Bagian 49 - Tergelap

1.3K 74 0
                                    

Thalia's POV

Aku mendorong Darren saat ia mencoba mendekat. Para gadis di dalam ruangan hening selagi menatapku menangis sementara Darren menyemburkan permintaan maaf tak terhingga. Aku berdiri di sudut ruangan, terisak selagi ia berbicara. Ia adalah orang yg tak ingin ku lihat sekarang dan aku menyuruhnya agar keluar tapi ia menolak. Aku tak ingin memaksanya lagi karena aku tak ingin menimbulkan masalah.

Tampaknya, ia adalah salah satu pria yg ditugaskan oleh Richard untuk mencariku. Darren bersukarela untuk mematroli di sekitar area yg ku tinggali agar para lelaki lainnya tak mencariku. Tak satupun dari mereka yakin bahwa Darren sangat dekat denganku. Ia juga menjelaskan kalau ia masuk ke bisnis ini tepat sebelum ia pergi keluar kota. Dan alasan ia pergi adalah karena ia dipilih secara langsung oleh Richard agar bertemu dengan kepala dari kota lain dan mempromosikan 'tawaran' mereka.

Darren kemungkinan dipilih untuk melakukan ini karena kemampuan ahli sosialnya, daya tarik dan akalnya. Ia selama ini tak pergi kuliah. Ia bekerja untuk orang-orang ini. Ia menambahkan kalau ia tahu bahwa ini semuanya salah, mengambil gadis muda dari jalanan untuk menjualnya, namun terguncang oleh uang yg ditawarkan. Ia bilang ia berjuang untuk pergi beberapa kali tapi malah semakin sulit saat setiap kalinya ia mencoba. 'Sekali kau masuk, kau tak akan bisa keluar', ujarnya.

Lalu ia bersumpah tak akan bilang kepada Richard mengenaiku, ia tak tahu kalau aku telah diambil oleh mereka hingga ia ditelpon oleh ibuku, meminta bantuan. "Aku tak ingin kehilangan hubungan kita, Lia. Kau berarti segalanya bagiku. Hanya kau yg ku punya." ucapnya.

Penjelasan apapun yg ia berikan tak penting sekarang. Aku tak ingin mendengarnya. Yg ku tahu hanyalah ia salah satu dari mereka, dan itu membuatku muak. Aku tak tahu apa yg akan ku lakukan dengannya dan aku tak ingin memikirkannya. Kepalaku berdentum dan aku merasa sangat sakit. Terasa seolah semuanya runtuh.

"Thalia, ayo ucapkan sesuatu." ucap Darren, keheninganku tampak membuatnya gelisah.

"Mungkin kau harus pergi, Darren." si gadis coklat pendek bernasehat dengan suara kecil selagi gadis lain tetap terdiam, kemungkinan tercengang oleh apa yg baru saja mereka dengar.

"Diamlah." Darren mendiamkannya dengan frustasi sebelum mencari responsku.

Aku tak tahu harus mengucapkan apa, aku bahkan tak dapat berpikir lurus. Beberapa narkoba yg mereka berikan agar membuatku pingsan kemungkinan masih berjalan di sistem tubuhku, sebab aku mengantuk dan diupayakan untuk berpikir.

Pintunya kembali terbuka, kali ini menampilkan wanita paruh-baya tertempel di gaun minim ala-Victorian. Helai rambut abunya dibentuki kerucut, seperti sarang lebah dan tulang lehernya menonjol dengan cara yg tak sehat. "Apa ini?" ia terkesiap. "Mengapa ia menangis?"

"Alasan pribadi, Madam." jawab Darren.

"Aku tak mau ada gadis yg menangis disini. Kita baru saja hendak mulai kelas." ia masuk dan menjatuhkan tas tangannya ke lantai. "Kau harus pergi, nak."

"Sebentar saja-"

"Keluarlah." suaranya berubah drastis, begitu juga sikapnya. Ia menarik lengan Darren, mengarahkannya menuju pintu.

"Thalia, aku akan berbicara dengan mereka. Kau akan keluar dari sini." Darren meyakinkanku sebelum wanita itu menutup pintu di hadapannya.

"Yada, yada. Apa-apaan ini, acara sinetron? Berhentilah. Kita semua adalah para gadis pekerja dan di kota ini, kita harus bersikap tangguh. Tak boleh menangisi pria juga pada saat datang bulan." ia melambaikan jari beruratnya di udara. "Sekarang hapus air matamu agar kita bisa memulai bisnis."

Baby Doll (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang