Part 26

1.9K 220 2
                                    

Lisa menatap kaca di tangannya. Gadis itu menoleh kearah tante dara yang sedang memasukan bajunya. "Tante, mama nggak akan marah? Tante tau mama nggak suka liat aku deket sama keluarga besar."

"Gak usah perduliin itu, lagian kamu bakalan tinggal di rumah tante bukan di rumah kakek atau nenek."

"Tapi kan kak Ji————"

"Tante gamau kamu ngomongin Jisa lagi. Dia aja nggak nganggep kamu saudara jadi lupain dia. Semua udah siap ayo kita harus cepet"

Lisa merunduk, menatap dress tanpa lengan berwarna putih polos yang dia kenakan. Dia tidak bisa bohong kalau dia tidak bahagia. Tapi bayangan mamanya kembali melintas di pikirannya.

Sedetik kemudian dia sudah berdiri dengan senyum lebarnya. "Iya tante"

Ini hanya sebentar ma, Lisa janji ini nggak akan lama, biarin Lisa bahagia sebentar aja oke?

***

Hanbin melangkah ringan, beberapa detik kemudian rahangnya mengeras dan kakinya terhenti ketika seseorang menyerukan namanya.

"Hanbin, duduk."

Hanbin mendengus tidak menghiraukan suruhan itu.

"Hanbin mama bilang duduk ya duduk."

"Nggak ada gunanya juga Hanbin duduk disana," Jawabnya dengan datar, dia bahkan tidak menoleh sedikitpun.

"Sekalian aja kamu nggak pulang kalo sekalinya pulang kelakuannya nggak bener gini!" Nada suara mamanya Hanbin meninggi membuat Hanbin tertarik untuk menoleh dan menyunggingkan senyum mirisnya.

"Akhirnya mama jujur. Kenapa dari awal nggak bilang kalo nggak suka ada Hanbin di rumah?" Senyum miris tersungging di bibirnya, matanya menatap mama, papa dan June dengan tatapan sayu.

Hening beberapa detik lalu terdengar suara ketukan sepatu Hanbin yang terdengar menjauh.

Cowok itu yang semula ingin kembali ke kamarnya -tempat satu satunya yang bisa dia kunjungi di rumahnya sendiri- namun berkat perkataan mamanya kakinya melangkah kembali ke luar.

Kalau biasanya dia hanya akan kembali ke rumah untuk tidur saat malam mungkin nanti dia akan kembali untuk merapikan barangnya dan siap tinggal di tempat lain.

Mobil Hanbin membelah jalanan senggang di malam itu. Tujuan utamanya hanya satu.

Markasnya bersama Bobby dan Jinan.

Tangan kiri cowok itu mengambil ponsel dan menelpon Bobby karena cowok itu yang paling sering -hampir setiap hari malah- diem di markas mereka.

"Lo ada dimana?"

"napa neh? tumbenan nanya gue? kangen ya?"

"Bob gue nggk homo ya!" B

"Hehe dirumah, nape?"

"oh oke." Hanbin dengan cepat memutuskan sambungan dan lebih menancap gas membuat mobilnya melaju lebih kencang membelah jalanan.

Saking ngebutnya, dia hanya memerlukan waktu 10 menit untuk sampai.

Rumah kecil tingkat dengan halaman cukup luas. Jangan tanya ini milik siapa. Ini adalah salah satu rumah buataan perusahaan keluarga bobby dan mereka bertiga mengumpulkan uang untuk membeli rumah itu dan mengatas namakan mereka.

Lampu taman yang memanfaatkan teknologi surya -tidak memakai listrik hanya perlu di letakan di bawah sinar matahari dan saat malam dia akan hidup sendiri- itu membuat halamannya terang.

Saat Hanbin membuka pintu jantungnya hampir saja copot karena terkejut melihat bobby duduk diam dengan kaus hitam polos di depan TV

"Lah lo kok disini?"

Segala sumpah serapah dilayangkan hanbin. "ANJING KALO GUE MATI LO MAU TANGGUNG JAWAB?!?"

"Lebay amat, kayak nak perawan. Ngapain lo disini?"

"Harusnya gue yang nanya oon lo tadi bilang lagi di rumah."

bobby hanya bisa menyengir, "iya rumah kita maksudnya."

"anjir sempak ayam! Udah ah gue ngantuk mau bobok"

Bobby hanya mengangguk walapun dia tau hanbin akan kembali ke tempatnya sekarang karena bobby tau betul Hanbin tidak akan bisa tidur kalo ada masalah.

Tidak sampai dua menit Hanbin sudah duduk di sebelah Bobby sambil membawa makanan.

"Tumben kesini? kenapa?"

Hanbin menarik nafasnya dalam, mempersiapkan diri sebelum bercerita. Entah kenapa Hanbin merasa gugup. Cowok itu merasa menjadi orang paling memalukan di dunia karna di usir dari rumahnya.

"Kenapa? nggak bisa atau lo nggak mau cerita? oiya pasti gara gara nggak ada Jinan kan? Mau gue seret tu bocah kesini?"

Hanbin menggeleng pelan, "Gue nggak berguna banget ya." ucapnya diakhiri tawa renyah-lebih tepatnya miris-

"Kena———-"

"Gue pergi dari rumah"

Secepat Hanbin mengatakan itu secepat itu juga bobby mendelik tajam. "Gilak ngapain? Gak usah niru niru gue dah. Jinan tau abis lo padahal dia dah seneng banget kita tobat."

Hanbin meluruskan kakinya, berusaha santai. "ngapain di rumah kalo keberadaan gue nggak di harapin?"

[TBC]

[3] An Angel || Hanlis || End.Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt