Malam Takbiran

5.9K 498 17
                                    

Mohon maaf bila ada typo
.
.
.

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar

Laa... Illa Haillallahu Wallahu Akbar..

Suara gema takbir dan gemuruh petasan di hari terakhir puasa terdengar di seluruh penjuru Jakarta. Di hiasi dengan jalanan yang senantiasa macet jelang lebaran karena midnight sale di beberapa mall membuat macet semakin menjadi-jadi.

Bian yang baru bisa libur H-1 lebaran ini pun ikut terjebak macet. Padahal Papa sudah memintanya libur sejak kemarin namun Bian enggan dengan alasan agar semua pekerjaan beres sebelum lebaran dan tenang hingga hari kerja tiba.

Tahun ini, lebaran pertamanya dengan gelar seorang Papi dari sepasang anak kembar yang kini menunggunya di rumah. Bian mengulas senyum begitu wajah kedua putrinya melintas di kepalanya.

Bian bahkan terlalu excited membelikan baju lebaran untuk si kembar beberapa hari lalu saat buka puasa bersama divisi kantornya. Sepasang baju princess dengan warna pink dan ungu, lengkap dengan bando berpita lucu. Besok akan di pakai setelah pulang shalat Eid.

Sepanjang jalan banyak sekali yang berjualan, ya, ini juga salah satu biang kemacetan. Pasar tumpah. Bian melihat samping kirinya ada penjual kembang api  yang sepertinya masih banyak barang dagangannya.

Sepertinya membeli beberapa bisa membuat yang jualan senang, juga para keponakan Bian di rumah bisa bermain. Bian membuka samping kirinya, mumpung jalanan macet tak bergerak se-inchi pun lebih baik Bian beli dulu.

"Pak, berapa harga kembang apinya?" tanya Bian sedikit berteriak.

"50.000 satu pack, pak. Isi 10," sahut si penjual.

Hmm, nggak apa.

"Ya udah. Saya ambil dua pack ya," sahut Bian sambil membuka dompetnya.

Wajah semringah si  bapak menjual kembang api pun nampak. "Petasan yang lain nggak sekalian, pak?" tawarnya.

Bian tersenyum. "Nggak usah, pak. Ini saja, untuk anak saya masih kecil." sahutnya lagi sambil memberikan selembar uang  berwarna merah itu. "Makasi ya, pak."

"Iya, sama-sama. Terimakasih kembali."

Bian menganggukkan kepalanya sopan sebelum menutup kacanya lagi. Mobil di depannya sudah nampak bergerak maju sedikit hingga akhirnya terbebas dari pasar tumpah itu.

Setengah jam kemudian Bian sampai di rumah. Rumah nampak ramai, semua berkumpul di sini, di istana Prayuda. Bian memasukkan mobilnya ke carport lalu masuk ke rumah membawa kembang api tadi.

"Assalamualaikum," ucapnya.

"Waalaikumsalam," sahut semuanya.

Bian segera duduk di salah satu sofa yang kosong. "Papi bawa sesuatu nih," ujarnya. Chika dan Kavin langsung menghampiri Bian.

"Apa pi?" tanya keduanya kompak.

"Kembang api, nih. Mainnya tunggu papi ya. Tapi gak ada petasan ya. Berisik nanti dedek kasian,"

"Yeayy,"

"Kembang api yeayy, makasyi papiii."

Tak berapa lama, Jihan keluar dari kamar bersama si kembar di gendongannya. "Papiii," ucapnya saat mendekat, Bian langsung mengambil salah satu dari si kembar lalu mengecup kening Jihan.

"Maaf ya, macet banget."

"Nggak apa-apaa, biasaaa. Udah cuci tangan kaki belum main ambil kakak aja!"

PUASA PERTAMA ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang