Dua belas

15.9K 1.6K 167
                                    

Wahh dah lama banget ya nggak nulis cerita ini.

Kalian kangen aku? Atau malah kangen Kezia dan Vino?

Kalau kangen Vino mau nyapa dulu nih.

Say hi dong!!

Buat yang lupa ceritanya, baca dari ulang aja ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buat yang lupa ceritanya, baca dari ulang aja ya. Mumpung masih gratis tis tis hehehe

Semoga kalian suka ya :)

Happy reading :)

***

Komen dulu, biar nanti aku update lagi yaww

***
Vino tersenyum miring. "Dia cewek gue, masalahnya buat lo apa?"

Rahang Kevin menegang seketika. Vino bisa melihat raut tak percaya bercampur perasaan benci yang terpampang di wajah tegas Kevin. Wajah cemburu yang terlalu kentara, yang entah kenapa bisa sampai tak Kezia sadari padahal itu sangat jelas.

Sedangkan di sebelah Vino, Kezia membeku di tempatnya dengan wajah pucat bercampur panik.

"Dari kapan?" Pertanyaan itu keluar lewat suara bernada angkuh yang baru sekali ini Kezia dengar.

"Vin--"

"Dari kapan gue tanya?!" potong Kevin setengah membentak sebelum Kezia sempat beralasan.

"Du-dua hari," jawab Kezia gugup. Kevin yang membuatnya sedikit takut. Kevin tak pernah seperti ini. Kevin tak pernah membentaknya. Kevin kenapa sih?

"Kok lo nggak pernah bilang sama gue, Kez?"

Kezia terdiam, tak berani menjawab. Melihat tak ada niat dari Kezia untuk memberikan jawaban, Kevin akhirnya berpaling. Cowok itu mendelik tajam ke arah Vino sebelum akhirnya berbalik dan berjalan menuju pintu, meninggalkan Kezia yang berdiri mematung di belakangnya. 

"Gue tunggu di bawah. Nggak pake lama," kata cowok itu sebelum bunyi bedebam pintu yang tertutup mengagetkan Kezia.

***

Kezia mengira semua akan baik-baik saja setelah dia dengan patuh dan menuruti permintaan Kevin untuk segera angkat kaki dari 'ruang rahasia' Vino, bahkan sebelum sempat mengeringkan rambutnya yang masih basah.

Kezia menuruni tangga dan berlari ke arah Kevin dengan terseok karena sendal bulu-bulunya amat menghambat langkahnya.

"Nih!" Kevin menyodorkan helm yang biasa Kezia kenakan.

"No, no, no, Kevin. Rambut gue masih basah."

Tapi Kevin tak peduli. Dengan wajah tak acuhnya, ia langsung memasangkan helm bogo berwarna cokelat ke kepala Kezia. Kezia manyun.

"Ihh Kevin!!"

"Udah cepet naik!"

Kezia mendengus. "Nggak asik lo!"

Lalu mau tak mau ia menuruti perintah Kevin, naik ke boncengan motor matic hitam kesayangan cowok itu.

Sepanjang jalan pulang menuju rumah, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Kevin. Tak seperti biasanya. Biasanya, perjalanan mereka di atas motor selalu diisi dengan obrolan menyenangkan, tentang keseharian mereka, rahasia-rahasia kecil, kadang juga nyanyian-nyanyian pendek bersama deru angin jalanan. Tapi kini kondisi hati Kevin sedang tidak baik untuk berramah tamah terhadap cewek di belakangnya itu.

Kevin tak habis pikir, bisa-bisanya Kezia menginap di Vinclub, dan fakta paling menyakitkannya adalah status Kezia yang sekarang adalah pacar Vino. Kezia stupid! umpat Kevin dalam hati.

"Kevin, lo marah ya sama gue?" Akhirnya Kezia memutus keheningan di anatara mereka. Suaranya terdengar takut-takut, bergetar penuh ragu.

"Kalau iya pun gue bisa apa?" jawab Kevin sinis.

"Jangan marah dong, Vin."

"Gue nggak berhak marah juga lagian. Kita kan cuma temen. Lagian gue nggak punya hak buat ngelarang lo untuk pacaran sama siapa pun. Lagi pula... kalau pun gue ngelarang, lo nggak akan pernah dengerin omongan gue. Iya kan?"

Kezia tertunduk lesu. Tertohok. Bukan begitu, batinnya. Ia semakin bingung. Ia benar-benar tak mengerti situasi aneh ini. Kevin terlihat sangat marah, tapi Kezia sama sekali tak menemukan letak kesalahannya. Padahal kemarin pun Kezia suka pulang pagi karena clubbing, dan Kevin terlihat tak masalah, tak pernah sampai menjemput Kezia seperti ini.

Tapi di samping itu semua, hati Kezia menghangat melihat kekhwatiran Kevin yang berlebihan itu.

***

Vino membuka soda kaleng yang baru saja diambilnya dari kulkas. Diteguknya sebentar, lalu meluruhkan punggungnya pada sofa bed yang sedang didudukinya itu. Cowok itu mengela napas. Pikirannya tak tenang mengingat apa yang tadi malam Kezia katakan. Ditambah perasaan takut yang tak wajar melihat sifat posesif Kevin terhadap Kezia pagi tadi. Semua itu mengusik pikirannya.

"Gue suka sama tetangga gue, dari kecil," cicit Kezia. Suaranya pelan, teredam bantal yang menutupi sebagian besar wajahnya.

"Awalnya, dia sering ngejek gue pas gue lagi main masak-masakan di taman deket rumah. Tapi lama kelamaan, dari seseorang yang menyebalkan, dia berubah jadi sosok yang selalu bisa gue andalkan. Yang selalu ada waktu saat gue butuhkan. Padahal dulu gue nggak percaya bakalan ada orang yang begitu di dunia ini, yang selalu ada tanpa lo pinta kehadirannya." Kezia merubah posisi tidurnya menjadi telentang, menatap atap kamar Vino yang menembus langit malam. "Itu satu-satunya perasaan yang gue rasain ke cowok. Dan alasannya sangat amat jelas."

Vino menelan salivanya susah payah. Cerita Kezia seperti menggores sesuatu dalam dirinya. Entah yang mana. Hati kah? Vino tak berani menebak. 

Cewek itu lalu menoleh dan menatapnya dengan wajah penasaran.

"Kalau lo, emang pernah jatuh cinta tanpa alasan?" tanya Kezia sambil memutar posisi tidurnya mengadap Vino.

Untuk sesaat, Vino terdiam. Ia membalas tatapan Kezia lembut, tatapan yang tak pernah ia berikan kepada siapapun, bahkan Flo sekali pun. Cowok itu lalu tersenyum samar.

"Pernah. Tapi gue nggak pernah berani ngeraihnya. Cinta pertama gue itu terlalu sulit buat digapai hatinya."

***

Gimana? Suka nggak?

Semoga suka yaa.

Menurut kalian cinta pertama Vino siapa?

Jawab yaa!!!

Lanjut nggak nih?

Kalau lanjut vote dan komen dulu ya :)

Follow instagram:

Putrilagilagi
Vinobarta
Kezia_adindagi

Boyfriend With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang