[20] Duapuluh (Sesuatu telah terjadi?)

507 31 0
                                    

"Felicie, kita pulang." Adinata menarik Felicie dan menatap Gionino tanpa ekspresi, bahkan kepada Papa mertuanya sekaligus. Sampai sekarang Gionino memang belum mengetahui bahwa Felicie dan Adinata sudah menjalin hubungan yang tak lazim.

Pertemuan Felicie dengan Lorine semakin membuat suasana tegang, bukan perdamaian yang membuat suasana nyaman, tetapi malah pertengkaran yang hebat yang terjadi. Felicie menyalahkan Lorine yang tidak mau mencegah pernikahan kedua orangtuanya, dan Lorine yang marah karena tak mau mempunyai Ayah tiri seperti Gionino.

Felicie yang menganggap perkataan Lorine menghina Ayahnya membuat suasana semakin bertambah panas, apalagi dengan kenyataan bahwa Felicie menampar Lorine membuat semua semakin diluar kendali.

"Jangan sekali-sekali kamu ngehina Papa! Mau giamana pun dia Papa aku, dia orangtua aku. Segimana kamu gak suka sama dia, jangan pernah harap kamu selamat kalo ngomong jelek tentang dia." Itulah kata Felicie.

Felicie sama sekali tak menyangka bahwa Ibu Yulia adalah ibu kandung Lorine. Mungkin inilah konsekuensi berteman tetapi tidak benar-benar berteman. Seharusnya jika kita mempunyai teman atau sahabat, pastikan terlebih dahulu siapa orang tuanya atau juga hampir segalanya tentang mereka.

Dan akhirnya semua selesai—tidak, belum selesai karena Adinata sudah menarik Felicie untuk pulang, menjadikan permasalahan tidak selesai secara menyeluruh.

Di sekolah pun suasana hati Felicie sama sekali tidak baik, ia terus saja marah-marah pada hal yang sama sekali tidak perlu untuk diberi komentar pedasnya. Semua teman perempuan dan sahabat laki-laki Felicie tidak ada yang berani bertanya, kecuali Adinata tentu nya.

Hubungan Felicie dengan Lorine pun mendingin, mereka tak lagi duduk satu meja atau bertegur sapa. Lila pindah duduk dengan Felicie, sedangkan Lorine dengan kembaran Lila. Semua teman perempuan mereka berdua bertanya-tanya dan akhirnya mendiamkan saja, karena mereka fikir permasalahan mereka tak akan lama.

"Kamu sama Lorine kenapa sih?" tanya Dora.

"Aku males kalo bahas itu, mendingan yang lain aja."

Dan mereka tidak ada yang kembali bersuara.

***

"Mau sampe kapan kamu gini?" Adinata membuka suara ketika mereka sedang makan disebuah restoran cepat saji.

"Gatau, aku males bahas Papa. Aku kecewa, aku benci sama dia. Kenapa sih harus nikah lagi, kenapa dia harus cari wanita lain, kenapa gak ngefokusin aja ke aku? Bentar lagi aku kan mau kuliah, kalo dia nikah apalagi ada Lorine, aku gimana? Aku kuliah gimana Nata? Aku orangnya gak pinter dan gaakan bisa ngandelin beasiswa, terus bakalan dapet dari mana uang buat kuliah?

"Oke, aku punya Papi Tio, tapi dia juga punya Olivie, dia harus ngebiayain anak kandungnya duluan. Dan aku? Mama aku nggak kerja, terus mau gimana? Gaji Papa gaakan sebanding kalo dia nyatuin sama pengeluarannya buat rumah tangga dia sendiri."

"Ada aku, sama keluarga aku."

"Astaga Nata, aku tinggal di rumah kamu aja udah bikin aku gak enak sama keluarga Henning, sama Mom, sama Pap. Aku mau minta keluarga kamu buat ngebiayain kuliah aku? Sampai mati pun, aku gaakan mau minta sama keluarga kamu Nata, terlalu berat dan lagi pula aku malu apa-apa minta terus.

"Keluarga Henning udah terlalu baik buat aku, bahkan kamu pun selalu baik sama aku. Ngajarin belajar, bahkan Mom kamu pun suka ngasih uang saku buat aku. Aku gak mau nambahin rasa gak enak aku ke keluarga kamu. Nanti mereka bakalan ngira aku macem-macem."

Felicie mengatur nafasnya, berbanding dengan Felicie yang berkata menggebu-gebu, berbeda dengan Adinata. Pria remaja yang satu itu hanya diam dengan menatap datar Felicie. Kadang juga Felicie tidak pernah mengerti dengan pandangan mata Adinata, terlalu banyak penggambaran dalam netra matanya.

Marriage With a Little Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now