Endorse Duls

666 101 13
                                    

Herron's

Oke. After mama ngeLINE gue dan bilang kalau dia mau pulang ke Dallas, nasib gue sama teman-teman berubah buruk di tengah-tengah negri cemerlang ini. Mendadak kita bertujuh menggembel di pinggir kota, luntang-luntung nggak punya kerjaan.

"Gue laper bangsat" gerutu Corbyn. Lagi-lagi si perut karung ini minta makan. Padahal dua jam lalu kita baru aja makan siang di warung amigos saking nggak ada duitnya.

Fyi, warung amigos itu sangat sangat sederhana dan murah meriah. Gue sama teman-teman lainnya sih nggak gengsi buat makan di sana. Secara, amigos itu artinya 'agak minggir got sedikit' yang kalo kursi lo disenggol dikit nyebur got aja udah. Berhubung uang kita pas-pasan, makan di warung itu aja rasanya udah elit. Sisa uangnya kita sayang-sayang buat ongkos pulang ke LA. Sedihnya, nggak ada pacar, jadi uang yang disayang.

"Makan mulu woy buto" komentar Darrel. Gue sedikit aneh melihat keakraban mereka yang terjalin sejak bermain xbox di rumah tadi. Pasalnya gue tau soal kejadian Corbyn nyaris nabrak Darrel di tengah jalan beberapa pekan lalu. Coba aja kalau Darrel tau, pasti dia bisa bunuh-bunuhan sama Corbyn di sini.

HAHAHAHA nggak lah. Paling juga dua bocah abnormal ini bertarung. Bukan dengan jantan kayak smackdown, karate, silat, taekwondo, atau bahkan kung fu sekalian. Bukan juga jambak-jambakan kayak cewek rebutan sisir. Tapi bertarung secara sehat dan epic alias adu ML.

Jack menepuk tangannya keras, seolah ada seekor nyamuk baru saja melintasinya. "Itu ada indomaret!" Kemudian menunjuk mini market di sebrang jalan.

"Sabi tuh. Beli cemilan dulu baru lanjut jalan ke stasiun." Daniel manggut-manggut setuju.

Akhirnya kita bertujuh jalan ke arah indomaret di sebelah kiri jalan. Baru juga buka pintu, abang-abang gue ini pada norak. Langsung menghambur kayak tawon, menyerbu rak-rak makanan, sok mau belanja banyak padahal paling cuman beli sebungkus chiki serebuan.

Ketika Corbyn, Jack, Jonah, Daniel, dan Darrel sibuk mencari makanan ringan, gue lihat Tamara melenyap ke lorong lain yang ntah mencari apa. At least, bocah yang satu ini nggak begitu malu-maluin kayak yang lain. Mengais-ngais makanan di rak udah kayak apaan tau.

Rupanya Tamara ada di lorong sabun. Dia lagi berkutik sambil bertopang dagu, memandangi jajaran detergen. Mungkin kalau Tamara sakti, semua detergent yang ditatap itu bisa berubah menjadi duit dengan mantranya tersendiri. Alah, alay.

"Ngapain lu goblok" kata gue mengejutkan.

Tamara memutar bola matanya malas. "Nyari jodoh diundian detergent"

"Oh kirain gue lu mau ngemil rinso"

"Tadinya sih mau ngebir molto, eh nemu detergent berhadiah jadi kepo. Kali aja dibalik gosokannya ada tulisan anda berhak mendapatkan johan"

"Johan apaan?"

"Jodoh tuhan"

"Yeu, kirain Jonah"

"Jonah mah abang lu!"

"Yha lagian berasa jomblo banget lu orang."

"Dih! Lo percaya gue nyari jodoh dari undian detergent?"

"Lah tadi kata lo?"

"Bercanda doang kocak!"

"Gue pikir serius.... ah gadansa lu, Tam!"

"Elu aja yang begonya kelewat tolol. Tapi emang ngenes banget ya?"

"Iyalah. Mana ada undian produk dapet jodoh."

Words I Didn't Say • Zach HerronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang