2 - Kieran Kennedy

2.2K 195 0
                                    

Samuel tersenyum memandang seorang pemuda yang baru saja turun dari pesawat pribadinya. "Bagaimana?" cecarnya. Europe menghela nafas. "Astaga, Sam, aku baru saja tiba. Bagaimana dengan kopi?" Keduanya kemudian berjalan ke sebuah kedai kopi yang sudah cukup dikenal dunia.

"Jadi?"

"Lalu apa yang harus kulakukan? Mengemis cintanya yang jelas akan ditolak dan mempermalukan diriku sendiri di depan dunia? Hell no."

Europe menepuk keningnya. "Lalu kenapa kau dulu selalu meninggalkannya—meski ia dengan bodohnya meminta kembali denganmu?"

"Ada sebuah alasan yang tidak harus kau tahu, Euro." Helaan nafas terdengar dari Teresa.

"Apa kau percaya ia mencintaimu?"

Teresa terdiam sejenak. Dirinya kemudian menoleh pada sang adik. "Jika ia cukup mencintaiku, maka ini semua takkan terjadi, Euro."

Teresa berdiri, hendak pergi ke kamar tidurnya. Namun ia tercegat karena Europe menahan lengannya. "Apa kau mencintainya?"

"Mungkin. Tapi aku belajar untuk tidak lagi."

"Jadi maksudmu kesalahannya ada di Kieran?" Samuel memperjelas. Europe mengangguk. "Menurutku begitu. Dengar, jika Ran masih ingin kembali pada kakakku, ia harus menyadari apapun itu. Aku harus segera pergi. Regina menungguku," Europe tersenyum-senyum sendiri sebelum menepuk bahu kiri Samuel dan pergi dari bandara JFK.

---

Di kamarnya, Kieran masih menangis sesenggukkan sambil memeluk foto Teresa dan dirinya beberapa waktu lalu saat berlibur bersama di Phuket, Thailand, yang terbingkai indah. Ia sudah tidak peduli dengan keadaannya yang kacau seperti rambut berantakan, matanya memiliki kantung, dan bibir pecah-pecah. Kamarnya pun tak kalah berantakan. Kamar itu seperti kapal laut Silent Mary di film Pirates of the Caribbean.

"Aku tidak ingin makan. Aku hanya ingin Tessa-ku!" ucapnya saat menyadari keberadaan Sam di ambang pintu. Samuel terkekeh, ia memposisikan dirinya di hadapan Kieran yang duduk di ujung kasur ukuran king-nya. "Aku ke sini bukan untuk menjadi babysitter-mu, tapi untuk menjadi sahabatmu sekaligus asisten pribadimu yang membawakan beberapa informasi yang seharusnya berguna untukmu."

Kieran mendongak, menatap Sam yang tersenyum miring dengan kedua tangannya dimasukkan ke kantung celana pria tinggi itu.

--

Teresa menghela nafasnya berat. Sedari tadi ponselnya terus berdering, menampilkan wajah seorang Adam Redcliffe di sana. Merasa jenuh, Teresa mematikan ponselnya dan meletakkannya jauh-jauh dari ranjang tempatnya berbaring.

Sudah sekitar 1 bulan dirinya jauh dari pria yang pernah sangat ia cinta, mungkin masih. Dengan sedikit pengalihan sahabatnya dan proyek syuting di mana-mana, Teresa mengekspetasikan dirinya merasa baik-baik saja. Tapi ia tahu faktanya jauh dari baik-baik saja.

"Apa mungkin ia sudah bosan denganku maka ia memutuskanku?" tanyanya pada dirinya sendiri sambil menggulingkan tubuhnya ke sisi lain ranjang. "Apa ia kesal denganku karena pernah memutuskannya?" Teresa termenung menatap langit-langit kamar. "Padahal saat itu aku sudah memutuskan untuk melupakan semuanya dan memulai dari awal."

"Teresa, kau punya jadwal syuting dalam waktu 45 menit dan kau masih bersantai-santai di sini?!" Molly, wanita berambut bob oranye itu panik saat melihat Teresa, masih dengan pakaian rumahnya, sedang bersantai di ranjang wanita itu. "Cepat siap-siap!" Molly menarik paksa Teresa yang mengaduh dan menggeretnya ke kamar mandi untuk Teresa siap-siap.

"Ada tunangan-mu di bawah. Aku akan menemuimu di lokasi syuting. Cepat, yang kita hadapi kali ini adalah produser sekaligus sutradara terbaik di dunia," kata Molly menekan kata 'tunangan' sebelum dirinya melangkah pergi dari rumah Teresa.

---

"Kau tidak mengangkat panggilanku." Adam berdiri dari duduknya saat melihat Teresa turun dari tangga. "Maaf, aku tidur siang tadi," jawab wanita itu melenggos keluar rumah. "Aku akan mengantarmu, ayo," kata Adam mengikutinya dari belakang.

Mobil mewah Adam akhirnya berhenti lima belas menit kemudian di sebuah area yang sering digunakan untuk syuting film-film terkenal seperti Spider-Man, Hulk, Home Alone, Casper, Jurassic Park, Indiana Jones, dan Jaws. Di gerbang Universal Studio sudah berdiri dua pria yang memakai seragam sekuriti. Saat keduanya melihat kartu tanda pengenal Teresa, mereka pun membuka gerbang tersebut. Mobil silver Adam berjalan ke sebuah trailer yang sudah ditentukan.

"Aku akan selesai malam nanti. Kau tidak perlu menjemputku," ucap Teresa sambil membuka pintu trailer-nya dan berjalan menghampiri stylist-nya yang sudah duduk di sana. "Apa? Aku yang mengantarmu maka aku yang akan menjemputmu. Aku tunggu di lokasi syuting. Aku juga ingin berjumpa Spielberg," jawab Adam kemudian pergi dari sana.

"Wah, tadi itu tunanganmu? Sang Redcliffe? Redcliffe yang 'itu'?" jerit stylist-nya yang bernama Wendy, wanita yang memiliki wajah oriental dan logat yang sedikit kemandarin-mandarinan. Teresa tersenyum, "Iya." Wendy meloncat kegirangan. "Astaga! Aku baru saja bertemu Adam Redcliffe! Bagaimana dengan Kieran?" tanya wanita itu membuat Teresa menghilangkan senyumannya. "Maksudmu?" Teresa mengangkat sebelah alisnya. "Ya.. bagaimana dengan Kieran? Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian? Dunia sangat sedih dan benci pada Kieran saat mengetahui dirinyalah yang mengakhiri hubungan kalian." Mendengar itu, Teresa hanya tersenyum miris.

---

Hari sudah malam. Tepatnya pada pukul 10, Spielberg mengakhiri syuting film mereka hari itu.

Teresa baru saja mengganti pakaiannya dan bersiap untuk pulang saat dirinya dikejutkan dengan kehadiran Kieran di trailer-nya.

Pria itu terlihat sangat tampan. Wajahnya terlihat berseri, rambutnya dengan potongan baru membuatnya terlihat lebih segar, pakaiannya sangat cocok dengan tubuh atletisnya dengan sepasang sepatu Chanel mengkilap.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Teresa segera mengalihkan pandangannya sebelum Kieran menyadari ia tengah mengagumi pria itu. "Biarkan aku yang mengantarmu," Kieran tidak menjawab dan malah mengalihkan topik. "Tidak perlu. Adam di sini untuk mengantarku pulang," Teresa mengambil tas mahalnya dan bersiap keluar dari sana.

Namun dirinya tercegat karena Kieran menarik sebelah tangannya. "Ia sudah pergi," bisik pria itu. Teresa menoleh, "Maka siapapun, selain kamu." Wanita itu kemudian dengan tegas menghentakkan tangannya sehingga lepas dari kekangan Kieran dan melangkahkan kakinya pergi. Namun tentu saja Kieran tidak akan melepaskannya semudah itu. Untuk apa memang ia menghabiskan ratusan ribu dolar untuk segera memperbaiki penampilannya kalau bukan untuk bertemu Teresa? Maka pria itu mengejarnya keluar studio.

"Tidak ada taksi waktu segini," kata Kieran, membuka jendela mobil mewahnya. "Aku bisa memanggil Uber," jawab Teresa sambil mengambil ponselnya. "Ups. Ponsel mati," ledek Kieran saat melihat Teresa yang geram karena ponselnya tak mau menyala. "Sudahlah. Terima saja ajakanku. Gratis, kok."

Teresa mendengus kesal sebelum akhirnya membuka pintu mobil itu dan duduk di samping Kieran.

"Ke mana kau membawaku? Aku ingin pulang!" Teresa menjerit panik saat menyadari Kieran membawanya ke belokan yang berlawanan arah dengan arah rumahnya. "Ke rumah kita," jawab Kieran santai. "A- apa?! Itu bukan rumah kita! Itu rumah-mu!" Kieran terkekeh, "Rumahku adalah kamu. Karena aku selalu pulang ke dirimu. Seperti sekarang ini. Sejauh apapun kau membuangku, aku akan kembali padamu, Tess."

His HomeOnde histórias criam vida. Descubra agora