Kopi

5.6K 193 3
                                    


Langkah Bagas mendekati Madam di kursinya dan berhenti tepat di samping tubuh bergaun malam itu. "Saya sedang bertemu seseorang itu," bisik Bagas sambil lalu, meninggalkan Madam.

Madam terpaku beberapa saat setelah ditinggal pergi Bagas, nyaris lupa bernapas sesaat begitu dia berbisik tepat di telinga yang dia tangkap sebagai tindakan menggoda sebab terasa hembusan napas menerpa telinga membuatnya merinding. Madam meyakinkan diri jika aktingnya tadi sangat baik saat berhadapan dengan Bagas namun bisikan tadi membuat hatinya gusar.

"Ian...Ian," panggil Madam halus pada bartender yang setia mengelap gelas.

"Yaa? Madam." Madam menopang wajah. Menatap penuh perhatian pada bartender, terkadang matanya mendelik saat berpikir.

"Apa saya saat berbicara dengan pemuda tadi terlihat aneh?" tanyanya gamang, harap cemas dengan jawaban Ian tapi ragu jika Si bartender memerhatikan mereka tadi.

"Tidak, Madam ramah seperi biasa pada pelanggan," jawab Ian.

Madam berbalik memunggungi Ian dan menatap panggung yang ramai dikelilingi banyak orang seperti biasanya. Kembali menerawang apa Bagas mengenalinya meski dalam dandanan perempuan seperti sekarang. Merinding, memikirkan barangkali pemuda itu datang kemari sengaja untuk melihatnya dalam balutan gaun malam dan wajah penuh make up sebagai Madam pemilik club malam. Namun, tak ada tanda yang Bagas tunjukan jika dia mengenali Madam selain kalimat terakhir yang bisa saja hanya untuk menggodanya.

-------

Seorang laki-laki duduk di sofa dengan gelisah; sesekali dia melihat jam dinding dengan pandangan cemas setiap mendengar suara mesin motor atau mobil, matanya tak lepas mengawasi pintu berharap seseorang mengetuk, minta untuk dibukakkan pintu namun hingga jam menunjukan pukul 12 siang seseorang yang ditunggu tak juga menampakan batang hidung.

"Jangan bilang dia akan mengundurkan diri sebagai guru les privatku," gumam Bagas pada diri sendiri, khawatir dugaanya benar dia memasuki kamar dan mengganti pakaian dengan yang lebih pantas untuk digunakan keluar rumah; ripet jeans menyelimuti kaki dan kaos abu-abu yang mencetak badan atletisnya.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di apartement Si guru les. Tak sabaran dia menekan bel berkali-kali namun tak juga mendapati pintu dibukakan, semakin gelisah Bagas mencoba menelpon dan bersyukur sambungan telponnya masuk. Sayang tidak juga diangkat.

"Berisik. Siapa sih?" suara Nara menyahut dari dalam, suaranya sedikit serak. Bagas senang bukan main mendapati Guru lesnya membuka pintu menampilkan Nara yang baru bangun tidur; matanya menghitam akibat tidur terlalu larut atau bisa dikatakan sudah subuh. Nyaris telanjang hanya memakai celana dalam berwarna putih dan rambut yang acak-acakan. Bagas terpaku menatap penampilan Nara, ini kedua kalinya Guru les privatnya itu membuka pintu dengan penampilan sangat menggoda.

"Siapa sih?" Bagas segera sadar dari lamunan, dia mengulum senyum kemenangan mendapati Sang Guru masih belum mendapatkan kesadaran 100% yang bahkan tidak sadar siapa yang tengah bediri di depannya saat ini.

Bergerak cepat Bagas menodorong tubuh Nara memasuki apartementnya dan menutup pintu rapat. "Bapak mabuk?" Tanya Bagas setelah mendudukan Nara di sofa.

"Aku hanya terlalu mengantuk," jawab Nara dengan mata setengah menutup. Bagas menggunakan tangan kanan menyingkirkan anak rambut Nara yang mengahalangi pandangan. Mata brownnya menatap lekat.

"Saya khawatir Bapak gak datang hari ini karena mengundurkan diri."

"Emmhh engga, saya hanya lela...," Nara membulatkan mata sempurna, setengah terkejut atau sangat terkejut tapi secepat kilat dia menetralkan rasa terkejut. Segera berakting cool seperti layaknya seorang guru berwibawa.

Banci dan Murid HotWhere stories live. Discover now