EPILOG

3.2K 200 0
                                    

Turku, Finlandia, 4 tahun kemudian.

"Momma tidak terlihat baik hari ini. Cuaca dingin?" Anak kecil di hadapan Teresa bertanya dengan nada polosnya sambil menunggu teh panasnya menghangat. 

Teresa membuang tatapannya dari jalanan penuh salju di luar restoran keluarga itu pada anak tadi dan tersenyum. "Tidak," ia menggelengkan kepalanya dan mengelus pipi merah anak itu, "momma baik-baik saja."

Teresa memperhatikan anak itu yang sedang menyantap bubur havermutnya. Ia menopang dagunya dengan sebelah tangannya dan tersenyum. Betapa beruntungnya ia memiliki anak ini dan pria di seberang sana dalam hidupnya. 

"Apa momma merindukan dadda?" tanya anak itu lagi setelah menelan sesendok kecil havermutnya. "Kai merindukan dadda."

"Ya, momma merindukannya," jawab Teresa tanpa menghilangkan senyumannya. 

"Dadda pulang hari ini? Kai ingin dibacakan cerita sebelum tidur oleh dadda," Kai menyerucutkan bibir mungilnya. 

"Kalau kau ingin segera bertemu dadda, habiskan makanmu dan kita akan segera ke bandara, oke?" Kai mengangguk antusias mendengar ucapan Teresa.

---

Adam tersenyum dan berlutut saat seorang anak lelaki berlari menuju pelukannya. "Hei apa kabarmu, Jagoan?" 

"Sangat baik sekarang Kai sudah bertemu dadda," jawab Kai membuat Adam tertawa.

Adam berdiri dengan Kai di gendongannya. Ia terus mengecupi pipi merah anak itu membuat Kai tertawa geli.

Teresa tersenyum melihat pemandangan di hadapannya. Dia melirik ke jari manis Adam yang masih kosong dan seketika senyuman manisnya berubah jadi senyuman miris. Pria itu gagal.

"Hei," sapa Adam saat Kai sudah asik dengan oleh-olehnya dari Adam. "Hei," ucap Teresa memeluk Adam, merasakan kepedihan hati pria itu. 

Adam menangis di pelukannya. "Aku sangat merindukanmu," ucap pria itu. Namun keduanya tahu bukan karena itu Adam menangis. 

Teresa menarik diri dari pelukan erat Adam. Ia menghapus air mata pria itu dengan ibu jarinya dan menggenggam tangan Kai. "Ayo pulang."

Sementara itu, berdirilah dua pria beberapa meter dari mereka.

"Hentikan tatapan geram itu," Samuel merangkul bahu pria di sebelahnya, "jangan menyesal, kau yang menyuruhnya pergi, ingat?"

Kieran melepas paksa rangkulan sahabatnya. "Menjauhlah dariku!" 

Samuel tertawa melihat Kieran yang tampak sedang dalam emosi buruk. "Sudahlah, relakan saja," kata pria itu santai kemudian menepuk pundak Kieran dan masuk ke mobil yang sudah menjemput mereka di bandara itu.

"Merelakannya? As if," gerutu Kieran sebelum melepaskan pandangannya pada ketiga punggung manusia yang mulai menjauh.

---

Menghilangnya Teresa Dalessandro dari Hollywood

Teresa Dalessandro Ditemukan di Jepang.

Aktris Cantik Teresa Dalessandro Tewas.

Kira-kira seperti itulah judul-judul artikel yang memenuhi berita beberapa tahun terakhir. Dunia mempertanyakan ke mana perginya aktris yang selalu mereka banggakan, Teresa. 

Teresa hanya terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya membaca hoax itu. Ia mematikan ponselnya kembali dan menatap nanar hujan salju di luar jendela kamarnya. 

Pikirannya berkelana ke pria yang pikirnya jauh di sana. Sedang apa dirinya sekarang? Apa ia merindukannya?

Lamunannya buyar saat pintu kamar terbuka, menampilkan Adam dalam balutan pakaian tidurnya yang tampak hangat. Teresa mengerutkan dahinya saat menyadari wajah pria itu masam. "Ada seseorang di bawah ingin menemuimu."

"Siapa? Setahuku hanya keluargaku dan kau yang tahu aku di sini."

"Kau akan lihat sendiri."

Teresa melirik jam digital di atas nakasnya yang menunjukkan pukul 5 pagi. Siapa yang berkunjung pada saat mentari baru saja terbit di Turku?

Teresa memakai jubah malamnya yang hangat kemudian ikut Adam turun menemui siapapun orang itu.

"Kieran?"

His HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang