26

6K 257 21
                                    

Sepulangnya dari rumah sakit, kondisi Nadia semakin baik. Bekas operasinya yang meski hanya sebesar 5 cm itu pun mulai kering sedikit demi sedikit. Meski ia harus tetap memeriksakan kondisinya dan meminum beberapa obat untuk kesehatan rahimnya dengan rutin. Tapi rasanya tak begitu berat seperti dulu. Karena ada sang suami yang menemaninya dan mengingatkannya ini-itu. 

Rumah tangga Nadia dan Arvin pun menjadi semakin dekat. Mereka bukan lagi pasangan yang menikah atas dasar terpaksa. Melainkan pasangan yang saling peduli satu sama lain. Keduanya menjadi lebih dekat. Terlebih setelah mereka melalukan kewajiban suami istri yang sedikit tertunda. Walau berujung dengan Nadia yang harys masuk ke rumah sakit tapi setidaknya ada kata pernah untuk yang satu itu.

Nadia menggeliat di atas ranjang hangatnya. Tangannya meraba bagian ranjang di sebelahnya yang ternyata kosong. Kemana Arvin? Apa dia sudah berangkat kerja sepagi ini? Entah kenapa Nadia semakin manja dengan lelaki berwajah datar itu. Ketika akan tidur dan bangun, ia akan selalu menelusupkan wajahnya di dada yang empukable milik Arvin. Katanya, aroma suaminya itu layaknya obat yang paling memabukkan untuk dirinya. Seperti morfin yang selalu di butuhkan pasien yang akan di operasi.

Duh, Nad. Perempuan ini mulai lagi kan berimajinasi yang tidak-tidak.

Nadia yang menyadari jika ia hanya seorang diri, langsung beranjak dari ranjangnya. Sambil mengikat asal rambutnya, ia berjalan keluar kamar. Seketika bau harum bubur ayam menyelinap tanpa permisi ke dalam indera penciumannya. Pasti Arvin pelaku utamanya.

"Buburnya masih hangat tapi kok orangnya gak ada," gumam Nadia lalu mendudukan dirinya di kursi makan.

Tanpa berpikir lagi, perempuan itu langsung melahap bubur ayam yang rasanya lumayan enak itu hingga tak bersisa. Ralat, tersisa kerupuknya sepotong kecil yang jatuh saat Nadia akan memakannya.

Ting.

Siapa yang datang sepagi ini, pikirnya. Dengan penampilan seadanya ia berjalan untuk membukakan pintu. Namun kali ini, Nadia tak mengintip dulu dari celah kecil yang ada di pintunya.

Ternyata seorang lelaki yang berpenampilan agak berantakan atau lebih tepatnya terkesan tengil. Sepertinya lelaki ini memang masih sekolah atau kuliah, karena usianya terlihat jauh di bawah Nadia. Entahlah. Tapi di lihat dari bagian manapun wajahnya, Nadia tetap tak mendapat jawaban dari otaknya tentang siapa lelaki ini. Tapi sepertinya ia sedang mencari seseorang terbukti ia memegang kertas yang mungkin berisikan alamat.

Nadia tersenyum tipis. "Maaf, kamu mau cari siapa ya?"

Lelaki itu tampak meneliti ke bagian dalam apartment Nadia yang hanya terlihat sedikit. Di tambah dengan gayanya yang menyebalkan karena beraninya ia memandangi Nadia dengan matanya. Ya, memang kini Nadia hanya memakai piyama saja. Tapi bukan berarti lelaki itu bisa menelanjanginya hanya dengan tatapannya yang seperti itu.

Anak siapa sih nih. Kelakuannya kok begini banget.

"Maaf," Nadia mengulang lagi pertanyaannya semenit lalu. Dan akhirnya lelaki itu pun kembali fokus pada dirinya.

"Gue mau cari Mas Arvin. Apartmentnya disini kan?" lelaki itu berkata dengan gayanya yang agak tengil. Sebenarnya siapa sih dia ini? Kenapa bisa-bisanya mengenal Arvin?

Karena agak aneh dengan lelaki ini, Nadia memundurkan langkahnya. Bersiap masuk kembali jika memang ternyata lelaki di hadapannya berbahaya.

Nadia mengerutkan keningnya. "Iya, ini apartmentnya Arvin. Kamu siapa?"

Lelaki itu hanya tersenyum miring. Matanya memberi kode supaya Nadia menyingkir dari posisinya berdiri. Lalu dengan santai ia berjalan masuk ke dalam apartment ini dengan membawa dua tas besarnya. Entah apa isinya. Dan sebenarnya siapa sih dia? Kenapa masuk sembarangan ke apartment orang lain padahal pemiliknya belum mengizinkan sama sekali. Dan apa tadi, lelaki tengil ini memanggil Arvin dengan sebutan Mas.

STUPID MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang