03

54.1K 7.1K 53
                                    

Penjaga mengikat kaki Flora dengan tali tambang, lalu mengikat ujung tambang itu dengan tali yang lain berulang kali agar membuatnya memanjang. Sudah sebelas gulung tali tambang mengikat ujung ke ujung. Panjangnya juga sudah tidak diragukan lagi. Mereka yakin, seberapa jauh pun Flora pergi, mereka bisa menemukannya lagi hanya dengan mengikuti tambang.

Flora masih tak mengerti mengapa ia diperlakukan seperti ini. Yang ia tahu, selama masih ada ikatan di tubuhnya meski dirinya berkeliaran sejauh apapun, dia tetap tidak bebas dengan segala macam predikat kebebasan.

Nantilah, Flora akan memikirkan cara agar bisa lepas dari ikatan itu, begitu tekad Flora.

Pintu kayu dengan ukiran yang bergambarkan seseorang yang terbakar oleh api itu telah terbuka, Flora meyakini itu saat dirinya kembali menemukan kegelapan di balik tembok dengan serat tumbuhan yang lebat layaknya tirai.

Letaknya di halaman dan ia sempat dengar bahwa itu adalah penjara bawah tanah. Ia baru menyadari bahwa ada lebih dari sepuluh pintu dengan ukiran yang sama berada di sana--hal yang sebenarnya harus disadarinya setelah keluar dari kegelapan begitu ia tersadar.

Di sana, Flora sadar bahwa hanya ada dua pintu yang bisa mengantarkannya pada kebebasan. Pertama adalah pintu yang membawanya pada kegelapan, pintu yang katanya adalah jalur rahasia kerajaan. Lalu pintu kedua jelas adalah pintu untuk masuk ke istana. Tapi baginya, satu-satunya pintu yang mampu membawanya kembali hanyalah pintu yang sedang dilubangi bagian sudut bawahnya.

Sebelum melepaskan Flora, Pangeran Barrack mendekati Flora. Meski wajahnya tak terlihat jelas di balik topeng, Flora dapat melihat bagaimana manik onyx itu menatapnya dalam, penuh dengan pesan yang membuat situasi di sana makin mencekam. Daripada dengan puluhan tombak yang kini menyandra satu persatu bagian tubuhnya mulai dari leher hingga ke kaki, Flora jauh lebih takut dengan mata onyx itu.

"Kau tidak mendapat jalan keluar, kau tamat." Begitu ucapan dinginnya yang membuat tubuh Flora terasa terdorong oleh ribuan orang untuk masuk ke dalam sana.

Pintu tertutup dan satu-satunya cahaya yang ia lihat adalah segaris cahaya di bawah pintu dan di lubang seperempat lingkaran berjari-jari 3 cm di sudut pintu. Tujuannya tak lain agar tambang dapat terus bergerak.

Flora menarik napas panjang, memperhatikan tanah yang saat ini dipijakinya. Terakhir, hal yang ia lihat adalah kegelapan seutuhnya, juga udara yang terasa begitu sejuk dan dingin. Saat ini, situasi berubah, tempat itu redup dan panas. Flora tak punya pilihan lain selain melangkah—lagipula dia takkan tersesat mengingat tambang yang mengikat di kakinya bisa membuatnya kembali ke kerajaan itu.

Flora melangkah ke sembarang arah, batinnya terus mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum semua ini menimpa kepadanya. Ia harus ingat jalan terakhir yang ia tempuh sampai dia bisa terbangun di kerjaan ini sebelum sampai kemari, atau minimal dia harus ingat tentang apa yang dia lakukan sebelum berbaring di sini.

Langkahnya berhenti dan kini hal di depannya semakin gelap.

Flora tidak mungkin berbalik untuk meminta obor. Dirinya kini ragu dapat memenuhi kondisi pangeran untuk menemukan jalan ke alam bebas.  Ia benci mengingkari janji, tetapi suara gema yang sejak awal ia dengar saat dia mencoba bersuara, membuatnya agak yakin dengan ucapan pangeran. Kalau tempat ini memanglah jalan buntu, Flora tahu dirinya akan mati kehabisan oksigen jika ia menyalakan obor dan itu bukan ide yang bagus.

Tetapi ..., jika tempat ini memang buntu ....

Lalu bagaimana bisa dia sampai kemari?!

"...Aku harus apa?" gumam Flora putus asa, membuat gema pelan tanpa disadari olehnya.

Ia mencoba mengingat-ingat lagi. Di awali dengan pakaiannya yang kini telah kotor. Flora sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Ini bukan jenis pakaian mahal yang dibeli oleh Ibunya dan pantas diperlihatkan orang luar. Pakaian itu biasanya dipakainya saat hendak tidur. Itu berarti kejadiannya bisa saja terjadi saat malam sebelum dia tidur atau mungkin pagi setelah dia bangun. Atau malah siang, karena dia bisa saja bermalas-malas seharian jika weekend.

Walaupun belum bercermin sekali pun hari ini, dia tahu bahwa wajahnya sudah dekil, rambutnya yang kusut dan sepatu putih kets kesayangannya yang selalu dia pakai kemana-mana, mungkin sudah hilang, kalau dia memang memakainya saat dalam perjalanan kemari. Dan sekarang,  Flora benar-benar tampak seperti seorang pemulung.

Sebaiknya Flora bergegas, kalau ia benar-benar menemukan jalan keluar, mungkin saja ia akan dibebaskan dan diampuni oleh pangeran tak berhati itu.

Flora memberanikan diri memasuki kegelapan. Kedua tangannya meraba-raba dinding yang bertekstur lembab dan rapuh itu. Sesekali Flora bisa merasakan getaran kuat dari atas yang membuatnya benar-benar panik, takut kalau longsor benar-benar akan terjadi dan dirinya akan mati terkubur hidup-hidup di dalam tempat yang bahkan tak ia ketahui.

Cukup lama meraba-raba dan merasakan buta selama beberapa saat, Flora menyadari bahwa ucapan Pangeran Barrack memang benar adanya. Dia sudah berkeliling hingga kakinya terasa mati rasa dan yang ia lakukan sedaritadi adalah meraba dinding kiri, depan, lalu ke kanan, berulang kali. Itu sama saja dia berbalik kembali ke jalan semula. Setiap ia melakukan itu, dia akan kembali menemukan pintu tadi.

Flora putus asa. Ia mengetuk pintu kayu untuk memohon keluar, namun tidak ada yang merespon. Gadis itu mengintip di sela lubang yang ada di sudut. Tidak ada siapapun di sana selain pohon, rerumputan hijau. Beberapa kali Flora akan menempatkan hidungnya di lubang hanya agar dirinya tak mati kekurangan oksigen di dalam sana.

Flora terduduk di balik pintu.

Saat ia mengintip terakhir kali, hari telah berganti malam. Dan Flora masih bingung mengapa tidak ada seorangpun yang membukakan pintu. Ia tak mengerti mengapa ia bisa berada di sini.
Jelas, pintu yang ia buka saat itu adalah pintu yang sama, tapi dengan tempat yang berbeda, Flora meyakini hal itu.

Tok tok tok, dia mengetuk lagi dan memutuskan untuk tidak menyerah, bahkan jika harus menghancurkan ukiran manusia yang terpanggang api itu. Ketukan pintu masih terdengar berskala selama beberapa saat dan beruntun pula. Flora memejamkan matanya, kepalanya terangguk agar menciptakan bunyi lain yang tak mampu lagi diciptakan oleh kedua tangannya. Mengetuk pintu dengan kepala tidak akan sesakit mengangkat kedua tangannya saat ini.

Flora menarik napas panjang, sebelum tubuhnya memintanya untuk beristirahat dalam posisi duduk.

Tbc

3 Mei 2018

a/n

Kalian kudu senang karena mood tidak berpengaruh pada keinginan updateku, tapi aku sedang badmood :(

Cindyana

MIZPAH - The Kingdom of Mist [END]Where stories live. Discover now