Chapter 9

1K 102 16
                                    


Malam tiba. Mitsuba memanggil Hijikata yang sedang berada di halaman. Dia sedang memeriksa keadaan sekitar. Aman.

Hijikata menghampiri Mitsuba yang berdiri di ruang keluarga. Ia menyajikan beef croquettes lengkap dengan nasi dan sup miso. Di sebelah mangkuk nasi Hijikata, terdapat botol mayonnaise berukuran besar.

Hijikata duduk di meja makan disusul Mitsuba.

"Selamat makan, Hijikata-san," kata Mitsuba dengan wajah polosnya.

"Selamat makan," kata Hijikata sambil melumuri mangkuk nasinya dengan mayonnaise hingga membentuk gunung mini. Ia pun menggigit sepotong croquette dan mengunyahnya. "Wah, ini enak sekali."

"Terima kasih, Hijikata-san," balas Mitsuba.

"Kamu tidak pernah gagal untuk memasak sesuatu," kata Hijikata sambil memberikan nasinya mayonnaise hingga menggunung. "Aku selalu menikmatinya."

"Senang mendengarnya," jawab Mitsuba. "Aku selalu suka masak. Dan aku hanya memasak makanan yang menurutku lezat jika Sougo pulang. Dia pulang hanya pada akhir pekan. Jadi, aku hanya memasak pada akhir pekan."

"Percayalah, dia makan banyak dan lahap di markas. Jangan khawatir."

"Terima kasih sudah menjaganya, Hijikata-san," kata Mitsuba sambil mengunyah sepotong croquette.

Hijikata tersenyum. Tapi dalam hatinya... Asal kau tahu, si brengsek itu selalu mencoba untuk membunuhku kapan saja.

Perbincangan makan malam Mitsuba dan Hijikata berlangsung santai. Hijikata terlihat mulai nyaman. Dalam hatinya, dia tidak tahu kenapa dia bisa berbincang senyaman ini dengan Mitsuba. Rasanya hangat, dan Mitsuba adalah wanita yang hangat. Hijikata menyukainya.

Tak terasa, jam menunjukkan pukul 22.00. Hijikata membantu Mitsuba membereskan dapur dengan mencuci beberapa piring dan membersihkan meja makan.

"Kau harus tidur," kata Hijikata sambil membakar rokoknya. "Ini sudah masuk jam tidurmu."

"Kau ingat itu, Hijikata-san. Aku memang sudah mengantuk."

"Tidurlah. Aku akan memeriksa seisi rumah dan aku akan tidur."

"Mau aku temani?"

"Tidak usah. Tidur sana."

"Baiklah," Mitsuba mengeringkan tangannya dengan kain lap di dekat lemari es. "Selamat tidur, Hijikata."

"Selamat tidur," balas Hijikata.

Hijikata memeriksa seluruh ruangan. Aman. Dia memasukki kamarnya dan membuka pintu menuju halaman lebar-lebar.

Ia memandang langit di atasnya. Langit terlihat cerah meski gelap, dan tak berawan. Hijikata membakar rokoknya dan mendengus.

"Ini baru malam pertama," gumamnya.

Mendadak, kedua mata Hijikata melotot. Dengan cepat, kedua tangannya melempar sesuatu ke arah pohon yang berada cukup jauh darinya. Seekor tupai melompat dan menghilang ke pohon yang lain.

Hijikata memperhatikannya dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia pun menutup pintu.

Pohon yang dilempar sesuatu oleh Hijikata mendadak bergerak hebat. Ada yang jatuh dari pohon itu, melewati pagar.

"Shinpachi," Gintoki memanggil Shinpachi yang sedang berlari ke arahnya. "Cabut kunai ini dari bahuku pelan-pelan."

Shinpachi menggeleng tak percaya sambil mencabut kunai yang menancap di bahu Gintoki. Gintoki terlihat meringis.

"Hm, sejak kapan dia punya kunai?" kata Shinpachi sambil mencabut kunai kedua di bahu Gintoki.

***

Hijikata tak bisa tidur. Dia terus memikirkan apa yang dipikirkan oleh Mitsuba. Ia ingin tahu pola pikirnya, ia ingin berada di dalam pikirannya.

Hijikata masih memandang langit-langit. Sampai akhirnya, ia memberikan tubuhnya sebuah pergerakkan.

Hijikata berdiri, masih mengenakan kemeja putih dan celana bahan berbahan stretch. Dia keluar kamar dan menuju kamar Mitsuba.

"Mitsuba-san?" panggil Hijikata. "Aku tahu ini sudah jam 01.00. Tapi, bisakah kau buka pintunya sebentar?"

Tak lama setelah Hijikata bicara, Mitsuba membuka pintu kamarnya.

"Kenapa belum tidur?" tanya Hijikata.

"Aku sedang menonton anime Keroro Gunsou. Aku mau tidur, kok. Ada apa Hijikata-san?"

"Bolehkah aku tidur di kamarmu?"

"Eh?"

Mata Hijikata terbelalak. "Ti-tidak, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kau merasa aman. Aku tidak akan tidur, tapi akan berada di kamarmu untuk berjaga-jaga. Aku akan terus berada di samping jendala dan merokok di sana. Tenang saja."

"Boleh, Hijikata-san. Silakan," Mitsuba mempersilakan Hijikata masuk ke kamarnya.

Di sisi lain, Gintoki dan Shinpachi memperhatikan dari atap rumah tetangga Mitsuba. Keduanya tidak bicara.

"Benarkah?" bisik Shinpachi tak percaya melihat pemandangan barusan. "Hijikata-san bergerak terlalu cepat?"

"Aku bawa tissue," kata Gintoki.

"Bukan itu, Gin-chan. Hijikata memberanikan dirinya untuk melindungi Mitsuba."

Gintoki tak menjawab dan keduanya kembali memperhatikan Hijikata dan Mitsuba.

"Kamu tidak tidur, Hijikata-san?" tanya Mitsuba.

Hijikata menyalakan api dan membakar rokoknya. "Mungkin aku akan ketiduran. Tapi, aku akan tetap ada di sini, kok."

Mitsuba terdiam sesaat. "Hijikata-san."

Hijikata menatap Mitsuba yang sudah berada di atas futon-nya.

"Aku senang kamu di sini selama tujuh hari ke depan," kata Mitsuba.

"Aku juga," jawab Hijikata singkat sambil mengembuskan asap rokok.

"Selamat tidur, Hijikata-sana," kata Mitsuba.

"Selama tidur," jawab Hijikata.

Hijikata melihat Mitsuba perlahan tertidur dengan pulasnya.

Mitsuba cantik sekali hari ini. Dia sangat cocok mengenakan kaus kebesaran.

Hijikata memperhatikan wajah Mitsuba yang tertidur pulas. Lima menit, 10 menit, 15 menit, dan kepala Hijikata masih belum bergerak dari wajah Mitsuba.

Di sisi lain, Gintoki dan Shinpachi memperhatikan keduanya dengan seksama.

"Kalau Mitsuba itu Tsukuyo dan aku adalah Hijikata, Tsukuyo pasti sudah mengerang dengan liar dan memintaku untuk berhenti," bisik Gintoki.

"Gin-chan."

Gintoki tidak menyahut. Dia melihat ada yang berbeda dengan Hijikata. Sorot matanya lembut saat matanya beradu dengan mata Mitsuba. Hanya saja, Hijikata terlalu pasif untuk mengutarakan perasaanya.

"Apakah ini akan berhasil, Gin-chan?" tanya Shinpachi.

"Aku berani taruhan, Mitsuba akan menikah dengan Hijikata tahun ini," jawab Gintoki dengan wajah datar.

Life After WarWhere stories live. Discover now