CHAPTER 18 HARRY (PART 2)

5.8K 588 32
                                    


Waktu sudah menunjukkan pukul 19.18 saat ini. Sunny sudah pulang sejak tadi sore karena mengingat dia harus sekolah besok. Sebenarnya Sunny bersikeras ingin menginap disini tapi Sean memarahinya sehingga akhirnya dia pun menurut. Perawat rumah sakit ini sudah memeriksa kami, kami juga sudah menyantap makan malam kami dan sudah meminum obat kami.

" Leslie ... kau belum mengantuk?" tanya Sean, yang ku jawab dengan gelengan kepala.

" Oh iya Sean, Sunny datang kesini dengan siapa? Apa dia menyetir sendiri?" pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di benakku. Tadi aku lupa menanyakannya pada Sunny.

" Paling dengan Pak Andre." Jawabnya singkat.

" Siapa itu Pak Andre?"

" Supir pribadi keluargaku. Semenjak ayah meninggal karena kecelakaan, ibu tidak mengizinkan kami menyetir mobil sendiri." Jelas Sean yang membuatku tertegun. Aku ingat Sean pernah menceritakannya padaku. Ayahnya meninggal ketika Sean masih duduk di bangku SMP.  Lalu ibunya menikah lagi dengan ayah tiri Sean yang sekarang. Ayah tiri Sean seorang polisi, aku pernah sekali bertemu dengannya ketika meminta bantuannya untuk memberikan izin mencari kepala hantu Fredy dulu. Selama ini Sean jarang sekali membicarakan tentang keluarganya padaku, tentu saja kecuali tentang adiknya. Dia juga tidak pernah mengajakku ke rumahnya padahal sungguh aku ingin sekali bisa bertemu dengan ibunya. Seperti Sean yang sudah dekat dengan orangtuaku, aku juga ingin bisa dekat dengan orangtua dan adiknya.

" Sean ... setelah kita keluar dari rumah sakit, aku ingin main ke rumahmu. Bolehkan?" tanyaku yang untuk beberapa saat diabaikan oleh Sean.

" Aku ingin bertemu dengan ibumu." Kembali kuutarakan keinginanku. Tapi seperti tadi, Sean tetap mengabaikanku.

" Hai Sean, kau dengar tidak?" kataku kesal.

" Ibuku jarang ada di rumah. Dia selalu sibuk bekerja, begitu pun dengan ayah tiriku. Bahkan ayah tiriku itu bisa dihitung berapa kali dalam sebulan dia pulang ke rumah. Adikku juga jarang ada di rumah, dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Jadi mungkin kau akan bosan berada di rumahku." Katanya dengan tatapan matanya yang sama sekali tidak menatap ke arahku.

" Tapi aku tetap ingin main ke rumahmu. Nanti saja jika ibumu sudah kembali dan kebetulan sedang ada di rumah." Pintaku, aku tidak ingin menyerah begitu saja. Tapi untuk kesekian kalinya, Sean mengabaikanku.

" Aku mohon ..." ucapku lirih. Aku tidak menyangka Sean tampaknya sama sekali tidak ingin mengajakku ke rumahnya. Sedetik kemudian dia menatap ke arahku, dan memberikan seulas senyum padaku.

" Tentu saja, nanti aku akan memberitahu ibuku kalau kau ingin bertemu dengannya."

" Janji ya Sean!" kataku yang dibalas dengan sebuah anggukan olehnya.

Suasana hening pun terjadi diantara kami. Aku tidak mengeluarkan suaraku sedikit pun, begitupun dengan Sean. Sudah hampir seharian kami dirawat di rumah sakit ini, tapi hingga kini aku belum melihat Leo mengunjungi kami untuk sekedar melihat keadaan kami. Hal ini membuatku semakin yakin kalau dia memang marah padaku.

" Sean ... Pak Leo sepertinya, dia marah padaku ya? Gara-gara aku Angie jadi terluka." Aku menunggu Sean menyahutiku tapi tak terdengar sedikit pun suaranya. Memang bukan pertama kalinya dia mengabaikan perkataanku, bisa dikatakan dia sudah sering sekali mengabaikan perkataanku tapi sungguh aku selalu merasakan kekesalan setiap kali dia mengabaikanku seperti ini.

" Hai ... Sean, kalau ada orang yang mengajakmu bicara itu tanggapi dong!" kataku sedikit membentak. Ku arahkan tatapanku padanya, sungguh aku sangat malu sekali ketika melihat dia sedang tertidur. Nafasnya terlihat teratur. Aku tahu dia pasti kelelahan setelah peristiwa mengerikan yang kami alami di penginapan. Sebenarnya aku pun mulai mengantuk karena itu aku mencoba memejamkan mataku. Hingga akhirnya aku terlelap.

Entah sudah berapa jam aku tertidur, aku terbangun karena ingin ke toilet. Ku tatap ke arah Sean, dia masih tertidur pulas membuatku enggan untuk membangunkannya.

" TAP ... TAP ... TAP ..."

Aku menajamkan telingaku, aku yakin mendengar suara langkah seseorang. Ku edarkan tatapanku ke sekeliling ruangan, tidak ada siapapun di ruangan ini selain aku dan Sean. Aku pun menatap ke arah gorden yang menutupi jendela di ruangan ini. Gorden itu berkibar-kibar seolah-oleh tertiup angin padahal aku sangat yakin jendela dalam keadaan tertutup. Aku menyadari keanehan di dalam ruangan ini, tapi aku sama sekali tidak melihat penampakan apapun karena itu aku mengabaikan pemikiran buruk yang mulai menyelimutiku.

Satu hal yang aku yakini, jika di ruangan ini ada hantu yang menghuninya maka sudah pasti aku akan melihat sosoknya atau setidaknya aku akan merasakan tanda-tandanya. Tapi aku tak merasakan sedikit pun pertanda keberadaan makhluk halus disini, karena itu ku simpulkan hal yang ku dengar dan lihat tadi hanyalah halusinasiku saja.

Ku edarkan tatapanku menuju sebuah jam yang terpasang di dinding. Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari.

" TAP ... TAP ... TAP ..."

Sekali lagi suara langkah kaki itu terdengar, dan aku yakin suara itu berasal dari arah belakangku. mengkinkah itu suara manusia yang menyelinap masuk ke ruangan ini? Pemikiran itu sempat terlintas di batinku. Tapi segera ku tepis pemikiran itu ketika aku tak melihat siapapun di belakangku.

Keinginan untuk buang air kecil yang menyebabkanku terbangun dari tidurku tadi, kini ku rasakan kembali. Meskipun dengan payah, aku mencoba untuk bangun. Selang Infus yang masih terpasang di tanganku, membuatku kesulitan untuk bergerak. Dengan mendorong tiang dimana cairan infusanku tergantung disana, aku melangkahkan kakiku ke arah toilet yang tidak terlalu jauh dari tempat tidurku.

Aku melakukan aktifitasku di dalam toilet ketika tiba-tiba aku merasakan hawa dingin menerpa tubuhku. Aku juga merasa tubuhku merinding dan sakit yang amat sangat pada kepalaku. Aku terbelalak ketika menyaksikan sesuatu berwarna hitam keluar dari dalam air di bak. Sesosok makhluk yang mengerikan, tubuhnya sangat kurus hingga tulang yang membentuk wajahnya terlihat. Kedua matanya berwarna hitam pekat, dan tengah menatap tajam ke arahku. Giginya yang runcing mencuat keluar dari bibirnya dan air liurnya yang disertai darah menetes tiada henti. Rambut di kepalanya sangat tipis dan jarang sehingga kulit kepalanya itu dapat ku lihat dengan jelas. Aura tubuhnya berwarna hitam, tapi aku tahu dia seorang pria.

Dia merangkak keluar dari air dan sepertinya dia ingin meraihku. Aku ingin sekali pergi dari sini, tapi kurasakan kekakuan pada tubuhku. Bibirku juga terasa kelu tak mampu bersuara. Aku hanya merasa tubuhku gemetaran dan sakit teramat sangat di kepalaku. Sosok itu sudah keluar sepenuhnya dari dalam air dan dia sedang melayang mendekatiku.

Kini ... sosok itu tepat melayang di depanku. Dia mendekatkan wajahnya pada wajahku, lalu dia menjulurkan lidahnya yang berlumuran darah ke wajahku. Air mataku seketika itupun meluncur dengan derasnya. Aku merasakan lidahnya menjilati wajahku, lalu turun ke leherku. Aku tidak kuasa lagi berada lebih lama di tempat ini. Aku mencoba mengeluarkan suaraku, meskipun lidahku masih terasa begitu kelu.

Sosok itu masih tetap menjilati leherku dan kini perlahan menuju telingaku.

" Les ... lie ..." bisiknya mengerikan tepat di telingaku. Air mataku semakin deras mengalir. Posisiku dengan pintu sangat dekat, karena itu ku kerahkan sekuat tenagaku untuk menggerakkan tanganku. Ku ketuk-ketuk pintu itu dengan tanganku berharap Sean akan mendengarnya. Suaraku masih tidak bisa keluar karena itu tanpa henti ku ketuk-ketuk pintu sekeras yang ku bisa.

" Leslie ... apa kau ada di dalam? Ada apa? Kau baik-baik saja kan?" aku sangat lega mendengar suara Sean dari balik pintu. Tapi sosok itu terlihat sangat marah setelah mendengar suara Sean, dia mencengkram leherku dengan satu tangannya. Dia mengangkat tubuhku dengan tangannya itu. aku meronta-ronta karena merasa kesulitan untuk bernafas.

" Leslie ... Leslie ..." aku masih mendengar teriakan Sean memanggil namaku dari balik pintu. Tapi sungguh aku tidak sanggup mengeluarkan suaraku. Aku bahkan mulai merasa lemas karena leherku masih dicengkram kuat oleh sosok itu. Aku ... mungkinkah aku akan mati di tangan sesosok makhluk yang menyeramkan ini?


Hai ... semuanya, part ini ada bagian yang saya rubah karena ada sedikit kesalahan. 

Terima kasih untuk @yunaski yang udah ngasih tahu kalau ceritanya agak melenceng dari cerita di buku sebelumnya. kalau gak kamu kasih tahu, saya bener2 lupa & gak nyadar. hehe...

So, mohon maaf untuk sedikit kesalahannya.

See u next chapter...  

Grandes High School (Leslie & Sean) {Proses penerbitan}Where stories live. Discover now