Bagian 14 - Keputusan

3.7K 214 0
                                    

Jamnya berhenti di pukul 2.

Sebuah lampu atap bercahaya di dapur selagi aku berdiri di depan meja dapur. Kegelapan mengelilingiku, mendorong keinginanku pada saat itu. Itu menguasai inderaku. Aku tersesat. Aku tak dapat berpikir lurus. Rasa depresi menyerbu pikiranku dan mengawani semua pikiran rasionalku.

Aku menatap sekilas tanganku selagi aku mengeluarkan itu. Aku tak pernah menyadari aku sepucat ini. Jariku mulai gemetar henat ketika mendekati pisau. Aku menarik objek tajam itu dari tempat kayu, dan aku menatap segelintir refleksiku. Aku tak pernah terlihat seperti ini. Aku mencengkeram pegangan pisau itu erat diantara telapak tanganku ynag lembab selagi aku menutup mataku erat, mencoba untuk menghalangi pikiran apapun.

Setiap kesusahan, rasa sakit akan sirna setelah ini, batinku. Kau dapat melakukan ini, Lia. Kau akan berada bersama ayah.

Tangisan membasahi pipiku yang mengalir tak terkontrol. Sebuah tatapan liar menghuni pikiranku. Mataku terbelalak ketika aku merasakan ujung tajam melewati bahan baju hangatku - menyentuh perutku. Aku berhenti, menggenggamnya. Ini nyata.

Rasa sakit ini hanya terasa sementara, akan hilang dalam sekejap diikuti dengan segalanya, aku mendengar sebuah suara yang mendorongku. Aku merasakan gumpalan keras di tenggorokkanku.

"Thalia?" Realita kembali mengejutkanku. "Apa-apaan yang kau lakukan?" Suara itu lebih keras sekarang.

Pisau itu dirampas dari tanganku dan aku melihatnya tergores ke lantai dapur bergaris. Lalu aku merasa lenganku dicengkeram. Aku memutar menghadap Harry. Aku melihat tubuhnya ada dua. Aku benar-benar tak dapat memproses apa yang sedang terjadi tapi aku merasa aman.

Pandanganku memburam setiap detik waktu yang terlewat dan rasa sakit yang kurasa di kepalaku semakin menyiksaku. "Lia," aku mendengar namaku beberapa kali tapi suara Harry mengecil tiap ia memanggilku.

Lututku tiba-tiba terasa lemas. Aku tak lagi dapat menyangga diriku, dan aku benar-benar menyerah. Tapi aku tidak jatuh. Malah, aku menemukan diriku diangkat.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sedikit rasa terbakar yang kurasa pada kelopakku membuatku menyadari sekarang tak lagi malam bahkan sebelum aku membuka mataku. Aku tak sadar selama beberapa saat. Apa yang terjadi? Aku terus menanyakan diriku.

Tanganku mengepal, menarik sprei dibawahku. Sebuah tempat lilin yang menyala tergantung diatasku dan sebuah aroma kuat cologne mengapung. Ini bukan kamarku.

Aku segera duduk dan kepalaku berdentum akan aksi itu. Aku diingati oleh Richard yang meninjuku. Aku menyentuh kepalaku dan menyadari sebuah perban melingkar di kepalaku. Rasa sakit kepalanya telah hilang dan sakitnya berkurang.

Ketika pandangan di pikiranku benar-benar jelas, aku menyadari aku berada di kamar Harry. Lalu aku mengingat apa yang coba kulakukan tadi malam. Aku bergidik akan gambaran bahwa aku akan benar-benar melakukannya.

Bukan hanya itu hal yang sangat rasional untuk dilakukan, tetapi juga egois. Aku tak berpikir tentang konsekuensinya. Aku mengabaikan nasib yang bersampak ke keluargaku jika aku membunuh diriku sendiri.

Aku merasa terjebak, tersesat dan sendiri. Aku berada di permainan catur dimana aku tahu aku akan tetap kalah tak peduli berapa banyak pergerakan yang kubuat, dan selama beberapa saat aku hanya ingin keluar. Aku ingin menyerah.

Pintunya terbuka sedikit dan Nyonya Briffen membuka dengan lututnya selagi ia masuk dengan nampan. Ia duduk di ujung tempat tidur, meletakkan nampan itu disampingku. "Bagaimana perasaanmu, sayang? Kau membuat kami cemas tadi malam."

Baby Doll (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang