Tiga

207 12 0
                                    





Apa dia akan menerimaku?

Sikapnya terhadapku biasa saja.

Tidak ada canggungnya sama sekali.

Apa dia juga berusaha menutupinya sepertiku?

Menahan agar degupan jantung tak terdengar?

Tapi dia sering mengejekku dengan panggilan.....

Habib menggeleng-gelengkan kepalanya, mengenyahkan bisikan-bisikan hati yang mengganggu pikirannya.

Jdug

"Shitt!!" kepalanya terasa pusing sekarang. Siapa yang tidak akan mengaduh kesakitan saat dengan santainya berlari pagi malah menabrak tiang listrik.

Habib berdiri dari duduknya dan menaikkan lengan baju kaos yang dipakainya "Mau mati ya? Jangan diam saja! Ayo jawab!" entah apakah dia kehilangan kewarasannya setelah menabrak tiang listrik atau tidak. Tapi sekarang Habib tengah meneriaki tiang listrik yang ditabraknya tadi.

Ia sama sekali tak peduli tanggapan orang-orang yang berlalu lalang di taman itu. Namun ada satu suara tawa tertahan yang membuatnya diam. Suara yang tidak asing di telinganya. Setelah menerka siapa sang pemilik suara, wajahnya tiba-tiba memucat.

Mati kau Abi!

Reputasimu semakin hancur dihadapan gadis incaranmu!

Habib menoleh ke arah bangku taman. Dan benar saja dugaannya bahwa itu adalah Riana.

Riana memakai gamis bermotif Flora dengan balutan hijab pink pastel menutup mulutnya agar tak tertawa. Sesaat bertemu pandang dengan Habib, Riana langsung mengalihkan pandangannya ke tab yang ia bawa. Sesekali ia masih cekikikan tak dapat menahan kelucuan yang ia lihat tadi.

 Sesekali ia masih cekikikan tak dapat menahan kelucuan yang ia lihat tadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Mendapat amanah ya haruslah ada tanggung jawab. Riana merasa otaknya sekarang sudah buntu dan tak dapat menuangkan ide-ide untuk menciptakan sebuah desain baju.

Ia dipercaya oleh istri dari Bupati untuk dibuatkan sebuah desain baju pesta. Siapa yang bisa menolak, bertemu dengannya saja Riana sudah sangat senang.

Ruang kerja yang merupakan tempat ia membuat tangannya menari diatas secarik kertas atau diatas tab kesayangannya, entah kenapa sekarang terasa mencekiknya hingga tak bisa berfikir.

Ia memutuskan untuk berjalan-jalan di taman tepat depan butiknya sambil mendekap tabnya.

Jdug

"Innalillahi..." Riana terkejut begitu melihat seorang pria menabrak tiang listrik. Bukan karena suara tabrakan konyol itu, tapi karena memang matanya sedang memandang ke arah sana sehingga ia menjadi saksi pertumpahan darah antara si pria dan tiang listrik yang malang.

Dianita Febriana|✅Where stories live. Discover now