulut tembakan.

Tiba-tiba...

Zzp! Sebuah tongkat besi meluncur dan menembus kepala droid itu dari belakang. Tubuh besinya pun bergetar koslet dan jatuh terjungkal. Revan melongo sejenak, di depan sana adalah gedung yang dilahap api, tak ada siapapun.

Hingga ia melihat sebentuk tubuh keluar dari kobaran api.

Gadis langsing berambut sepunggung melangkah gagah melewati api. Mata coklat terang itu mengalahkan ganasnya api. Terlihat rambut hitamnya tetap berkibar meski dinaungi api. Pakaiannya terbakar menyisakan setengah kaos dan celana jeans sepaha yang pinggirnya gosong.

Api menyelimuti kedua lengan dan kakinya, menggerogoti pakaiannya. Sembari melangkah, angin menghempas pergi api, menunjukkan kulit putih langsat tanpa luka sedikitpun.

"Di... Diara."

Revan tercekat bukan main, bahkan tak bisa bergerak.

Diara mengambil pistol dari saku belakang, menembak leher droid yang menginjak Prama. Droid itu hendak menembak Diara. Namun, Prama menyelengkat kaki besinya dan menarik kabel di lehernya dengan brutal sampai cahaya matanya padam.

Belum selesai di situ. Diara berlari cepat, berpijak di puing dan melompat setinggi dua meter. Menerjang droid yang menjaga Neo sampai terjungkal. Dia berlutut dan meninju wajah besi itu sampai penyok. Tangannya nyeri tapi ia meninju lagi dan lagi sampai mesinnya remuk.

Kemudian ia berdiri dengan napas terengah. Menghadap ketiga lelaki yang tercekat menatapnya. Lalu ia menatap kedua tangannya, takjub dan bingung.

"Dee?" Revan menatapnya, khawatir. "Kau... kau..."

Prama melongo. "Bagaimana bisa?"

"Entahlah."

Diara sendirilah yang paling tak mengerti.

Yang ia ingat hanya jatuh ke kobaran jingga yang panasnya menggerogoti tubuh. Namun, seketika terasa aliran kekuatan menggebu-gebu di balik kulit. Membuatnya mampu bangkit dan menembus api yang hanya terasa hangat bersentuhan dengan kulitnya.

Neo mengangguk sekali. "Lihatlah siapa yang mendapat kekuatan barunya."

"Keahlianmu adalah terlangka," kata Val yang berdiri dibelakang Diara. "Kau anti api."   









---

HIYA!!

Sekarang Diara punya kemampuan khusus juga. Menurut kalian bagaimana ke depannya? Apakah kemampuan itu akan membawa kemenangan atau justru membahayakan Diara? Baca terus yaa hehe sampai jumpa di chapter berikutnya. Aku update (insyaallah) malem minggu.

Btw, menurut kalian lebih baik aku hiatus 2 bulan untuk nulis sampai beres atau update 2 minggu sekali dengan kasih 2 chapter? Komen yuk pendapat kalian!! Cheers :D

After The ThirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang