▪LIANO (04)▪

39 17 6
                                    

- Riano Alviandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Riano Alviandi

Matahari semakin lama semakin menghilang. Sudah terlalu lama Liana berdiri di depan gerbang sekolahnya. Entah apa maksud abangnya itu sampai tega meninggalkan adiknya yang menunggunya sedari tadi.

Beberapa kali Liana mengangkat tangannya yang terlilit jam tangan berwarna pink nya itu. Siswa-siswi di sekolah nyaris tidak ada lagi yang berada disana.

Terdengar suara langkah kaki seseorang yang sepertinya berlari. Liana melihat ke arah kakinya yang diam daritadi. "Bukan suara kaki gue, terus siapa dong?" Liana melirik ke arah kanan dan kiri tidak ada satupun orang disana.

Kini sebuah tangan seseorang menepuk bahu Liana yang membuatnya sontak terkejut. "Kak Rian! Lo bikin jantung gue mau copot aja."

Rian terkekeh melihat ekspresi Liana yang sangat menggemaskan itu. "Lo nungguin gue dari tadi kan?"

"Geer, gue nungguin abang gue." Liana memutar bola mata malasnya.  

"Gue gak geer, abang lo bilang mulai hari ini lo pulang sama gue." Tuntut Rian.

"Oh." Liana memutar bola mata malasnya.

Rian memutar badannya dan berjalan menjauh dari Liana yang  sedang berdiri disana. "Mau kemana?" teriak Liana.

"Ke parkiran ngambil motor." Jawab Rian sambil mempercepat larinya.

Setetes air dari langit turun mengenai kepala Liana yang menunggu Rian sedari tadi.  "Sudah lama gue ga mandi hujan." Liana tersenyum sambil mengulurkan tangannya menampung air yang turun dari langit.

"Cepetan naik keburu hujannya makin deras." sahut Rian dengan motor nya itu.

Liana terdiam. Ia masih sibuk bermain air hujan yang semakin lama semakin deras. Merasa tidak diacuhkan, Rian turun dari motornya dan berdiri disamping Liana. "Liana! Lo mau sakit ya?"

Sudah siap menampung air hujan yang ada ditangannya, Liana menciptrat kan air itu pada Rian dan melihat ekspresi lucu dari wajahnya. "Oh sekarang lo mulai jail ya ok mari kita mulai." Tantang Rian pada Liana.

Semakin lama mereka menghabiskan waktu dengan bermain air hujan. Rian tersadar hari semakin gelap dan mereka belum pulang bahkan masih mengenakan pakaian sekolah.

"Lia?" Panggil Rian sambil melirik wajah Liana.

"Hmm?" Jawab Liana dengan sedikit suara saja.

Rian berjalan menuju motornya yang setia menunggunya disana. "Kita pulang aja hari mulai gelap nanti orang tua lo nyariin gue yang kena masalah."

Sadar akan waktu Liana mengangguk dan memilih naik ke atas motor milik Rian. Kali ini Liana melilitkan tangannya di perut Rian tanpa suruhan Rian lagi.

Rian tersenyum samar yang tentunya tidak dilihat oleh Liana yang ada dibalik punggungnya. Entah kenapa gue lebih nyaman sama lo daripada pacar gue sendiri. Gumam Rian dalam hatinya.

Liana menepuk pundak Rian yang diam sedari tadi. "Kok ga jalan daritadi?"

"Iya sabar." Rian melajukan motor miliknya mengarah rumah Liana.

"Lo suka hujan ya?" Tanya Rian memecahkan keheningan.

"Suka malahan gue senang kalau disuruh jalan kaki ke rumah sambil main hujan."

Sifat Liana memang berbeda dengan Laisa pacarnya Rian. Liana sangat sederhana dan tidak manja. Tapi sifat itu berbanding terbalik dengan Laisa yang super manja dan menyusahkan orang lain.

Tak memakan waktu lama mereka sampai di rumahnya Liana yang sudah disambut oleh Bryan abangnya Liana.

"Bagus ya hujan-hujanan begini berduaan." Bryan melipat kedua tangannya di atas dada.

"Untung papa sama mama lagi ga ada jadi lo aman dah." Bryan tersenyum tipis. Liana tersenyum lega ia kira Bryan akan marah padanya ternyata tidak.

"Gue pulang dulu." Rian berbalik dan menuju rumah Alex. Seperti biasa ia sangat jarang pulang ke rumahnya sendiri. Baginya lebih nyaman tinggal di rumah Alex.

"Bang! Lo ngapain suruh Rian ngantar gue pulang setiap hari?" Teriak Liana sambil memasuki rumah.

"Bisa gak suara cempreng lo dikecilin dikit aja? Sakit kuping gue dengarnya." Sahut Bryan sambil mengelus-elus kupingnya.

"Gue ga suruh dia malahan dia sendiri yang mau. Ya baguslah jadi gue ga repot lagi nungguin lo."

"Rian yang mau? Dasar tukang bohong." Umpat Liana.

***

"Lo kehujanan ya?" Tanya Alex sambil melihat temannya itu basah kuyup.

"Mandi sana ntar lo sakit kepala." Ujar Alex sambil membaca bukunya lagi.

"Lama-lama lo kayak emak gue dah lex." Ejek Rian sambil berlari menuju kamar mandi.

"Rian! Lo pengen gue timpuk pakai buku ya!" Alex mengangkat bukunya yang hampir ia layangkan pada Rian.

Hampir memakan waktu dua puluh menit Rian baru keluar dari kamar mandinya dengan handuk kecil menutupi badannya. "Rian!" Panggil Alex yang sedang menonton televisi di kamarnya.

"Apaan?" Jawabnya sambil membuka lemari baju miliknya.

"Gue mau cerita."

Rian melirik ke arah Alex sambil memakai bajunya dan mendekati Alex. "Tadi gue lihat cewek--"

"Terus lo suka?" Belum sempat Alex berbicara tapi sudah dipotong oleh Rian.

Alex melihat ke arah Rian dengan tatapan tajamnya. Memang Rian orang paling ngeselin yang pernah ada. "Gue belum siap ngomong." Alex memutar bola mata malasnya.

"Iya iya lanjutin ceritanya."

Alex menghela napas beratnya. "Dia cantik parah gila, gue ketemu di kantin tadi sama Bryan. Kayaknya kami cocok dah soalnya dia suka baca buku kayak gue buktinya ke kantin aja dia bawa buku sepertinya dia anak baik-baik gak kayak lo dah."

"Etdah kok bawa-bawa gue? Kurang baik apa coba gue?" Kesal Rian yang membuat Alex terkekeh.

"By the way namanya siapa?" Sambung Rian lagi.

"Kata Bryan sih Adista."

Rian mengelus dadanya lembut. Untung yang lo maksud bukan Liana. Kalau ia mah gue habisin lo sekarang. "Woi lo kenapa elus-elus dada?" Tanya Alex keheranan.

"Gapapa." Jawab Rian lalu meninggalkan Alex sendirian menonton televisi.

***

LianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang