Permainan Jantan

46 1 0
                                    

Dua laki-laki dengan tingkat amarah yang kurang seimbang itu telah berdiri di tengah lapangan. Fahmi mengepal tangannya kuat-kuat dengan mata yang sudah berapi-api, sementara lelaki yang satunya tampak adem-ayem saja. Dia benar-benar seperti makhluk yang tengil tanpa dosa.

Perempuan misterius tadi pun memperhatikan dari jauh di pinggir lapangan dengan hati yang was-was. Sedangkan Ewin dan Ryan telah siap dengan kuda-kudanya di belakang Fahmi. Mereka sudah memasang sikap siaga tahu-tahu Fahmi benar-benar nekad. Mereka semua sudah mahfum kalau SMA Adiyaksa sangat tidak menolerir perkelahian di sekolah, apalagi perkelahian di tengah lapangan semacam ini.

Ewin dan Ryan tentu tidak ingin sahabatnya itu berakhir di ruang BP, dan akhirnya pulang dengan surat pindah atau surat dropout dari sekolah. Seperti kejadian beberapa waktu silam, dua orang sok jagoan berkelahi di belakang sekolah. Muka mereka sama-sama bonyok saat diseret guru BP ke ruangannya. Tanpa ba-bi-bu, kedua lelaki itu langsung dikeluarkan.

"Kalau masih mau sekolah, cari sekolah yang mengizinkan kalian untuk bertengkar!" Suara Guru BP yang menghentak-hentak itu membungkam mereka berdua. Keduanya pun pergi tanpa bantahan.

Matahari sudah naik setingkat, Fahmi dan lelaki yang tengil itu masih berdiri di tengah lapangan ditemani sahabat mereka masing-masing.

"Kalau mau berkelahi, ayo sini! Lama sekali," teriak lelaki tengil bersuara serak itu.

Fahmi tidak menjawab. Hanya matanya yang kemudian berkilat sinis. Terus, dia menoleh ke belakang, ke Ewin dan Ryan. Lelaki itu menyipitkan matanya.

Tiba-tiba suara yang sangat kencang berteriak ke arah mereka. "Woi, kalian mau ngapain? Mau bertengkar ya?" Suara itu datang dari Pak Denis, sang guru BP. Matanya tajam.

"Yaelah, Pak. Kami cuma mau main voli."

Gubrak! Dugaan Ewin dan Ryan, pun dengan perempuan misterius musnah sudah. Seperti katanya, Fahmi memang benar-benar bersikap jantan. Dan kita tahu, berkelahi bukan cara yang jantan untuk menyelesaikan masalah.

Fahmi nyengir. Pak Denis langsung berbalik dan pergi. Fahmi pun kembali menatap dengan sinis lelaki tengil dan berkata, "Kalau kalian merasa jagoan, lawan gue main voli. Kalau kalian kalah, kalian mesti minta maaf sama perempuan itu." Fahmi menunjuk perempuan misterius yang membentuk sikap hormat karena sinar matahari yang langsung menyorotnya. Dari sela-sela jarinya, perempuan itu tersenyum. Fahmi meleleh.

"Oke!" kata lelaki tengil, diikuti anggukan seluruh teman di belakangnya. "Tapi kalau kalian kalah, cium lutut saya!"

Fahmi menelan ludah, menoleh lagi ke Ewin dan Ryan, terus berbalik dan mengangguk setuju. "Ewin, Ryan, bantu gue. Tiga lawan tiga. Semua harus berjalan sportif. Setuju?!"

Akhirnya mereka bertarung dengan bermain voli. Tiga lawan tiga. Sebelum permainan dimulai, diundi terlebih dulu dengan uang koin, dan tim Fahmi yang memenangkan undian itu. Fahmi berhak memulai permainan dengan servis bawahnya.

Servis bawah yang terbilang keras itu melambung ke area lawan. Bombastis. Lelaki tengil dan kedua temannya bermain cukup baik. Servis yang dilakukan Fahmi berhasil dihalaunya dengan passing atas yang juga keras. Sialnya, Ryan sedikit kewalahan sehingga bola itu menyentuh lantai. Satu kosong dari tim lawan.

Fahmi mendengus dan menanti servis atas yang dilakukan si lelaki tengil. Servis itu cukup keras dan menukik tepat ke arah Ryan kembali. Ryan menanti bola dengan jantung berdegup. Dia takut bola itu meleset lagi. Saat dia mulai bersiap-siap untuk menghalau bola, Fahmi terlihat berlari ke arahnya dan memukul bola itu dengan agresif. Bola itu sontak melayang ke area lawan. Namun sayang, bola keluar dari garis lapangan. Dua kosong.

Ryan langsung mendesah berat dan menatap Fahmi dengan lesu. "Kamu bermain untuk perempuan itu, kan, Mi? Kalau kamu mau menang, bermainlah dengan tenang. Fokus! Jangan agresif begitu! Kamu bermain untuk dia. Kita bermain dengan tim."

Sepucuk Senja untuk CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang